Penolakan Kenaikan PPN Jadi 12 Persen di Tahun 2025
Wacana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun 2025 menuai penolakan dari berbagai kalangan, termasuk masyarakat dan pengamat ekonomi. Banyak pihak yang menyatakan keberatannya, dengan alasan bahwa kenaikan ini akan semakin memperberat beban hidup rakyat, mengingat kemampuan masyarakat untuk membayar PPN sebesar 12 persen dinilai tidak memadai.
Ekonom Didik Rachbini, yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Paramadina, menyampaikan penolakan terhadap rencana pemerintah tersebut. Menurutnya, ada banyak faktor yang membuat wacana kenaikan PPN ini tidak bisa dilaksanakan begitu saja. Didik berpendapat bahwa aturan tersebut tidak perlu dilanjutkan jika kondisi ekonomi dan masyarakat belum stabil.
“Jadi menaikkan pajak tuh setelah dia berhasil, jadi dalam keadaan kayak begini tuh ngarang. Itu mungkin sifatnya politis, dan lumayan ngawur,” ujar Didik Rachbini kepada Pikiran-Rakyat.com, Sabtu (9/11/2024).
Didik juga mengingatkan agar pemerintah di era Prabowo tidak terlalu ambisius dengan target ekonomi. Menurutnya, yang terpenting adalah menjaga kondisi rakyat agar tidak semakin sengsara di tengah kesulitan ekonomi. “Ini yang bikin kan pemerintah sebelumnya, ya koreksi. Dan juga pemerintah yang sekarang tidak usah muluk-muluk, tidak usah mabok, mimpi di atas, gak usah, realistis aja,” tambahnya.
Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada tahun 2025 sebenarnya merupakan bagian dari upaya reformasi perpajakan yang telah dipaparkan oleh pihak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Rencananya, tarif PPN ini akan dinaikkan pada 1 Januari 2025, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Pasal 7 ayat 1.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN ini bukan tanpa alasan. Salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan penerimaan negara, karena PPN memegang peran penting dalam mendanai berbagai program pemerintah. Selain itu, kenaikan PPN ini juga dimaksudkan untuk memperbaiki ekonomi pasca-Covid-19 dan mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri.
Alasan lainnya adalah untuk menyesuaikan tarif PPN Indonesia dengan standar internasional. PPN Indonesia yang saat ini berada di angka 11 persen dianggap masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya. Dengan kenaikan ini, pemerintah berharap dapat menjaga stabilitas ekonomi negara dalam jangka panjang.(*)