Isu ketergantungan utang Indonesia terhadap China kembali mencuat di tengah berbagai kebijakan ekonomi yang tengah dijalankan oleh pemerintah, salah satunya terkait dengan program makan siang bergizi untuk anak-anak Indonesia.
Perhatian besar kini tertuju pada potensi jebakan utang yang ditawarkan oleh pemerintah China sebagai bagian dari bantuan untuk proyek-proyek sosial di Indonesia. Program makan siang bergizi yang bertujuan untuk meningkatkan gizi anak-anak dan kualitas sumber daya manusia disebut-sebut akan dibiayai sebagian oleh China.
Melalui kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke China, pemerintah Indonesia dan China sepakat untuk mendukung program makan siang bergizi yang akan diberikan secara gratis kepada jutaan siswa di Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, pemerintah China dikabarkan akan membantu pembiayaan program tersebut.
Namun, pengamat ekonomi dan politik mulai memperingatkan adanya risiko besar terkait bantuan ini, yaitu potensi ketergantungan utang yang dapat menjerat Indonesia dalam jangka panjang. Dalam sejarahnya, China dikenal menggunakan utang sebagai instrumen untuk memperluas pengaruhnya di berbagai negara berkembang.
Praktik ini sering disebut dengan istilah "debt trap diplomacy" atau diplomasi jebakan utang, di mana negara penerima bantuan akhirnya terjebak dalam utang yang sulit dilunasi, dengan syarat-syarat yang menguntungkan bagi China.
Pengamat politik Rocky Gerung menyatakan bahwa meskipun program makan siang bergizi ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup anak-anak Indonesia, Indonesia harus berhati-hati agar tidak terjerat dalam ketergantungan ekonomi terhadap China. Menurutnya, meskipun bantuan sosial tersebut bisa dilihat sebagai kabar baik, perlu diwaspadai bahwa tidak ada makan siang yang benar-benar gratis.
"Jika kita bergantung pada bantuan China, kita bisa terjebak dalam utang yang sangat besar, yang pada akhirnya akan membebani generasi mendatang," kata Rocky.
Gerung juga mengingatkan bahwa bantuan dari China tidak selalu datang tanpa syarat. Dengan jumlah utang yang besar, Indonesia bisa dipaksa untuk memberikan konsesi tertentu dalam kebijakan luar negeri atau bahkan ekonomi, yang bisa merugikan kepentingan nasional.
Salah satu contoh yang sering dikhawatirkan adalah potensi China untuk menggunakan utang ini sebagai alat untuk memperluas pengaruh politiknya, terutama di kawasan Asia Tenggara, termasuk dalam masalah sengketa Laut China Selatan yang melibatkan Indonesia.(*)