PPATK Sebut Kecenderungan Judi Online Meningkat, Termasuk di Kalangan Anak di Bawah 10 Tahun
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan adanya peningkatan kecenderungan masyarakat untuk terlibat dalam judi online.
Berdasarkan analisis PPATK, jumlah uang yang disisihkan untuk judi online oleh masyarakat kini meningkat signifikan.
"Kami melihat, kalau dulu orang menerima Rp 1 juta, hanya Rp 100-200 ribu yang digunakan untuk judi online. Sekarang, mereka bisa menggunakan hingga Rp 900 ribu untuk berjudi online," ujar Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, dalam rapat kerja di Komisi III DPR, Jakarta, Rabu (6/11/2024).
Ivan menyebutkan, peningkatan ini menunjukkan adanya kecanduan yang semakin berkembang di kalangan masyarakat terhadap judi online.
"Judi online bisa dimainkan dengan modal yang sangat rendah. Dulu transaksi judi online bisa mencapai jutaan, sekarang dengan Rp 10.000 sudah bisa bermain," tambah Ivan.
Judi Online Merambah ke Anak-Anak di Bawah 10 Tahun
PPATK juga mengungkapkan kekhawatiran atas fenomena baru terkait pemain judi online yang semakin muda.
Ivan mengungkapkan bahwa saat ini ada anak-anak yang terlibat dalam judi online, bahkan yang masih berusia di bawah 10 tahun.
"Umur pemain judi online cenderung semakin merambah ke usia terendah, usia kurang dari 10 tahun," kata Ivan.
Selain itu, transaksi judi online kini semakin meluas dan tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, menjangkau daerah-daerah yang sebelumnya belum terpapar fenomena ini.
DPR Pertanyakan Komitmen PPATK dalam Pemberantasan Judi Online
Dalam rapat tersebut, anggota Komisi III DPR, Stevano Rizki Adranacus, menanyakan komitmen PPATK untuk memastikan tidak ada pegawainya yang terlibat dalam membekingi judi online.
"Komitmen apa yang akan diberikan Kepala PPATK untuk memastikan tidak ada oknum PPATK yang membekingi judi online?" tanya Stevano.
Stevano menyebutkan bahwa judi online kini telah berkembang menjadi masalah serius yang menggerogoti masyarakat Indonesia, bahkan lebih parah dari pandemi Covid-19.
"Judi online ini sudah menjadi wabah penyakit yang lebih parah dari Covid-19. Ini sudah setingkat epidemi yang melanda Indonesia, bukan hanya di daerah maju tetapi juga di daerah tertinggal seperti NTT," ujar Stevano.
Dia menegaskan bahwa judi online sudah merambah ke daerah-daerah yang termasuk dalam kategori termiskin, seperti NTT, di mana 20 persen penduduknya berada di bawah garis kemiskinan.
Stevano juga menyoroti kasus penangkapan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang diduga terlibat dalam membekingi judi online.
Keterlibatan aparatur negara dalam kasus ini sangat disesalkan oleh Stevano.
"Ini sangat memprihatinkan. Keterlibatan aparatur negara dalam kasus ini harus menjadi perhatian serius," tambahnya.
Seruan untuk Komitmen PPATK dalam Pemberantasan Judi Online
Stevano mengingatkan PPATK untuk lebih serius membantu aparat penegak hukum dalam memberantas penyebaran judi online.
Dia juga meminta agar PPATK memiliki komitmen konkret dalam memberantas kasus judi online, agar fenomena ini tidak semakin merajalela.
"Sejauh mana koordinasi PPATK dengan aparat penegak hukum dalam pemberantasan judi online? Kami berharap PPATK bisa memberikan peran lebih aktif," tegas Stevano.(*)