Mahfud MD Anggap Wajar Dugaan Kriminalisasi Politik dalam Kasus Impor Gula Tom Lembong
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menilai wajar jika ada yang menganggap kasus impor gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong, atau yang akrab disapa Tom Lembong, sebagai bentuk kriminalisasi politik.
Mahfud menjelaskan bahwa kebijakan impor gula yang dilakukan oleh Tom Lembong sebenarnya juga diteruskan oleh Menteri Perdagangan sesudahnya, bahkan dalam skala yang lebih besar. "Dan kebijakan yang sama dilakukan secara lebih besar oleh Menteri Perdagangan berikutnya. Ada Enggartiasto Lukito, ada Agus Suparmanto, ada Menteri Lutfi, ada Zulkifli Hasan," kata Mahfud dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu (6/11/2024).
Mahfud berpendapat bahwa orang bisa beranggapan demikian karena kebijakan impor tersebut tidak hanya terjadi pada masa Tom Lembong, tetapi juga berlanjut dengan skala yang lebih besar pada pemerintah-pemerintah berikutnya. "Itu kan mestinya kan mulai dari sini, dari yang terdekat. Kenapa mulai dari jauh (Mendag lama)? Nah itu orang lalu menganggap ini kriminalisasi karena politik. Tentu itu analisis yang wajar saja," ujar Mahfud.
Namun, Mahfud juga mengingatkan bahwa meskipun ada anggapan tersebut, bisa jadi tidak ada unsur kriminalisasi politik dalam kasus ini. Oleh karena itu, Mahfud menyarankan agar Kejaksaan Agung (Kejagung) memberikan penjelasan lebih lanjut untuk menjawab dugaan masyarakat. "Mungkin tidak benar, tidak ada kriminalisasi. Tapi ini tolong dong, tolong dijawab itu, itu kata masyarakat," ungkapnya.
Selain itu, Mahfud memberikan tanggapan terkait anggapan publik yang menyatakan bahwa Tom Lembong tidak bisa dipidana korupsi karena tidak ada aliran dana yang diterima olehnya. Mahfud menegaskan bahwa dalam hukum korupsi, tidak selalu harus ada aliran dana untuk membuktikan terjadinya korupsi. "Di dalam hukum korupsi itu tidak harus ada aliran dana. Rumusnya itu memperkaya diri atau memperkaya orang lain. Termasuk perusahaan-perusahaan yang diberi lisensi," jelas Mahfud.
Mahfud melanjutkan, jika perusahaan mendapatkan keuntungan secara tidak wajar, maka hal itu dapat dianggap sebagai korupsi. "Unsur pertama terpenuhi," lanjutnya. "Unsur kedua dengan cara melanggar hukum, melanggar aturan yang sudah ditentukan. Dan tentu lalu dihitung kerugian negara atas ini semua berapa. Kalau itu tidak, enggak ada debat bahwa unsurnya nampaknya sudah terpenuhi untuk Tom Lembong itu jadi tersangka," tambah Mahfud.
Sebelumnya, Kejagung menegaskan bahwa kasus korupsi yang menjerat Tom Lembong tidak ada kaitannya dengan politisasi hukum. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menegaskan bahwa kasus tersebut murni merupakan bentuk penegakan hukum. "Dalam penanganan perkara terkait importasi gula tahun 2015-2016, tidak ada politisasi hukum," kata Harli di Kejagung pada Rabu (30/10/2024). "Ini murni penegakan hukum berdasarkan bukti permulaan yang cukup," tambahnya.(*)