Kembalinya Yahya Zaini: Masa Lalu yang Menghantui Jejak Digital
Langit media sosial pecah pagi ini, dengan gemuruh linimasa yang membawa satu nama dari masa lalu kembali muncul di layar politik: Yahya Zaini.
Sebagai pengurus baru Partai Golkar di bawah kepemimpinan Bahlil Lahadalia, pengumuman ini ternyata bukan sekadar berita, namun membuka pintu ingatan lama yang pernah dibungkam waktu.
Di jagat maya, sosok Yahya dibayangi masa lalunya yang berliku, bersama nama Maria Eva, menguasai trending dengan tagar yang memancing nostalgia sekaligus kontroversi.
Di layar ponsel, netizen berbicara—dari satire, sindiran, hingga cemooh.
Seperti @NyaiNeneng yang dengan jenaka mencuit, “Ada tuh bokepnya 😂” atau @DaddyMinusSugar yang tajam berkomentar, “Mereka pikir setelah sekian tahun mengasingkan diri, publik sudah lupa dengan masa lalu dia. But thanks to @ARSIPAJA yang telah menyegarkan kembali ingatan kita.”
Seolah barisan ingatan bersahutan, netizen lain ikut mengangkat suara, mengolok masa lalu yang kembali menghantui.
Tahun-tahun memang berlalu, tapi bagi banyak orang, bayang-bayang itu tetap tertinggal.
“Indonesia tidak mengenal cancel culture,” tulis @skyundocean dengan nada satire.
Sementara @DS_yantie tak kalah sinis bertanya, “Kenapa ya politikus yg dibawa rata-rata itu di kumpulin di situ 😅”
Peringatan-peringatan samar tentang siapa yang kita beri ruang kembali mengemuka.
Bagai potongan puisi rakyat di linimasa, cuitan ini mengingatkan, bahwa memori kolektif bukanlah lembar yang mudah ditiadakan, terutama di era digital yang menyimpan jejak.
Dihiasi opini-opini segar dan pedas dari generasi baru, kembalinya Yahya Zaini dalam panggung politik seakan membawa cermin yang memantulkan wajah lama bangsa ini—membuka pertanyaan tentang moralitas, kepemimpinan, dan ketahanan budaya kita untuk benar-benar melupakan.
Perjalanan waktu bisa mengikis banyak hal, namun ternyata, dalam era digital, bahkan bayang-bayang bisa diabadikan.(*)