Polisi Hadapi Tantangan Berat dalam Pemberantasan Judi Online
JAKARTA – Polisi mengakui kesulitan dalam menumpas judi online (judol) akibat kompleksitas transaksi yang semakin berkembang. Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan bahwa transaksi judi online yang sebelumnya menggunakan rekening bank kini beralih ke sistem pembayaran yang lebih modern, seperti payment gateway, QRIS, e-wallet, hingga cryptocurrency.
"Model alat pembayaran yang tadinya menggunakan rekening saat ini bergeser menggunakan payment gateway, QRIS, dan e-wallet, dan sekarang juga bergeser menggunakan crypto," ujar Kapolri dalam keterangannya, Senin (11/11/2024).
Menurut Kapolri, model transaksi yang lebih sederhana dan praktis karena berbasis daring ini turut mempengaruhi meningkatnya jumlah praktik judi online. Dia juga menambahkan bahwa hampir semua kalangan masyarakat kini terpapar dengan praktik haram tersebut. Baseline deposit untuk bermain judi online, yang sebelumnya dipatok pada Rp100.000, kini hanya sebesar Rp10.000, mempermudah akses bagi banyak orang.
Selain itu, Kapolri menyebutkan bahwa kendala lain dalam pemberantasan judi online adalah pemindahan server yang dulu berada di dalam negeri ke negara-negara yang melegalkan judi online, seperti Kamboja, Thailand, Filipina, dan Tiongkok.
Pihak kepolisian juga menghadapi kendala baru berupa modus peminjaman KTP masyarakat untuk membuka rekening yang digunakan untuk judi online. "Pola layering transaksi dengan melibatkan banyak rekening ada rekening yang mereka buka dari meminjam KTP masyarakat, dibayar dan kemudian KTP-nya dipinjam untuk membuka rekening dan mereka diberikan insentif," jelas Kapolri.
Dalam laporan tersebut, Kapolri mengungkapkan bahwa sejak 2020 hingga 2024, pihaknya telah menangkap 9.096 tersangka terkait judi online dalam 6.386 perkara yang diungkap. Selain itu, 5.991 rekening telah diblokir dan 68.108 situs judi online ditutup. Polisi juga berhasil menyita aset sebesar Rp861,8 miliar selama periode tersebut.
Namun, meski sudah ada langkah-langkah besar yang diambil, angka transaksi judi online tetap terus meningkat. Kementerian Komunikasi dan Informatika (sekarang menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital) memperkirakan bahwa perputaran uang judi online pada 2024 mencapai Rp900 triliun, meningkat hampir tiga kali lipat dari angka tahun 2023 yang sebesar Rp327 triliun.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga melaporkan bahwa jumlah transaksi mencurigakan terkait judi online hingga September 2024 mencapai 33.835 transaksi, jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan total transaksi mencurigakan pada tahun 2022 dan 2023.
Polda Metro Jaya Tangkap 18 Tersangka Judi Online
Sementara itu, Polda Metro Jaya juga menangkap 18 tersangka dalam kasus judi online yang melibatkan oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, menyebutkan bahwa 10 dari 18 tersangka tersebut adalah oknum pegawai Komdigi, dan 8 lainnya adalah warga sipil.
Ade merincikan, sejauh ini enam tersangka telah diketahui identitasnya, yakni AK, AJ, A, DM, MN, dan A. Khusus AK, AJ, dan A disebut sebagai pengendali sindikat judi online yang bermarkas di kantor satelit yang terletak di Bekasi. MN dan A merupakan buronan dalam kasus ini, dengan MN telah ditangkap, sedangkan A masih berstatus DPO.
Tanggapan Budi Arie Setiadi, Mantan Menteri Kominfo
Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, turut disorot terkait perekrutan oknum pegawai Komdigi yang diduga terlibat dalam kasus judi online. Budi menjelaskan bahwa proses rekrutmen ini dimulai pada Juli 2023, saat Kemenkominfo, yang kini berganti nama menjadi Komdigi, kekurangan sumber daya manusia (SDM) untuk memberantas situs judi online di Indonesia.
Budi menjelaskan, kekurangan SDM tersebut disebabkan oleh keterbatasan alokasi anggaran untuk menambah jumlah personel di Kemenkominfo. Untuk mengatasi hal tersebut, Direktorat Pengendalian Ditjen Aptika melakukan proses rekrutmen dengan melibatkan tenaga nonpegawai Kominfo.
"Untuk mengatasi kekurangan SDM dilakukanlah rekrutmen petugas-petugas di bawah Direktur Pengendalian. Mereka diambil dari nonpegawai Kominfo," ujar Budi saat dihubungi, Minggu (10/11/2024).
Tim tersebut awalnya hanya mampu melakukan takedown 10.000 situs judi online per hari. Namun, Budi mengungkapkan bahwa jumlah tersebut masih belum cukup untuk memenuhi target pemberantasan yang diinginkan. Dalam masa rekrutmen tersebut, sejumlah pihak mengajukan diri, salah satunya sosok berinisial T, yang mengajukan nama seorang hacker muda berinisial AK.
AK disebut memiliki kemampuan untuk men-take down antara 50.000 hingga 100.000 situs judi online per hari. Atas kepiawaian tersebut, Budi menyetujui AK untuk bergabung dalam tim pengawasan dan penindakan yang berada di bawah Direktorat Pengendalian.
"AK diterima karena yang bersangkutan mengklaim punya skill IT mumpuni, di mana dalam dunia IT, sudah umum bahwa ijazah terkadang bukan menjadi hal yang utama," tambah Budi.(*)