Pemblokiran rekening UD Pramono yang menampung susu dari 1.300 peternak sapi perah oleh KPP Pratama Boyolali belum selesai, kini muncul masalah baru. Ratusan ton susu dari peternak sapi perah di Boyolali ditolak oleh industri pengolahan susu (IPS), yang menyebabkan susu tersebut terpaksa dibuang. Kejadian ini terjadi di Kecamatan Musuk, Boyolali.
Sebagian susu sapi yang ditolak tersebut akhirnya dibagikan kepada masyarakat di simpang lima Boyolali pada Jumat (8/11/2024). Di Boyolali, terdapat 8 pengepul dan puluhan peloper susu yang turut terdampak oleh kondisi ini. Sugianto, seorang peloper susu di Kecamatan Musuk, Boyolali, menjelaskan bahwa IPS menolak susu dari Boyolali dengan alasan perawatan mesin. Namun, menurut Sugianto, alasan tersebut dirasa tidak masuk akal.
"Padahal tidak mungkin itu (menolak setoran susu karena perawatan mesin)," ujar Sugianto. Ia menambahkan bahwa masalah utama adalah pembukaan kran impor susu oleh Menteri Perdagangan. "Kami berharap impornya ditutup. Kami siap menyuplai kebutuhan susu nasional meskipun (pasokannya) masih kurang," imbuhnya.
Selama dua pekan terakhir, Sugianto telah menampung 33 ton susu dari peternak sapi perah, dengan sekitar 1.000 peternak menjadi mitranya. Namun, karena susu ditolak oleh IPS, ia terpaksa membuang susu yang telah ditampung. "Saya sudah buang 33 ton susu. Saya enggak bisa menolak (setoran susu) dari peternak kasihan. Jadi tetap saya ambil (beli)," terang Sugianto.
Meskipun sudah merugi hingga Rp 1,5 miliar, Sugianto tetap membeli susu dari peternak dengan cara menjual mobil dan tanahnya. "Kami beli dari petani Rp 7,3 ribu per liter susu. Kalau seperti ini, ya enggak kuat kami," lanjutnya. Dalam sepekan, ia membeli susu dari peternak dengan total sekitar Rp 350 juta dan menggunakan mesin pendingin susu untuk menampungnya.
Sugianto, bersama pengepul dan peloper susu di Boyolali, mendesak pemerintah agar segera menutup kran impor susu dan membuka kuota bagi susu lokal dari petani dan peternak. "IPS dibuka kuotanya untuk (terima setoran susu) dari petani, peternak, dan pengepul susu lokal," tegasnya.
Pembuangan susu sapi juga dilakukan oleh KUD Mojosongo, Boyolali. Sriyono, pengurus KUD Mojosongo, mengungkapkan bahwa hingga Jumat (8/11/2024), pihaknya telah membuang 50 ton susu sapi. Produksi susu yang ditolak oleh IPS juga dibagikan kepada masyarakat di simpang lima Boyolali. Serupa dengan KUD Mojosongo, pengepul dan peloper susu lainnya di Boyolali juga mengalami hal yang sama.
"Produksi susu dari peternak di Boyolali tidak bisa terserap semua ke industri karena ada pembatasan kuota di IPS," ujar Sriyono. Biasanya, KUD Mojosongo menyetorkan 23 ton susu sapi ke IPS, namun saat ini yang terserap hanya 17 ton susu sapi. "Kondisi ini terjadi merata di semua koperasi yang ada di Boyolali," tambahnya.
Sriyono menjelaskan bahwa dalam sehari, produksi susu di Boyolali mencapai sekitar 140 ton. Dari jumlah tersebut, yang terserap IPS hanya sekitar 110 ton, sementara sisa 30 ton susu sapi akhirnya dibuang. "Tidak bisa kami pasarkan lagi. Karena susu sapi nggak mampu bertahan lama," tuturnya. Ia juga menambahkan bahwa penolakan komoditas susu dari Boyolali oleh IPS lebih disebabkan oleh membanjirnya susu impor.
"Produksi nasional baru di angka 20 persen, yang 80 persennya kan masih impor. Kalau memang pasar sepi, seharusnya impor yang dikurangi agar susu peternak nasional terserap semua," papar Sriyono.
Pembuangan susu juga dilakukan oleh Wartono, peloper susu asal Desa Karangkendal, Kecamatan Tamansari, Boyolali. "Saya buang susu sudah lima hari. Kerugiannya sekitar Rp 100 juta. Padahal saya ini hanya petani dan pengepul susu," ucapnya.
Penolakan produk susu dari Boyolali oleh IPS telah dilaporkan ke Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Boyolali untuk mendapatkan solusi atas masalah ini.(*)