Menjelang berakhirnya masa jabatan Presiden Joko Widodo pada 20 Oktober 2024 dan pelantikan Presiden terpilih Prabowo Subianto, sejumlah kelompok masyarakat menggelar aksi persiapan untuk menuntut pertanggungjawaban mantan presiden. Kelompok-kelompok ini menuduh Jokowi sebagai “penjahat” yang menyebabkan penderitaan rakyat akibat kebijakan ekonomi yang dinilai menguntungkan oligarki dan proyek OBOR (One Belt One Road), yang menurut mereka menindas pribumi.
Aksi yang digelar di beberapa tempat ini mencerminkan kemarahan sejumlah pihak terhadap kebijakan-kebijakan Jokowi yang dianggap gagal menciptakan lapangan pekerjaan dan memberatkan rakyat. Mereka menuduh pemerintahannya telah menekan kebebasan berpendapat dan berekspresi, seperti yang terjadi dalam pembubaran diskusi Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Kemang, Jakarta, beberapa waktu lalu. Diskusi tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh nasional seperti Din Syamsuddin, Ustaz Eka Jaya, Jumhur Hidayat, dan Marwan Batu Bata, namun dibubarkan oleh aparat keamanan, yang dianggap sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Pada acara silaturahmi yang diadakan di Rumah Makan Al Jazera, Menteng, 1 Oktober 2024, sejumlah tokoh dari berbagai elemen masyarakat berkumpul dan memberikan orasi terkait perubahan politik yang akan terjadi setelah 20 Oktober 2024. Di antara mereka yang hadir dan memberikan pidato adalah Amien Rais, Refly Harun, Edi Mulyadi, Ruslan Buton, Faisal Asegaf, Said Didu, dan Gatot Nurmantyo. Selain itu, orasi juga dilakukan oleh berbagai tokoh dari kalangan aktivis, akademisi, serta politisi yang menandatangani pernyataan bersama.
Faisal Asegaf, Ketua Umum Partai Negoro, dalam sambutannya menegaskan pentingnya persatuan dan tekad untuk menuntut pertanggungjawaban mantan presiden Jokowi setelah pelantikan Prabowo. Ia juga menyebut bahwa gerakan ini adalah bentuk cinta tanah air dan tanggung jawab dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Acara ini berlangsung dengan khidmat, meski sesekali terganggu oleh percakapan panitia yang sibuk melayani tamu, termasuk Romadhon Pohan yang sibuk berswafoto bersama para undangan.
Kelompok Negoro dan simpatisannya berjanji akan terus mengawal pemerintahan baru dan memastikan mantan presiden Jokowi diadili atas tuduhan-tuduhan yang mereka anggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap rakyat seperti dikutip dari fusilatnews
Amien Rais: Seret Keluarga Mulyono Ke Pengadilan!
Faizal Assegaf yang dikenal sebagai kritikus politik gelar Silaturahim LintasTokoh dan Elemen Rakyat.
Acara ini merupakan inisiatif Faizal Assegaf dengan mengangkat tema “Jelang 20 Oktober 2024…?”, di Aljazera Signature Restoran & Lounge, Jl. Johar No. 8, Kb. Sirih, Kec. Menteng Jakarta pada Senin, 1/10/2024.
Hampir satu dekade elite dan elemen rakyat dipasung ketidakpastian bernegara serta terjebak dalam kejahatan politik kotak-kotak rezim Jokowi.
Saatnya bangkit dan saling berangkulan untuk menegakan harapan atas keadilan di ujung lengsernya kekuasaan Mulyono. Bergerak serentak galang konsolidasi demi memperkuat temali kebersamaan:
Tokoh Reformasi Prof Dr Amin Rais turut hadir di acara itu. Sebelum acara dimulai, Wartawan Jakartasatu mewawancari Ketua Majelis Syuro Partai Ummat ini.
“Mulyono Presiden terburuk yang pernah kita saksikan, yang pernah kita miliki. Karena itu saya punya pendirian demi keadilan setelah 20 Oktober, Mulyono , anak-anaknya, menantunya diseret ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan kerusakan yang telah mereka lakukan hingga hancur Indonesia ini,” kata Amien Rais saat menjawab pertanyaan wartawan terkait kekuasaan Presiden Jokowi tinggal 20 hari lagi apa pendapatnya.
“Jadi, yang pertama Mulyono menginjak-injak konstitusi. Konstitusi itu bagi dia tidak ada artinya. Jadi hukum itu diinjak-injak dan tidak ada Presiden Megalomania lnya itu di negri kita yang segawat, segila, seugal-ugalan dia,” imbuhnya.
“Yang kedua, ternyata dia itu sakit jiwa. Sakit jiwanya itu berupa megalomania. Megalomanianya itu disuntik dengan rasa kebesaran, keagungan dan lain-lain. Tetapi sejatinya dia itu bodoh, kemudian tidak bisa mengukur dirinya,” tutur Amien Rais.
“Yang ke tiga dia itu menganggap orang Indonesia jadi budak untuk China. Gitu ajalah,” tegasnya.***