Kanit Intelkam Polsek Baito Diduga Rekayasa Kasus Penganiayaan, Upaya Damai Kandaskan
Aipda Wibowo Hasyim, Kanit Intelkam Polsek Baito di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, kini menghadapi masalah serius setelah upaya damainya dengan guru honorer Supriyani kandas.
Sebelumnya, Aipda WH bersikeras untuk memenjarakan Supriyani dengan tuduhan penganiayaan terhadap anaknya.
Kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan, mengungkap adanya dugaan rekayasa dalam kasus yang menjerat kliennya.
Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Senin (4/11/2024), Andri mengungkap dugaan rekayasa dalam pengambilan barang bukti berupa visum korban.
Menurut Andri, pengambilan visum korban dilakukan tanpa mengikuti prosedur yang benar.
Ia menjelaskan bahwa Aipda WH dan istrinya, NF, membawa anak mereka, D, untuk menjalani visum sebelum membuat laporan polisi.
"Ada pengambilan alat bukti lebih dulu, sebelum ada laporan polisi. Itu 'kan sudah pelanggaran, termasuk visum yang amburadul," ujar Andri.
Andri juga menekankan bahwa Aipda WH, meskipun seorang anggota polisi, tidak memiliki wewenang untuk membuat surat pengantar visum bagi anaknya sendiri.
"Walaupun dia masih anggota polisi, tapi itu bukan tupoksi dia. Karena itu kewenangan penyidik," jelas Andri pada Jumat (1/11/2024).
Ia juga menambahkan bahwa saat visum dilakukan, tidak ada penyidik yang mengantar, dan justru orang tua korban yang membawa langsung.
Lebih lanjut, Andri menyoroti kompetensi dokter yang melakukan visum terhadap anak Aipda WH.
Dokter tersebut, menurut Andri, adalah seorang dokter umum, bukan dokter forensik, yang seharusnya lebih kompeten dalam menilai penyebab luka.
"Kami menilai dokter ini tidak kompeten menilai luka, karena dokter umum, bukan dokter forensik," ungkapnya.
Oleh karena itu, pihaknya berencana untuk menghadirkan dokter forensik guna memastikan penyebab luka pada korban.
"Kami menduga luka ini disebabkan oleh hal lain," tambah Andri.
Dalam sidang tersebut, Andri juga menyinggung keterangan saksi ahli yang menyebut adanya kelemahan dalam kesaksian anak-anak.
Menurut Reza Indragiri Amriel, kesaksian anak-anak sering kali diragukan karena dapat berubah mengikuti keinginan pihak yang bertanya.
"Keterangan anak harus hati-hati, karena banyak kelemahan dan anak-anak itu paling rentan dipengaruhi pihak lain untuk memberikan keterangan," kata Andri mengutip pernyataan Reza.
Sebagai informasi, anak Aipda WH awalnya mengaku terjatuh di sawah saat ditanya ibunya mengenai luka yang dialaminya.
Namun, setelah ditanya ulang oleh ayahnya, anak tersebut mengaku dipukul oleh Supriyani.
Sidang lanjutan ini juga mengungkap perbedaan kesaksian antara orang tua korban dan seorang guru bernama Lilis.
Pada Rabu (30/10/2024), Andri menyebut bahwa Ibu Lilis hadir di kelas pada waktu kejadian yang diduga sebagai waktu penganiayaan.
Menurut Andri, Ibu Lilis hanya meninggalkan kelas untuk absen selama kurang dari lima menit dan tidak ada kejadian apapun saat itu.
"Sudah kami konfirmasi bahwa pada pukul 8.30 Wita, Ibu Lilis masih di dalam ruangan dan tidak ada kejadian apa-apa," ujar Andri.
Ia juga menyoroti bahwa hanya dua dari 17 murid yang mengaku melihat kejadian tersebut, sedangkan saksi lainnya, W, yang terdaftar dalam laporan polisi, tidak dihadirkan.
Menurut Ibu Lilis, W mengaku tidak pernah melihat adanya pemukulan oleh Supriyani.
Sebagai informasi tambahan, kasus ini pertama kali mencuat di media sosial pada 21 Oktober 2024.
Kapolres Konawe Selatan, Febry Sam Laode, menyatakan bahwa mediasi telah dilakukan beberapa kali sejak kasus dilaporkan pada April 2024.
Namun, karena tidak ada kesepakatan, kasus ini pun naik ke tahap penyidikan, dan Supriyani akhirnya ditahan dan menjalani proses persidangan.(*)