Pakar Hukum Ragukan Komitmen Prabowo untuk Pemerintahan Bersih
Presiden ke-8 RI, Prabowo Subianto, menegaskan tekadnya untuk membentuk pemerintahan yang bersih. Berulang kali, Ketua Umum Partai Gerindra itu mengingatkan kabinetnya agar bisa merealisasikan tekad tersebut.
Pakar hukum tata negara sekaligus pegiat antikorupsi, Zainal Arifin Mochtar, atau Mas Uceng, meragukan komitmen Prabowo. Ada beberapa alasan yang membuatnya ragu terhadap niat tersebut.
"Gini ya, saya kira kalau kita bicara janji Presiden, kita seperti déjà vu sebenarnya. Janji yang sama pernah disampaikan oleh Jokowi di 2014 sesaat setelah dilantik," kata Uceng dalam acara Kabar Petang tvOne yang dikutip oleh VIVA, Senin, 4 November 2024.
Uceng juga menyinggung pidato Jokowi pada 2019, setelah terpilih kembali sebagai presiden, di mana Jokowi menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki beban masa lalu. Dalam pidato tersebut, Jokowi menegaskan bahwa ia terbebas dari berbagai tekanan atau kepentingan apapun.
"Kedua, dia janji akan melakukan gebrakan. Tapi, ternyata apa yang dijanjikan itu tidak ada juga," tambah Uceng.
Menurut Uceng, komitmen yang disampaikan oleh Prabowo harus dilihat sebagai janji. Namun, ia menekankan pentingnya memperhatikan banyak hal yang ada di dalamnya.
"Yang pertama adalah prasyarat yang memungkinkan Prabowo untuk merealisasikan janji tersebut," ungkap Uceng.
Uceng juga menyoroti berbagai kasus korupsi yang terjadi sejak era reformasi hingga kini, terutama yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa. Menurutnya, korupsi terbesar lahir akibat konflik kepentingan.
"Contoh konflik kepentingan itu adalah ketika seseorang menjadi pengusaha sekaligus pejabat. Kondisi ini bisa menimbulkan korupsi kebijakan yang menguntungkan usahanya," jelas Uceng.
Uceng menambahkan bahwa kabinet Prabowo tidak sepenuhnya bersih dari konflik kepentingan. Ia menyoroti adanya pejabat dalam kabinet Prabowo yang memiliki konflik kepentingan dalam 10 tahun terakhir dan kemungkinan besar akan berlanjut di masa mendatang.
"Pemberantasan korupsi tidak cukup hanya dengan kata-kata. Harus ada prasyarat yang memungkinkan untuk menjalankan upaya tersebut," ujarnya.
Uceng mengungkapkan bahwa pemberantasan korupsi hanya efektif jika ketiga lembaga, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, dan Kejaksaan dapat berjalan secara sinergis.
"Jika Kepolisian masih mengalami politisasi seperti era sebelumnya, serta kondisi Kejaksaan dan KPK yang tidak mengalami perubahan signifikan, tentu sulit berharap adanya peningkatan dalam pemberantasan korupsi," ujarnya.
Ia menambahkan, kondisi saat ini membuat publik sulit mempercayai bahwa ada peluang pemberantasan korupsi secara institusional.
Uceng juga menanggapi terungkapnya puluhan dugaan kasus korupsi di awal pemerintahan Prabowo dengan pandangan kritis. Ia menyebut bahwa pengungkapan tersebut tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat.
"Prosesnya sudah berlangsung lama, dan kebetulan berakhir di sini. Pengungkapan sekarang itu ya bagus-bagus saja," katanya.
Namun, ia tetap mempertanyakan apakah pengungkapan tersebut benar-benar menunjukkan niat baik atau sekadar terobosan dalam pemberantasan korupsi. Menurut Uceng, kondisi institusional yang belum berubah menyulitkan publik untuk percaya bahwa ada kemajuan nyata dalam pemberantasan korupsi.(*)