Ekonom Senior Fuad Bawazier Ungkap Tantangan Ekonomi dan Harapan Terhadap Menteri Lama
Ekonom senior Fuad Bawazier mengungkapkan pandangannya terkait penunjukan kembali menteri-menteri lama dalam kabinet.
Menurut Fuad Bawazier, meskipun ada harapan untuk keberhasilan, jika pemerintah tidak mampu menyelesaikan masalah mendasar, publik harus bersiap menerima hasilnya dengan lapang dada.
Fuad Bawazier menekankan bahwa kondisi ekonomi saat ini sedang tidak baik.
Ia menyatakan bahwa meskipun ada sisi positif yang bisa dibicarakan, banyak masalah yang mengganggu stabilitas ekonomi, seperti korupsi dan penyalahgunaan hukum.
"Mana ada negara yang bisa sukses kalau dirongrong dengan korupsi? Narkoba marak ini menunjukkan bahwa aparat penegak hukum tidak berjalan dengan baik," ujar Fuad Bawazier yang dikutip dari YouTube Indonesia Lawyers Club.
Pernyataan ini menggambarkan perlunya langkah konkret untuk memberantas praktik korupsi yang semakin meluas.
Fuad Bawazier juga mengingatkan bahwa tahun 2025 akan menjadi tahun yang berat bagi perekonomian Indonesia.
"Ada utang yang jatuh tempo sebanyak 800 triliun, belum termasuk bunga yang mencapai 550 triliun," jelasnya.
Dengan angka tersebut, Fuad Bawazier mengingatkan pentingnya pengalaman para menteri dalam menangani masalah keuangan negara.
Harapan besar diletakkan pada mereka untuk menyelesaikan krisis utang yang membayangi.
Selain masalah utang, Fuad Bawazier juga menyoroti sejumlah tantangan lain yang harus dihadapi oleh kabinet saat ini, termasuk kemiskinan dan pengangguran.
"Pekerjaan rumahnya banyak sekali, dan kelompok menengah ke bawah semakin tertekan," ungkapnya.
Ia berpendapat bahwa pengalaman para menteri lama sangat penting untuk menghadapi tantangan ini dan meneruskan program-program yang sudah ada.
Fuad Bawazier menegaskan bahwa jika kabinet tidak mampu memberikan hasil yang nyata, maka masyarakat harus siap menerima kenyataan tersebut.
"Jika tidak ada perubahan yang signifikan, ya sudah wassalam," tegasnya.
Selain itu, Fuad Bawazier mengingatkan masyarakat harus siap untuk menerima konsekuensi dari ketidakberhasilan tersebut.***