Survei Pemilu Subyektif Dinilai Merugikan Masyarakat
Hasil survei pemilu yang tidak objektif disebut sangat merugikan masyarakat karena tidak memberikan informasi yang valid. Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menekankan bahwa survei simulasi pemilu yang dilakukan secara subyektif akhirnya tidak bisa dipertanggungjawabkan.
"Kalau survei nggak benar ya masyarakat dirugikan, masyarakat dianggap dibohongi, ditipu. Oleh karena itu kalau survei yang objektif itu yang paling penting," kata Ujang saat dihubungi pada Selasa (5/11/2024).
Menurut Ujang, lembaga survei politik memang tidak semuanya bisa dipercaya. Beberapa lembaga survei bahkan menjadi konsultan politik bagi tokoh tertentu atau tim sukses dari pasangan calon tertentu saat pemilu.
"Oleh karena itu, saya mendorong seharusnya ada pemisah antara lembaga survei konsultan dengan lembaga survei objektif. Sehingga hasilnya tidak bias," ujar Ujang.
Dia juga menambahkan bahwa membedakan lembaga survei yang objektif dan yang tidak sebenarnya cukup mudah. Ujang menegaskan bahwa lembaga survei yang objektif dapat dipertanggungjawabkan hasilnya.
"Kalau lembaga survei itu hasilnya sama dengan data mentahnya, atau ada data mentahnya, artinya mereka survei beneran itu bisa dipertanggungjawabkan. Tapi kalau hasilnya dia beda sendiri dan ketika diaudit datanya tidak ada, itu abal-abal," terang Ujang.
Selain itu, Ujang mengungkapkan bahwa ada lembaga survei yang sengaja memilih responden yang hanya menguntungkan pihaknya saja. Pertanyaan yang disusun juga cenderung menguntungkan kandidat tertentu, dan bahkan terkadang survei tersebut tidak benar-benar dilakukan.
Faktor-faktor tersebut, menurut Ujang, menghasilkan survei politik yang subyektif dan tidak dapat dipercaya.(*)