Kejagung Tolak Ungkapkan Bukti Kasus Korupsi Impor Gula, Tom Lembong Ajukan Praperadilan
Kejaksaan Agung (Kejagung) menolak untuk mengungkapkan dua alat bukti dalam kasus dugaan korupsi impor gula yang melibatkan eks Menteri Perdagangan 2015-2016, Tom Lembong.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa alat bukti tersebut tidak dapat dibuka untuk publik karena masih dalam ranah penyidikan Kejagung.
"Alat bukti itu adalah konsumsi penyidikan dan nantinya akan diuji dalam proses praperadilan," kata Harli di Kejagung Jakarta, Rabu, 6 November 2024.
Harli menambahkan bahwa Kejagung siap menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan oleh Tom Lembong terkait penetapan status tersangkanya.
"Kami siap menghadapi gugatan praperadilan ini, seperti kami juga siap menghadapi kasus-kasus lainnya," ujar Harli.
Proses penyelidikan kasus dugaan korupsi impor gula ini, menurut Harli, masih terus berjalan.
"Kami terus memproses perkara ini, fokus terhadap setiap langkah yang sedang berjalan," katanya.
Harli juga mengonfirmasi bahwa penyidikan dimulai sejak Oktober 2023, berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan sebelumnya.
"Jika dalam penyelidikan dibutuhkan keterangan dari siapa pun, hal tersebut akan dilakukan demi terangnya sebuah tindak pidana," tambah Harli.
Praperadilan Tom Lembong Digelar 18 November 2024
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah menetapkan jadwal sidang perdana praperadilan yang diajukan oleh Tom Lembong terhadap Kejagung.
Pejabat Humas PN Jaksel, Djuyamto, mengungkapkan bahwa sidang perdana tersebut akan digelar pada 18 November 2024.
"Sidang perdana akan digelar pada Senin, 18 November 2024," kata Djuyamto melalui sambungan telepon, Rabu, 6 November 2024.
Penasihat hukum Tom Lembong, Zaid Mustafa, menyatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan sejumlah ahli untuk menghadapi sidang praperadilan mendatang.
"Kami akan mengajukan beberapa ahli, tapi siapa namanya nanti akan kami sampaikan pada perkembangan berikutnya," kata Zaid.
Menurut Zaid, para ahli yang akan dihadirkan meliputi ahli keuangan, ahli administrasi negara, dan ahli hukum.
Gugatan Praperadilan Terkait Penetapan Tersangka
Gugatan praperadilan ini berkaitan dengan penetapan status tersangka Tom Lembong atas dugaan kasus korupsi impor gula periode 2015-2016, saat dia menjabat sebagai Menteri Perdagangan.
Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menyebutkan beberapa poin dalam permohonan praperadilan yang diajukan.
"Pertama, hak untuk mendapatkan penasihat hukum klien kami tidak diberikan kesempatan pada saat ditetapkan sebagai tersangka," kata Ari.
Ari menganggap hal ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan ketentuan hukum yang berlaku, yang seharusnya menjamin hak setiap individu untuk mendapatkan bantuan hukum.
Poin kedua yang diajukan adalah mengenai kurangnya bukti permulaan dalam penetapan tersangka terhadap Tom Lembong.
"Bukti yang digunakan oleh Kejagung tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan, yaitu minimal dua alat bukti sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)," jelas Ari.
Ari juga menyatakan bahwa tim penasihat hukum menilai proses penyidikan yang dilakukan Kejagung bersifat sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
"Terlebih lagi, tidak ada hasil audit yang menyatakan kerugian negara yang nyata akibat tindakan klien kami," tambahnya.
Penahanan Tom Lembong Dinilai Tidak Sah
Ari Yusuf Amir juga mengungkapkan bahwa penahanan terhadap Tom Lembong dianggap tidak sah dan tidak memenuhi syarat objektif serta subjektif penahanan.
"Tidak ada alasan yang cukup untuk mengkhawatirkan bahwa klien akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti," ujar Ari.
Selain itu, Ari menekankan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum dalam kasus ini, seperti memperkaya diri sendiri atau orang lain.
"Selain tidak adanya hasil audit yang menyatakan kerugian negara, juga tidak ada bukti yang menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan/atau korporasi," katanya.
Ari menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap Tom Lembong ini tidak hanya cacat hukum, tetapi juga berpotensi merugikan reputasi kliennya.
"Tanpa bukti yang jelas, penetapan tersangka ini tidak hanya cacat hukum, tetapi juga berpotensi merugikan reputasi klien kami," tandas Ari.(*)