Analisis Politik: "Don Mulyono" dan Bayang-Bayang Oligarki di Era Kekuasaan Baru
Oleh: Erros Djarot
Memulai tulisan ini, saya teringat film "The Godfather," yang mengangkat kisah sebuah keluarga Mafia asal Sisilia, Italia, yang beroperasi di New York pada tahun 1945 hingga akhir 1950-an. Disutradarai oleh Francis Ford Coppola dan diadaptasi dari novel karya Mario Puzo, film ini memperlihatkan manuver politik dan ekonomi yang dilakukan oleh para mafia untuk mempertahankan kekuasaan.
Dalam salah satu adegan, Don Corleone (Bos Mafia) yang diperankan oleh Marlon Brando, menyampaikan pesan kepada para kaki tangannya. Saat mulai kehilangan posisi sebagai penguasa tunggal, ia berujar, “Biarkan… biarkan sekarang mereka yang berkuasa… tapi ingat… yang menguasai tetap kita!”
Fatwa Don Corleone dan Fenomena Oligarki di Indonesia
Kalimat tersebut menjadi fondasi strategi kekuasaan mafia dalam permainan politik-ekonomi di banyak wilayah, bahkan lintas negara. ‘Fatwa’ ini, dalam pandangan saya, seolah diadopsi pula oleh para oligarki di negeri kita. Jika ditelusuri, rekam jejak manuver politik Presiden Joko Widodo terlihat serupa. Setelah gagal mengupayakan tiga periode kekuasaan, strategi ‘Don Corleone’ nampak dimainkan dalam Pemilu Pilpres 2024.
Dalam konteks politik Indonesia, tampak seolah Jokowi menggunakan pendekatan yang sama: "Biar saja Prabowo yang berkuasa, namun tetap kita yang mengendalikan.” Ini merupakan strategi ala mafioso—atau oligarki dalam dunia politik-ekonomi—yang mengandalkan pengaruh, meskipun tidak lagi memegang kekuasaan langsung. Dengan kontrol yang meluas, mereka mampu mengendalikan eksekutif, legislatif, yudikatif, bahkan lembaga keagamaan. Semua sektor tersebut dapat dibeli dan dikendalikan oleh kekuatan ekonomi mereka.
Pertemuan Politik “Solo Affair” Antara Jokowi dan Prabowo
Dalam kerangka analisis ini, saya teringat peristiwa politik yang ramai dibicarakan publik: pertemuan antara Jokowi dan Prabowo yang dijuluki “Solo Affair.” Sebagai presiden terpilih, Prabowo, dalam beberapa kali pertemuan, tampak hadir di Solo untuk bertemu Presiden Jokowi. Dalam pertemuan ini, Prabowo digambarkan seolah menghadap ‘Raja Jawa’ yang berkuasa, menuruti citra yang digambarkan oleh Menteri Bahlil sebagai pemimpin yang disegani dan ditakuti.
Tentu ada perbedaan besar antara kebanyakan negara di dunia, di mana umumnya presiden lama yang merapat ke presiden baru. Namun, kali ini justru Prabowo yang mendatangi Jokowi, menunjukkan bahwa hubungan keduanya masih dalam pengaruh kepemimpinan Jokowi meski posisinya sudah berakhir.
Realitas Politik: Kekuasaan Jokowi di Tengah Kepemimpinan Prabowo
Meskipun Prabowo telah resmi dilantik sebagai Presiden ke-8 RI, beberapa keputusan kabinet yang diambil olehnya mengindikasikan bahwa banyak sosok lama tetap menduduki jabatan strategis. Hal ini memunculkan kesan bahwa pengaruh Jokowi masih sangat kuat dalam pemerintahan baru. Beberapa tokoh kontroversial, termasuk Luhut Binsar Pandjaitan, masih menduduki posisi penting, menandakan kesinambungan pengaruh Jokowi.
Pengamat politik melihat situasi ini sebagai tanda bahwa oligarki dan kekuatan ekonomi yang selama ini menopang Jokowi tetap bercokol. Mereka memiliki kendali penuh atas banyak sektor, termasuk bahan pokok seperti beras, gula, dan minyak goreng, sehingga wajar jika pengaruh ini tidak mudah dilepaskan.
Tantangan Bagi Prabowo: Melawan Cengkeraman Oligarki
Meskipun kekuatan oligarki ini nyata, sejarah membuktikan bahwa kekuatan besar di bidang ekonomi tidak mampu melawan negara. Kecuali jika kepala negara bersedia berkompromi dengan kepentingan mereka. Prabowo diharapkan mampu mengambil langkah tegas dalam menghadapi oligarki. Jika para konglomerat hitam tidak dihadapi, mereka akan terus menguasai jalur politik dan ekonomi, bahkan melampaui peran resmi negara itu sendiri.
Harapan Publik untuk Masa Depan Tanpa “Don Mulyono”
Rakyat berharap bahwa Prabowo mampu menunjukkan keberanian dalam menjalankan tugasnya tanpa berada dalam bayang-bayang oligarki. Hanya dengan keberanian penuh, Prabowo dapat menegakkan keadilan bagi seluruh rakyat. Jika tidak, pengaruh dan kendali oligarki akan terus berlanjut, melahirkan figur-figur seperti “Don Mulyono”—sosok yang berkuasa karena rendahnya rasa percaya diri kita sebagai bangsa pejuang yang berbudaya.
Berani melawan demi masa depan yang lebih baik, atau menyerah dan menerima penindasan.(*)