Industri susu sapi di Boyolali mengalami kelesuan dalam beberapa pekan terakhir. Ratusan ton susu tidak terserap oleh industri pengolahan susu (IPS), dengan alasan yang belum jelas. Program makan bergizi gratis dan status Boyolali sebagai ikon "Kota Susu" pun seolah menjadi ironi bagi petani dan peternak sapi perah di daerah tersebut.
Kondisi ini memicu seratusan petani, peternak, hingga peloper susu sapi Boyolali untuk turun ke jalan. Mereka menggelar aksi protes dengan membagikan susu gratis dan bahkan melakukan aksi buang susu serta mandi susu sebagai bentuk perlawanan terhadap masalah yang mereka hadapi.
Para peserta aksi membawa mobil bak terbuka berisi puluhan ken atau ketel besi tempat susu. Salah satu mobil juga membawa tangki besar yang berisi ribuan liter susu, hampir menyentuh 50 ton susu. Aksi dimulai pada Sabtu (9/11) pukul 11.00, berangkat dari Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Boyolali. Mereka juga memasang spanduk protes di setiap mobil, di antaranya bertuliskan "Frisian Flag Indonesia Tolong Utamakan Susu", "STOP SUSU IMPOR", dan "Susu Gratis; Pikir Peternak Sapi Perah".
Aksi tersebut berlanjut menuju Monumen Susu Tumpah di Boyolali, di mana ratusan masyarakat sudah menunggu dengan berbagai ukuran botol untuk mendapatkan susu gratis. Guru SDN 3 Mudal, Triyani, menyatakan bahwa mereka datang untuk membawa susu yang akan dibagikan kepada 97 siswa di sekolah tersebut. "Biar siswa juga bisa menikmati susu gratis ini, meski kami juga miris dengan kondisi peternak sapi perah," ungkapnya.
Sementara itu, beberapa peloper susu lainnya menggelar aksi mandi susu. Mereka mengguyurkan susu murni ke tubuh mereka dan bahkan ada yang masuk ke ken berukuran 20 liter susu. Dalam aksi tersebut, pengurus KUD Mojosongo, Sriyono, berbicara lantang, mengkritik kebijakan pemerintah yang terus mengimpor susu. "Boyolali Kota Susu ora isoh adol susu (Kota Susu tapi tidak bisa menjual susu)," ujarnya.
Salah seorang peternak dan peloper susu sapi asal Tamansari, Dono Nugroho, juga melakukan aksi mandi susu. Ia menyatakan bahwa aksi ini adalah bentuk protes terhadap pemerintah, mengingat puluhan bahkan ratusan ton susu sapi Boyolali yang ditolak oleh industri pengolahan susu dengan berbagai alasan. "Kami rugi banyak, kami butuh makan untuk sapi. Sapi juga tidak sedikit modalnya," ujar Dono.
Dono juga mempertanyakan nasib peternak dan peloper susu sapi yang telah menggeluti usaha ini selama puluhan tahun. "Terus gimana nasib kami di Boyolali ini? Tolong dipikirkan," katanya. Ia menjelaskan bahwa susu yang disetorkannya selalu memiliki kualitas bagus, namun terus ditolak oleh IPS. Akibatnya, ratusan liter susu tersebut akhirnya dibuang begitu saja.
Kondisi ini sudah berlangsung sejak awal September, dengan total kerugian yang ditanggung mencapai ratusan juta rupiah. Puncaknya terjadi dua minggu terakhir. "Kami tidak bisa mengambil susu dari petani karena mereka juga tidak bisa makan. Kalau kami ambil, kami tidak bisa menjualnya," ungkapnya.
Dono berharap agar ke depannya susu lokal lebih dipertahankan, baik oleh IPS maupun pemerintah, agar masyarakat yang menggantungkan hidup mereka dari usaha susu sapi perah dapat bertahan.
Aksi seratusan peternak ini berlanjut menuju TPA Winong, di mana aksi mandi susu juga berlangsung di sepanjang jalan. Mereka meminta agar pemerintah memberikan perhatian serius terhadap petani dan peternak sapi perah serta menghentikan impor susu. Peternak juga mendesak IPS untuk menyerap susu lokal dan menghentikan keran susu impor yang semakin mengancam keberlangsungan usaha mereka.(*)