Pemerintah Jokowi Diproyeksikan Gagal Capai Sebagian Besar Target Pembangunan RPJMN 2020-2024
Dalam akhir masa pemerintahannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadapi kenyataan bahwa sejumlah target pembangunan yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 diproyeksikan tidak akan tercapai. Hal ini disampaikan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Rachmat Pambudy, dalam rapat bersama Komisi XI DPR pada Rabu, 13 November 2024. Dalam rapat tersebut, Rachmat mengungkapkan bahwa ada beberapa indikator yang tidak mencapai target yang telah ditetapkan, baik dalam sektor ekonomi, sosial, hingga energi.
Indikator Ekonomi yang Melenceng
Pertumbuhan ekonomi nasional, yang diharapkan mencapai kisaran 6,2-6,5 persen sesuai RPJMN, tercatat hanya sebesar 5,05 persen pada 2023. Meskipun sedikit lebih tinggi dibandingkan baseline 2019 yang sebesar 5,02 persen, angka ini tetap jauh dari target yang ditetapkan untuk akhir masa jabatan Presiden Jokowi.
Selain itu, sektor investasi juga tidak berhasil mencapai target yang telah ditetapkan dalam RPJMN. Pertumbuhan investasi pada 2023 hanya tercatat sebesar 4,4 persen, sedikit lebih rendah dari baseline 2019 yang mencapai 4,5 persen. Padahal, RPJMN menargetkan pertumbuhan investasi berada di kisaran 6,6 hingga 7 persen. Dengan perkembangan ini, diperkirakan sektor investasi tidak akan mencapai target yang ditetapkan hingga akhir 2024.
Kontribusi sektor industri pengolahan terhadap perekonomian juga belum memenuhi harapan. RPJMN menargetkan kontribusi industri pengolahan sebesar 21 persen pada 2024, namun pada 2023 kontribusinya hanya mencapai 18,67 persen, lebih rendah dari baseline 2019 yang sebesar 19,7 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan belum berfungsi sebagai motor penggerak perekonomian seperti yang diharapkan.
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) juga gagal menurunkan angka secara signifikan. Meski semula ditargetkan berada di kisaran 3,6-4,3 persen, pada 2023, TPT tercatat 5,32 persen, sedikit lebih tinggi dari baseline 2019 yang sebesar 5,23 persen. Hal ini menandakan bahwa sektor lapangan pekerjaan belum mampu menyerap tenaga kerja secara optimal selama pemerintahan Jokowi.
Kesejahteraan Sosial: Kemiskinan dan Ketimpangan Masih Tinggi
Di sektor kesejahteraan sosial, sejumlah indikator juga menunjukkan hasil yang kurang menggembirakan. Tingkat kemiskinan yang awalnya ditargetkan berada di kisaran 6 hingga 7 persen pada 2024, justru tercatat 9,36 persen pada 2023. Angka ini menunjukkan bahwa pemerintah kesulitan menurunkan jumlah penduduk miskin dalam waktu yang tersisa.
Indikator ketimpangan sosial yang diukur melalui rasio gini juga stagnan. Rasio gini pada 2023 tercatat 0,388, sedikit lebih tinggi dari baseline 2019 yang sebesar 0,38. RPJMN sendiri menargetkan rasio gini pada angka 0,36, yang menunjukkan adanya ketimpangan yang lebih rendah. Meski ada peningkatan pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kenaikan ini tidak sejalan dengan target yang ditetapkan, sehingga belum mampu memberikan dampak signifikan dalam pemerataan kesejahteraan sosial di seluruh wilayah Indonesia.
Indikator Sosial: Nilai Tukar Petani Menunjukkan Peningkatan Positif
Di sisi positif, sektor sosial menunjukkan kemajuan dalam hal nilai tukar petani (NTP). NTP tercatat 112,46 pada 2023, meningkat dari baseline 100,90 pada 2019 dan melampaui target RPJMN yang sebesar 105. Peningkatan NTP ini menandakan adanya perbaikan daya beli petani, yang menjadi salah satu pencapaian positif di sektor sosial ekonomi.
Sektor Energi dan Pangan: Beberapa Target Tidak Terpenuhi
Sektor energi dan pangan juga menghadapi tantangan dalam mencapai target yang telah ditetapkan. Ketersediaan beras, yang semula ditargetkan mencapai 46,8 juta ton pada 2024, hanya tercatat sekitar 38 juta ton pada 2023. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan pangan masih menjadi masalah besar bagi pemerintah, yang harus bekerja keras untuk mencapai target tersebut dalam sisa waktu yang ada.
Begitu pula dengan bauran energi baru terbarukan (EBT), yang ditargetkan mencapai 23 persen pada 2024. Meskipun terdapat peningkatan dari baseline 9,19 persen menjadi 13,21 persen pada 2023, capaian ini masih jauh dari target yang telah ditetapkan. Hal ini menggambarkan tantangan besar yang dihadapi pemerintah dalam mencapai transisi energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan.
Pengurangan Emisi: Satu-satunya Capaian Positif di Sektor Lingkungan
Sektor lingkungan menunjukkan satu capaian positif, yaitu pengurangan emisi gas rumah kaca. Meskipun data rinci tidak dijelaskan, pencapaian ini menjadi indikasi positif terhadap komitmen Indonesia dalam mengurangi dampak perubahan iklim dan mencapai target emisi global yang telah disepakati.
Dengan berakhirnya masa pemerintahan Presiden Jokowi, sejumlah target yang meleset menunjukkan tantangan besar dalam mencapai sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dalam RPJMN. Meskipun ada beberapa pencapaian positif, seperti nilai tukar petani dan pengurangan emisi, sektor ekonomi, kesejahteraan sosial, serta ketimpangan sosial masih menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah yang akan datang.(*)