Ahmad Luthfi Ungkap Rencana Hapus Kartu Tani untuk Perbaiki Distribusi Pupuk di Jateng
Dalam debat kedua Pemilihan Gubernur Jawa Tengah 2024, calon gubernur Ahmad Luthfi mengungkapkan rencananya untuk menghapus program Kartu Tani. Menurut Luthfi, sistem distribusi pupuk yang bergantung pada kartu tersebut tidak berjalan efektif dan justru menyulitkan petani.
Luthfi menjelaskan bahwa masalah utama bukanlah kurangnya ketersediaan pupuk, melainkan ketidaktepatan dalam distribusi. "Pupuk di Jawa Tengah cukup, bukan kurang. Di Indonesia, Kementerian telah menyiapkan 40 juta ton, ditambah 40 juta ton cukup," ujarnya. Ia berpendapat bahwa distribusi pupuk yang kurang tepat sasaran menjadi masalah utama yang perlu segera dibenahi.
Lebih lanjut, Luthfi menuturkan bahwa mekanisme distribusi yang ada saat ini sering kali tidak sampai ke tangan petani dengan cara yang tepat. Ia menyebutkan, seringkali petani mengalami kesulitan karena harus mengambil pupuk di lokasi tertentu. Jika stok pupuk di sana habis, mereka tidak bisa beralih ke lokasi lain yang memiliki stok lebih.
"Ke depan, apabila saya dan Gus Yasin menjadi gubernur dan wakil gubernur, Kartu Tani akan saya hapuskan," tegas Luthfi. Menurutnya, penghapusan Kartu Tani diperlukan untuk memperbaiki tata kelola pupuk yang selama ini dianggap carut-marut dan tidak tepat sasaran.
Selain itu, Luthfi menyoroti masalah distribusi pupuk yang tersendat di tengah perjalanan, mulai dari distribusi awal hingga ke pedagang kecil (PKL), yang sering kali menyebabkan ketidaktepatan dalam pendistribusian. Ia juga mengungkapkan bahwa ada sejumlah kendala teknis yang menyebabkan distribusi pupuk terhambat, seperti terbatasnya jumlah lokasi distribusi dan aksesibilitas petani terhadap tempat-tempat tersebut.
Rencana penghapusan Kartu Tani ini mendapatkan beragam reaksi dari masyarakat, terutama dari kalangan netizen. Dalam sebuah unggahan video Instagram @kompascom tentang rencana Luthfi, banyak yang mempertanyakan apakah kebijakan tersebut benar-benar akan mengatasi masalah distribusi pupuk yang ada. Beberapa petani khawatir bahwa tanpa Kartu Tani, mereka akan semakin kesulitan mendapatkan pupuk dengan harga yang terjangkau.
"Saya petani dan saya lebih paham di lapangan daripada njenengan pak, saya hanya ketawa," tulis salah satu netizen yang meragukan kebijakan tersebut.
Ada juga kekhawatiran bahwa tanpa Kartu Tani, pupuk akan diborong oleh orang-orang berduit untuk dijual kembali dengan harga lebih tinggi, yang justru akan mempersulit kondisi ekonomi petani. "Kartu Tani dihapus malah tambah susah petani dapat pupuk. Nanti yang ada pupuk diborong sama orang berduit dijual kembali ke petani lebih mahal," tulis netizen lainnya.
Namun, ada pula yang mendukung rencana tersebut, dengan harapan penghapusan Kartu Tani dapat memperbaiki sistem distribusi pupuk yang selama ini dinilai tidak efisien. Meskipun demikian, mereka menyarankan agar pemerintah mengganti program ini dengan mekanisme distribusi baru yang lebih efektif, agar petani tetap dapat memperoleh pupuk dengan harga yang wajar dan sesuai kebutuhan.(*)