Medan - Ratusan warga Desa Selamat, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deliserdang, menggeruduk Batalyon Artileri Medan (Armed) 2/105 Kilap Sumagan, pada Sabtu pagi (9/11). Aksi tersebut merupakan buntut dari insiden penyerangan yang diduga dilakukan oleh sejumlah personel TNI pada Jumat malam hingga Sabtu dini hari.
Massa membawa jenazah Raden Barus (60), seorang warga yang diduga menjadi korban penganiayaan oleh oknum TNI. Korban ditemukan dalam kondisi kepala luka dan terdapat bekas tusukan di bagian perut.
Pantauan di lokasi menunjukkan bahwa awalnya warga berkumpul di rumah duka korban di Dusun IV, Desa Selamat, sejak pagi untuk menunggu jenazah korban yang baru tiba usai diautopsi.
Setibanya mobil ambulans yang membawa jenazah, warga bergerak secara bersama-sama, mengiringi ambulans menuju Batalyon Armed 2/105 Kilap Sumagan, yang berjarak sekitar 2 kilometer dari lokasi.
Ambulans melaju perlahan, dikemudikan oleh seorang sopir dan ditemani keluarga korban, diikuti oleh warga yang berjalan kaki dan menaiki sepeda motor.
Sepanjang perjalanan, warga terus berteriak menuntut keadilan atas peristiwa yang menimpa Raden Barus.
Situasi sempat memanas ketika iring-iringan ambulans dihadang oleh personel TNI berseragam lengkap, yang berusaha menghentikan mereka hingga ambulans mogok. Namun, warga tak menyerah dan mendorong ambulans bersama-sama menuju lokasi batalyon.
Sekitar 200 meter sebelum gerbang Batalyon Armed, dua truk pengangkut personel TNI keluar dengan kecepatan tinggi dan nyaris menabrak warga. Diduga, truk tersebut dimaksudkan untuk menghalangi masyarakat yang semakin mendekat ke batalyon, apalagi menurut informasi Pangdam I Bukit Barisan Letjen Mochammad Hasan berada di dalam kompleks.
Kedua truk akhirnya memutar dan menutup jalan sekitar 50 meter dari gerbang Batalyon Armed untuk mencegah massa masuk.
Setibanya di depan batalyon, situasi kembali memanas ketika warga berusaha untuk masuk dan menemui petinggi batalyon.
Herna, salah seorang warga, menyatakan bahwa Raden Barus merupakan korban kekejaman oknum TNI yang diduga melakukan pembantaian. Menurutnya, korban dianiaya dengan kejam, tanpa belas kasihan.
"Kami datang ke sini menuntut keadilan. TNI seharusnya pelindung, bukan malah pembunuh," ujar Herna di depan Batalyon Armed 2/105 Kilap Sumagan, Sabtu (9/11).
Herna menjelaskan bahwa sejauh ini hanya ada satu korban tewas akibat penyerangan tersebut, namun ada belasan korban luka. Dari sejumlah korban luka, tujuh di antaranya mengalami luka parah, dengan satu korban bahkan hampir kehilangan tangannya akibat ditebas.
Menurut Herna, penyerangan pada Jumat malam sekitar pukul 22:30 WIB hingga Sabtu dini hari dilakukan oleh lebih dari 100 personel TNI, yang sebagian mengenakan pakaian preman dan sebagian lagi berseragam lengkap.
Ia menambahkan bahwa para penyerang tidak memedulikan usia atau status korban, bahkan mendobrak pintu rumah warga dan menyeret serta menganiaya mereka yang ditemui.
Herna menyebut bahwa personel TNI datang dua kali dengan jumlah yang besar. "Pertama ada sekitar 100 orang, kemudian datang lagi dengan jumlah yang sama," katanya.
"Kami tidak tahu apa masalahnya, kami tidak memiliki perseteruan dengan Armed. Setahu kami, seluruh warga di kampung Sibiru-biru ini tidak pernah bermusuhan dengan Armed," tambahnya.
Atas insiden ini, warga Kecamatan Sibiru-biru meminta Pangdam I Bukit Barisan Letjen Mochammad Hasan untuk mengusut para pelaku dan memberhentikan mereka dari institusi TNI.
"Itu bukan pelindung, melainkan pemburu; pecat saja mereka," tegas Herna.(*)