Todung Mulya Lubis: Jokowi Bisa Diadili Jika Terbukti Melanggar Hukum
Todung Mulya Lubis, pengacara dan pakar hukum, menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa saja dihadapkan pada proses hukum, jika terbukti melanggar hukum.
Menurut Todung, situasi demokrasi Indonesia kini mengalami kemunduran, di mana kekuasaan negara semakin kuat sementara masyarakat sipil dan media semakin terpinggirkan.
Todung menggambarkan fenomena “strong state” (negara kuat) yang tidak diimbangi dengan “strong society” (masyarakat yang kuat). Ia menyebutkan bahwa Indonesia sedang berada dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan, di mana ruang kebebasan sipil semakin sempit.
“Fenomena strong state ini yang menciptakan situasi di mana kebebasan media dan masyarakat sipil makin terbatas,” kata Todung, yang dikutip dari YouTube Abraham Samad.
Menurutnya, penguasa kini menggunakan hukum untuk mengkriminalisasi pihak-pihak yang kritis terhadap pemerintah. Hal ini membuat demokrasi yang sudah berjalan sejak era reformasi kini berada di ambang regresi.
Todung mengkritisi keadaan di mana hukum yang seharusnya menjadi alat untuk melindungi rakyat, justru kini digunakan sebagai senjata untuk menekan pihak-pihak yang berseberangan dengan penguasa.
“Demokrasi kita mundur, bukan stagnan. Jika tidak ada perbaikan, maka kita hanya akan berputar di tempat,” ungkap Todung.
Ia melihat bahwa banyak partai politik di Indonesia yang tidak lagi menjunjung tinggi ideologi, melainkan lebih terfokus pada pembagian kekuasaan, yang mengarah pada terjadinya sistem yang kurang demokratis.
Terkait pertanyaan apakah Jokowi harus diadili setelah masa jabatannya berakhir, Todung menyatakan bahwa hal tersebut mungkin saja terjadi, tergantung pada bukti yang ada.
Ia mengingatkan bahwa prinsip hukum harus tetap dipegang, yaitu semua orang harus bertanggung jawab atas pelanggaran yang mereka lakukan.
“Jokowi, seperti siapapun, harus mempertanggungjawabkan tindakan hukum yang dilakukannya,” tegas Todung.
Namun, Todung juga menyadari tantangan besar yang dihadapi Indonesia dalam mewujudkan sistem hukum yang adil. Di Indonesia, budaya melupakan dan memaafkan yang sangat kental membuat proses hukum terhadap mantan presiden menjadi sangat sulit.
“Kita harus belajar dari negara lain seperti Malaysia yang mulai memproses hukum terhadap mantan presidennya. Indonesia harus berani menegakkan hukum tanpa pandang bulu,” pungkas Todung.
Todung berharap agar masyarakat sipil di Indonesia kembali bangkit dan memainkan peran penting dalam mengawal demokrasi.(*)