Baru-baru ini, media sosial dihebohkan dengan video viral yang memperlihatkan calon Bupati Indramayu nomor urut 3, Nina Agustina, yang marah dan membentak seorang warga di pinggir jalan.
Dalam video tersebut, Nina terlihat emosi dan menegur warga dengan nada tinggi. Ia bahkan meminta pihak berwenang untuk menangkap warga tersebut dan membawa nama ayahnya, Da’i Bachtiar, mantan Kapolri dan Duta Besar RI untuk Malaysia.
Selain itu, Nina menyebut nama Lucky Hakim, mantan wakilnya saat memimpin Indramayu pada periode 2021-2024, yang mundur dari jabatannya pada Februari 2023. Ia menyebut nama Lucky hingga tiga kali dalam amarahnya, dan menuding warga tersebut sebagai pendukung calon bupati nomor urut 2 yang juga menjadi pesaingnya.
Insiden tersebut terjadi pada Jumat, 1 November 2024, di Desa Tegaltaman, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu.
Menanggapi peristiwa itu, Lucky Hakim memberikan klarifikasi. Dalam pernyataannya di media sosial, ia mengungkapkan kekecewaannya karena merasa difitnah. Lucky menyebut bahwa seolah-olah dirinya dianggap berada di balik insiden tersebut, yang menurutnya tidak berdasar.
“Nama saya disebut berkali-kali, lalu media lokal menulis bahwa ‘orang Lucky Hakim menghadang bupati’, seolah-olah saya adalah dalang di balik kejadian ini. Alhamdulillah banyak kamera HP menjadi CCTV berjalan, ini adalah fitnah yang keji,” ujarnya melalui akun Instagram resminya @luckyhakimofficial.
Lucky menegaskan bahwa tuduhan adanya pendukungnya yang mencegat Nina Agustina tidak masuk akal. Ia menyatakan bahwa rombongan Nina Agustina dikawal oleh petugas Patwal, sehingga tidak mungkin ada pencegatan.
“Jadi enggak mungkin dicegat oleh warga,” tambah Lucky sambil menunjukkan video rombongan Nina yang mendapat pengawalan dari Patwal.
Lucky juga menjelaskan bahwa insiden ini mungkin terjadi karena masyarakat kesulitan membedakan kendaraan yang dikendarai oleh dirinya dan Nina Agustina. Lucky, yang menggunakan mobil Fortuner hitam, mengatakan bahwa masyarakat mungkin bingung karena mobil Patwal yang mengawal kedua calon bupati tersebut memiliki model yang serupa.
Ia menilai tindakan Nina yang marah-marah di hadapan warga dapat dianggap sebagai bentuk perundungan. Lucky berharap agar Nina lebih memaklumi ketidaktahuan masyarakat mengenai kendaraan yang digunakannya.
“Saya juga pernah menjadi pejabat. Pejabat itu dibayar oleh keringat rakyat. Orang yang dimarahi itu adalah orang yang nantinya menggaji kita. Kalau saya belum digaji oleh rakyat, tapi bupati sudah digaji oleh rakyat,” tandas Lucky, menyampaikan pandangannya agar seorang pejabat dapat bersikap lebih bijak dalam menghadapi masyarakat.
Dengan kejadian ini, Lucky Hakim juga berharap agar masyarakat dapat memahami situasi dan perannya, serta menghindari sikap saling mencurigai yang dapat menimbulkan kesalahpahaman di tengah proses pemilihan kepala daerah yang berlangsung.(*)