Pengamat politik Rocky Gerung mengungkapkan keheranannya terhadap keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyatakan bahwa penggunaan jet pribadi oleh Kaesang Pangarep, putra Presiden Joko Widodo, bukan termasuk gratifikasi.
Rocky menilai argumen KPK lemah, terutama karena Kaesang dan kakaknya tidak tinggal serumah, sehingga alasan ini untuk tidak menganggapnya sebagai gratifikasi dinilainya sebagai pandangan yang 'dungu'.
Rocky menjelaskan bahwa KPK tampaknya mengubah definisi gratifikasi dengan merujuk pada hubungan keluarga yang terdaftar di KTP. Namun, menurutnya, prinsip utama dari gratifikasi seharusnya berkaitan dengan relasi kekuasaan dan potensi pengaruh antara pemberi dan penerima.
"Meskipun Kaesang bukan anak presiden, pengaruh presiden tetap besar," ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa penilaian KPK ini menciptakan kesan bahwa ada upaya untuk menyimpangkan fakta agar tidak ada konsekuensi hukum. Rocky menekankan bahwa gratifikasi bukan hanya soal hubungan keluarga, melainkan juga menyangkut pengaruh dan kekuasaan dalam konteks politik dinasti yang lebih luas.
Reaksi publik terhadap keputusan KPK ini pun sangat mengecewakan. Banyak netizen merasa frustrasi dan menyerukan agar KPK dibubarkan karena menganggap keputusan tersebut tidak konsisten dan mengecewakan.
Rocky juga menyoroti bahwa KPK sebelumnya telah menganggap gratifikasi dalam kasus lain, seperti saat kepala sekolah menerima hadiah dari orang tua murid. Namun, dalam kasus ini, KPK terkesan mencari pembenaran untuk situasi yang lebih serius.
Rocky mengingatkan pentingnya KPK bertindak sebagai institusi independen dan edukatif.
“Mereka perlu mengedukasi publik mengenai konsep gratifikasi dalam konteks pengaruh kekuasaan, bukan hanya mengandalkan kriteria administratif,” ujarnya.
Ia berharap KPK dapat memperkuat perannya sebagai lembaga pendidikan anti-korupsi, sehingga masyarakat bisa memahami lebih dalam mengenai isu gratifikasi dan kekuasaan.
Dengan pernyataan ini, Rocky Gerung menegaskan perlunya KPK untuk meninjau kembali prinsip-prinsip etik dan integritas dalam penanganan kasus-kasus seperti ini.(*)