Thomas Trikasih Lembong, mantan Menteri Perdagangan periode 2015-2016, tengah menjadi sorotan publik setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi impor gula.
Salah satu isu yang mencuat adalah laporan harta kekayaannya dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang tidak mencantumkan aset seperti rumah, tanah, dan kendaraan.
Dalam dokumen LHKPN, Tom Lembong melaporkan bahwa ia tidak memiliki rumah, tanah, atau kendaraan. Laporan ini memicu tanda tanya besar, mengingat biasanya pejabat negara memiliki aset-aset primer tersebut.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun tidak tinggal diam. Mereka berencana mengecek kejanggalan dalam laporan kekayaan Tom, terutama mengingat posisinya sebagai mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 2016-2019.
“Kami akan segera memeriksa dan menindaklanjuti informasi ini terkait kepatuhan dalam pelaporan kekayaan,” ujar Budi Prasetyo, Juru Bicara KPK, pada 1 November 2024.
Zaid Mushafi, kuasa hukum Tom Lembong, memberikan klarifikasi. Menurutnya, kliennya memang tidak memiliki aset berupa rumah, tanah, atau kendaraan.
Zaid menjelaskan bahwa pilihan ini adalah bagian dari strategi investasi Tom yang lebih memilih menyimpan kekayaan dalam bentuk surat berharga.
“Pak Tom lebih memilih investasi dalam bentuk surat-surat berharga dibandingkan aset tak bergerak seperti rumah atau mobil,” jelas Zaid.
Dalam LHKPN terakhirnya pada 2019, Tom melaporkan kekayaan sebesar Rp101,48 miliar, di mana sebagian besar berupa surat berharga senilai Rp 94 miliar. Berikut rincian harta yang dilaporkannya:
* Tanah dan bangunan: Tidak ada.
* Alat transportasi dan mesin: Tidak ada.
* Harta bergerak lainnya: Rp180,99 juta.
* Surat berharga: Rp94,53 miliar.
* Kas dan setara kas: Rp2,09 miliar.
* Harta lainnya: Rp4,77 miliar.
* Utang: Rp86,89 juta.
Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait impor gula kristal mentah seberat 105 ribu ton.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, menyatakan bahwa Tom diduga memberikan izin impor kepada perusahaan non-BUMN, meski seharusnya hanya BUMN yang boleh melakukan impor tersebut.
Tom Lembong tidak tinggal diam atas penetapan status tersangka ini. Melalui kuasa hukumnya, Ari Yusuf Amir, ia akan mengajukan gugatan praperadilan untuk menantang penetapan tersebut.
“Kami telah mengumpulkan bukti-bukti untuk mempersiapkan gugatan praperadilan,” ujar Ari pada Senin, 4 November 2024.
Ari Yusuf Amir juga mengkritisi penetapan tersangka yang dianggapnya tidak didukung oleh dua alat bukti kuat sebagaimana diwajibkan oleh hukum.
Ia juga menyoroti kejanggalan dalam penetapan kasus, karena periode dugaan korupsi yang disebutkan oleh Kejagung adalah 2015-2023, padahal Tom hanya menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada 2015-2016.
“Kami akan mempertimbangkan secara serius langkah praperadilan karena adanya sejumlah kejanggalan dalam kasus ini,” tegas Ari.
Kasus korupsi impor gula yang menjerat Tom Lembong ini masih dalam proses hukum dan menjadi sorotan publik.(*)