Kasus Guru Honorer Supriyani Memasuki Babak Baru, Ditengah Tuduhan dan Sidang di Pengadilan
Kasus dugaan kekerasan oleh seorang guru honorer asal Konawe Selatan, Supriyani, terhadap anak muridnya kini memasuki babak baru di Pengadilan Negeri Andoolo. Supriyani didakwa melakukan pemukulan terhadap anak dari anggota polisi Aiptu Wibowo Hasyim, atau Aiptu HW. Saat ini, kasus tersebut sedang dalam proses persidangan.
Pengakuan baru datang dari wali kelas siswa tersebut, Lilis, yang memberikan kesaksiannya kepada penyidik. Menurut Lilis, Supriyani tidak mungkin memukul murid pada tanggal yang dituduhkan, Rabu, 24 April 2024, karena saat itu Supriyani mengajar di kelas yang berbeda.
Pada Rabu (6/11/2024), Lilis diperiksa oleh penyidik di Mako Polda Sulawesi Tenggara, bersama dengan Supriyani dan suaminya, Katiran. Dalam pemeriksaan tersebut, Lilis menyatakan bahwa pada hari kejadian dirinya berada di kelas mengajar hingga jam pulang tanpa menyaksikan adanya insiden pemukulan.
Lilis menyebut dirinya pertama kali mengetahui dugaan kekerasan tersebut pada Jumat, 26 April, setelah dihubungi oleh orang tua murid. Dalam percakapannya dengan Aiptu HW, wali kelas tersebut sempat mempertanyakan kronologi insiden tersebut. Namun, ketika anak dari Aiptu HW mengaku luka karena jatuh di sawah, ponsel Lilis tiba-tiba direbut oleh orang tua murid tersebut.
Supriyani dan Katiran juga menyampaikan bahwa mereka dipanggil ke Polsek Baito pada 26 April 2024, di mana mereka diberitahu bahwa Supriyani dituduh memukul siswa tersebut dengan sapu ijuk hingga menyebabkan memar di bagian paha. Supriyani membantah tuduhan tersebut, karena pada waktu kejadian ia sedang mengajar di kelas lain.
Meski menyangkal tuduhan, penyidik Polsek Baito mengarahkan Supriyani untuk meminta maaf kepada orang tua murid dengan harapan agar kasus dapat segera diselesaikan. Didampingi Kepala Sekolah, Supriyani kemudian mendatangi rumah pelapor dan menyampaikan permintaan maaf, meskipun tidak mengakui tuduhan pemukulan.
Permintaan uang damai sebesar Rp50 juta disebutkan sempat diajukan oleh orang tua murid untuk menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan. Namun, karena tidak mampu membayar jumlah tersebut, Supriyani akhirnya ditahan di Lapas Perempuan Kendari oleh Kejaksaan Negeri Konawe Selatan.
Kasus ini kemudian berlanjut ke tahap pengadilan, di mana Supriyani telah menjalani enam kali persidangan. Pada sidang sebelumnya, saksi ahli forensik dari Rumah Sakit Bhayangkara Kendari, dr. Raja Al Fath Widya Iswara, memberikan kesaksiannya di depan pengadilan. Sidang lanjutan dijadwalkan pada Senin, 11 November 2024, dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.
Selain menghadapi proses hukum, Supriyani kini dihadapkan pada masalah baru, yakni surat somasi dari Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan. Dalam surat somasi tersebut, Supriyani dituduh mencemarkan nama baik Bupati Konawe Selatan Surunuddin Dangga setelah mencabut surat kesepakatan damai yang sempat ditandatanganinya. Supriyani menyatakan bahwa ia menandatangani surat tersebut dalam kondisi tertekan dan tanpa mengetahui maksud dari isi kesepakatan.
Kasus ini menuai perhatian publik dan reaksi dari berbagai pihak, termasuk Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulawesi Tenggara. Sementara itu, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara telah melakukan pemeriksaan terhadap beberapa jaksa terkait penanganan kasus Supriyani. Selain itu, Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara juga telah memeriksa tujuh personel polisi terkait dugaan pelanggaran etik dalam kasus ini. Dua di antara personel yang diperiksa adalah Kapolsek Baito dan Kanitreskrimnya.
Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Pol Moch Sholeh, memastikan bahwa pihaknya akan mendalami dugaan permintaan uang damai Rp50 juta yang diajukan kepada Supriyani. Proses penyelidikan juga akan mencakup tahapan penanganan kasus, mulai dari penyelidikan hingga pelimpahan kasus ke pengadilan.(*)