Partai Buruh dan Serikat Pekerja Gugat UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi
Partai Buruh bersama beberapa serikat pekerja telah melakukan gugatan atau uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi.
Hari ini, Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan uji materi UU Cipta Kerja.
Pemohon dari gugatan tersebut terdiri dari Partai Buruh, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), serta dua orang buruh sebagai pemohon perorangan.
Dalam permohonan yang memiliki tebal lebih dari 300 halaman itu, Partai Buruh meminta Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan sejumlah norma dalam UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan kaum buruh.
Ketua Tim Kuasa Hukum Partai Buruh, Said Salahudin, menyampaikan bahwa Partai Buruh menguji konstitusionalitas tujuh isu perburuhan yang diatur dalam UU Cipta Kerja.
Tujuh isu tersebut mencakup tenaga kerja asing (TKA), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) untuk pekerja kontrak, outsourcing atau pekerja alih daya, cuti, upah, pemutusan hubungan kerja (PHK), dan isu pesangon.
"Walaupun MK belum membacakan amar putusan, tetapi dari pembacaan pertimbangan hukum yang disampaikan di persidangan sudah dapat diketahui bahwa MK akan mengabulkan beberapa norma yang diuji oleh Partai Buruh," kata Said, seperti dikutip pada Kamis (31/10/2024).
Adapun pasal yang digugat meliputi:
- Pengaturan TKA untuk Pasal 42 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 3 dan Pasal 42 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 4.
- Pengaturan PKWT untuk Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 dan Pasal 57 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 12.
- Pengaturan outsourcing untuk Pasal 64 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 18.
- Pengaturan cuti untuk Pasal 79 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 25 dan Pasal 79 ayat (5) dalam Pasal 81 angka 25.
Tanggapan Terhadap Kebijakan Cipta Kerja
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menilai bahwa Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja dapat menghambat kebijakan Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Said Iqbal, penerapan UU Cipta Kerja menyebabkan banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja.
"Justru Omnibus Law menghambat kebijakan Presiden Prabowo. Omnibus Law disiapkan untuk menciptakan lapangan kerja," ujar Said Iqbal di Kawasan Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, pada Kamis (31/10/2024).
"Yang ada justru PHK, upah termurah se-dunia, bahkan se-dunia akhirat kali, kalau bahasa bercanda kita, se-dunia akhirat upah termurah itu di Jawa Tengah. Periksa di mana yang paling banyak PHK, di Jawa Tengah," tambah Said Iqbal.
Said Iqbal berpendapat bahwa UU Cipta Kerja hanya merupakan akal-akalan untuk memberikan upah murah kepada pekerja di Indonesia.
Dirinya meminta Presiden Prabowo untuk menolak UU Cipta Kerja.
"Berarti untuk apa ada Omnibus Law? Itu hanya akal-akalan," ucapnya.
Said Iqbal menegaskan bahwa Presiden Prabowo harus menunjukkan bahwa dirinya memiliki jiwa ekonomi Pancasila.
Penerapan UU Cipta Kerja, menurut Said Iqbal, adalah bentuk neokapitalisme.
"Nah, jika Pak Prabowo dan kabinetnya mengulang kembali apa yang sudah diputuskan dalam Omnibus Law oleh pemerintahan sebelumnya, maka pemerintahan Pak Prabowo adalah neokapitalisme," katanya.
"Neoliberalisme, bukan ekonomi Pancasila. Hanya berhenti di retorika dan pidato-pidato. Tapi kami percaya Pak Prabowo akan meminta kabinetnya untuk menghapus Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja melalui Mahkamah Konstitusi," tambahnya.
Seperti diketahui, buruh dari berbagai elemen telah menggelar aksi menuntut Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan putusan uji materi terhadap Undang-Undang Cipta Kerja.(*)