Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Surya Paloh Menyatakan Keheranan Terkait Penetapan Tersangka Tom Lembong: Semoga Bukan Bermuatan Politis

Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, angkat bicara terkait penetapan mantan Menteri Perdagangan RI, Thomas Trikasih Lembong, atau yang akrab disapa Tom Lembong, sebagai tersangka korupsi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

Surya Paloh mengungkapkan rasa kejutnya atas penetapan tersebut dan berharap tidak ada unsur politis yang menyertai keputusan ini.

“Mudah-mudahan tidak ada (politisasi). Kalau ada, ya apes aja,” ujar Surya Paloh di Istana Negara, Jakarta, pada Jumat (1/11).

Paloh menjelaskan bahwa jarak waktu antara jabatan yang diemban Tom Lembong dan penetapan tersangka cukup jauh, berbeda dengan kasus lain yang sedang ditangani oleh Kejagung.

Ia mencontohkan kasus suap Ronald Tannur yang juga melibatkan eks pegawai Mahkamah Agung, Zarof Ricar, di mana barang buktinya mencapai hampir Rp 1 triliun.

“Saya pikir begitu banyak masalah yang harus kita selesaikan. Prioritas utama tentu kita harapkan kasus-kasus yang cukup aktual yang memang perlu kita apresiasi,” ungkapnya.

“Namun, tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba ada Tom Lembong. Kami juga terkejut dengan hal itu,” tambah Paloh.

Kasus Impor Gula yang Menyeret Tom Lembong

Dalam kasus ini, Kejagung juga menetapkan tersangka lainnya, yaitu Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) untuk periode 2015–2016.

Kejagung mencatat bahwa pada tahun 2015, berdasarkan rapat koordinasi antar kementerian, telah disimpulkan bahwa Indonesia surplus gula, sehingga tidak perlu melakukan impor.

Namun, pada tahun yang sama, Tom Lembong diduga mengizinkan persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada perusahaan PT AP, yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih.

Padahal, izin untuk mengimpor gula kristal putih hanya dapat diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bukan kepada perusahaan swasta. Izin tersebut dikeluarkan tanpa adanya rapat koordinasi dengan instansi terkait.

Pada 28 Desember 2015, diadakan rapat koordinasi di Kementerian Bidang Perekonomian yang membahas bahwa Indonesia pada tahun 2016 diperkirakan akan mengalami kekurangan gula kristal sebanyak 200 ribu ton untuk stabilisasi harga dan pemenuhan stok nasional.

Selama November-Desember 2015, Charles Sitorus memerintahkan staf senior manager bahan pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.

Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.

Delapan perusahaan ini sebenarnya hanya memiliki izin industri untuk memproduksi gula kristal rafinasi yang ditujukan untuk industri makanan, minuman, dan farmasi.

Setelah delapan perusahaan itu mengimpor gula mentah dan mengolahnya menjadi gula kristal putih, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut, padahal gula itu dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran dengan harga jual Rp 16 ribu, jauh lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu yang hanya Rp 13 ribu.

Akibat perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(*)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved