Tumpang-Tindih Kewenangan KPK dan Kejaksaan Dinilai Bisa Timbulkan Gesekan Antar Institusi
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, mengungkapkan adanya fenomena tumpang-tindih kewenangan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan yang berpotensi menimbulkan gesekan antar kedua institusi tersebut.
Menurut Haidar, kedua lembaga tersebut kini bak “matahari kembar,” dengan kewenangan yang tumpang tindih dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini, menurutnya, dapat mengakibatkan kekacauan dalam penegakan hukum di Indonesia.
“Fenomena matahari kembar ini juga menyebabkan kekacauan penegakan hukum khususnya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi,” ujar Haidar melalui keterangan tertulis pada Selasa (12/11/2024).
Dalam undang-undang yang berlaku, baik KPK maupun Kejaksaan memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap kasus korupsi. Sementara itu, Polri hanya memiliki kewenangan terbatas dalam hal penyelidikan dan penyidikan.
Haidar menilai, meskipun Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK sudah mengatur kewenangan masing-masing lembaga, pelaksanaannya justru kacau. Pasal 11 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa kasus korupsi dengan kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar ditangani oleh KPK, sementara yang di bawah Rp1 miliar diserahkan kepada Kejaksaan atau Polri.
Namun, kenyataannya, KPK sering kali menangani kasus-kasus kecil, sedangkan Kejaksaan yang seharusnya menangani kasus kecil malah mengambil alih kasus besar, seperti kasus Asabri, Jiwasraya, dan BTS Kominfo.
“Pelaksanannya kacau-balau. KPK yang seharusnya menangani kasus besar malah sering menangani kasus kecil,” ungkap Haidar. “Sebaliknya, Kejaksaan yang seharusnya menangani kasus kecil malah mengambil kasus besar seperti Asabri, Jiwasraya, BTS Kominfo, kasus Timah, dan lain-lain. Hanya Polri yang ‘on the track’, tertib sesuai Undang-Undang,” lanjutnya.
Haidar menduga bahwa fenomena ini mungkin disebabkan oleh ketidakmampuan KPK dalam menangani kasus besar atau ambisi Kejaksaan untuk menjadi lembaga yang lebih berkuasa. Ia juga menilai bahwa kritik terhadap kedua lembaga ini seringkali dianggap sebagai upaya perlawanan balik terhadap koruptor, yang malah memperburuk situasi.
Sebagai langkah untuk mengatasi kekacauan ini, Haidar menyarankan agar Presiden Prabowo Subianto, Menko Polkam, dan DPR melakukan evaluasi terhadap kinerja KPK dan Kejaksaan. Haidar menegaskan bahwa kekacauan dalam penegakan hukum akan sulit diselesaikan jika tidak ada tertib dalam bernegara.
“Presiden Prabowo Subianto, Menko Polkam, dan DPR bisa mengevaluasi KPK dan Kejaksaan. Sebab mustahil mewujudkan Indonesia Emas dengan kekacauan penegakan hukum karena tidak tertib dalam bernegara,” pungkasnya.(*)