Jakarta — Menjelang Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 27 November 2024, Organisasi Masyarakat (Ormas) Madas Nusantara membentuk “Satgas Pemantau Senyap” untuk mengantisipasi praktik money politik (politik uang) yang mungkin dilakukan oleh tim pasangan calon (Paslon) kepada warga.
“Brigade Komando (Brikom) Madas Nusantara mengendus akan adanya operasi serangan fajar oleh salah satu Paslon yang khawatir suaranya kecil. Tentu rumor itu kami sikapi dengan membentuk Satgas Pengawas Senyap (Tertutup),” tegas Ketua Umum Madas Nusantara, HM. Jusuf Rizal, SH, kepada media di sekretariat Madas Nusantara, Tebet, Jakarta Selatan, pada Rabu (6/11/2024). Jusuf didampingi oleh Ketua Harian HA. Fauzi dan Sekjen H. Fauzi.
Satgas Pengawas Senyap ini bergerak secara diam-diam tanpa bentuk yang diketahui masyarakat umum. Satgas ini akan memanfaatkan jaringan Madas Nusantara di tingkat bawah, termasuk pedagang, penjual ikan, pedagang sate, hingga jual barang rosokan. Mereka akan bertindak sebagai mata dan telinga demi menjaga agar pelaksanaan Pilkada tetap bebas dari praktik money politik.
“Berdasarkan pengalaman kami sebagai pemantau Pemilu, titik rawan money politik biasanya terjadi H minus satu. Bentuknya bisa berupa uang (amplop), paket sembako, pulsa elektronik, atau bantuan sosial lainnya. Kami juga mencurigai adanya manipulasi dengan teknologi informasi dalam proses perhitungan suara,” jelas Jusuf Rizal, yang juga merupakan Presiden LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat).
Selain melalui Satgas Pemantau Senyap, Jusuf Rizal juga mengungkapkan bahwa pihaknya akan melibatkan wartawan untuk menyoroti praktik money politik yang mungkin terjadi di lapangan. Dengan begitu, gerakan pihak-pihak yang terlibat dalam kecurangan akan semakin terbatas.
Jika ditemukan adanya praktik money politik, Satgas Pengawas Senyap yang dikomandoi Brikom Madas Nusantara akan langsung mengeksekusi dan membawa kasus tersebut ke Sentra Gakumdu (Interkoneksi Lembaga Dalam Penanganan Tindak Pemilu). Tim Satgas terdiri dari orang-orang yang berani dan sudah dibekali aspek hukum serta kemampuan fisik.
“Kami ingin Pemilihan Gubernur DKI Jakarta berlangsung Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) dan Jurdil (Jujur dan Adil). Jangan ada intervensi atau cawe-cawe yang merusak kualitas demokrasi. Apalagi dengan adanya survei-survei bayaran, kami akan gruduk,” tegas Jusuf Rizal, yang juga aktif dalam gerakan anti-korupsi dan menjabat sebagai Ketua Umum Indonesian Journalist Watch (IJW).
Berdasarkan survei terbaru Litbang Kompas, pasangan nomor urut 3, Pramono-Rano, memiliki elektabilitas sebesar 38,3%, disusul Ridwan Kanil-Suswono dengan 34,6%, dan Dharma-Kun dengan 3,3%. Sementara 23% pemilih lainnya masih belum menentukan sikap. Madas Nusantara menilai bahwa perbedaan elektabilitas yang tipis ini berpotensi meningkatkan praktik money politik pada Pilkada DKI Jakarta mendatang.(*)