Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, meluapkan kemarahannya atau murka terkait skandal korupsi terbaru yang menyeret mantan pejabat Mahkamah Agung (MA).
Seperti diketahui, Zarof Ricar (ZR), eks Kepala Badan Diklat Hukum dan Peradilan MA, ditangkap Kejaksaan Agung atas dugaan peran sebagai perantara suap dalam kasus kasasi Ronald Tannur.
"Saya tidak hanya prihatin, tapi marah besar! Korupsi di Mahkamah Agung adalah pengkhianatan yang tidak bisa ditoleransi," ujar Hinca pada Sabtu (26/10/2024).
Sebelumnya, Hasbi Hasan, mantan Sekretaris MA, juga tersandung kasus suap. Pada April 2024, Hasbi dijatuhi hukuman karena terbukti menerima suap terkait perkara kasasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana yang diproses di MA.
Hinca menegaskan, kasus Zarof dan Hasbi bukan hanya skandal, tetapi mencerminkan erosi prinsip keadilan di lembaga hukum tertinggi.
"Jika lembaga peradilan berubah menjadi tempat lelang keadilan, kita sedang menghadapi krisis yang nyata," tegasnya.
Hinca mengingatkan bahwa kasus-kasus ini adalah peringatan serius bagi publik tentang runtuhnya integritas di institusi yang seharusnya paling suci.
"Kasus Zarof dan Hasbi adalah lampu merah yang memperingatkan kita semua tentang hancurnya keadilan di lembaga peradilan," lanjutnya.
Ia juga menyoroti pentingnya memperkuat kewenangan Komisi Yudisial (KY) dalam mengawasi MA dan memberikan sanksi tegas bagi hakim yang menyimpang.
"KY harus diberi kewenangan yang kuat, bukan hanya untuk mengawasi, tapi juga untuk menindak tegas jika diperlukan," ucap Hinca.
Hinca berharap agar MA lebih menghargai rekomendasi sanksi KY, yang selama ini hanya dianggap formalitas.
"Pada 2019, hanya 10 dari 130 rekomendasi KY yang ditindaklanjuti oleh MA, seolah-olah rekomendasi tersebut hanya basa-basi," kritiknya.
Ia juga berencana mengusulkan pembentukan Panitia Kerja (Panja) Penegakan Hukum sebagai tanggapan atas maraknya kasus korupsi di kalangan pejabat MA.
"Secara pribadi, saya akan mendorong pembentukan Panja Penegakan Hukum khusus di MA," tegasnya.
Sebelumnya, Zarof Ricar ditangkap penyidik Kejaksaan Agung di Bali pada Kamis (24/10/2024) malam atas dugaan persekongkolan dalam suap kasus kasasi Ronald Tannur.
"Persekongkolan dilakukan bersama LR (Lisa Rachma), pengacara Ronald Tannur," ujar Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, dalam konferensi pers, Jumat (25/10/2024).
Sebagai informasi, Ronald Tannur divonis 5 tahun penjara di tingkat kasasi karena terbukti menganiaya kekasihnya hingga tewas, meralat vonis bebas di Pengadilan Negeri Surabaya seperti dikutip dari tv one
Fakta-fakta 3 Hakim Kasus Ronald Tannur Terjaring OTT Kejagung
Kasus pembunuhan dan penganiayaan Dini Sera Afriyanti oleh Gregorius Ronald Tannur memasuki babak baru setelah sebelumnya sempat divonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Ketiga Majelis Hakim PN Surabaya yang menjatuhi vonis bebas di kasus tersebut yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT).
3 hakim terbukti terima suap
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar mengatakan ketiganya terbukti menerima gratifikasi atau suap dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat untuk memberikan vonis bebas.
"Hari ini jaksa penyidik menetapkan tiga orang hakim atas nama ED, HH dan M setta pengacara LR sebagai tersangka karena telah ditemukan bukti korupsi berupa suap atau gratifikasi," ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (23/10).
Barang bukti uang miliaran rupiah
Dalam kasus ini, Abdul mengatakan pihaknya juga turut menyita sejumlah barang bukti berupa uang tunai miliaran rupiah serta sejumlah mata uang asing dari keempat tersangka.
Atas perbuatannya, Abdul Qohar mengatakan pengacara Lisa Rahmat selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 Juncto Pasal 6 Ayat 1 Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara untuk hakim Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2 Juncto Pasal 6 Ayat 2 Juncto Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 12B Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Untuk mempermudah penyidikan, ia mengatakan ketiga hakim selaku penerima suap langsung ditahan di Rutan Surabaya. Sementara pengacara LR selaku pemberi suap ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung.
MA batalkan vonis bebas PN Surabaya
Di sisi lain, Mahkamah Agung (MA) juga membatalkan putusan bebas terhadap Ronald Tannur yang sebelumnya diberikan PN Surabaya. Lewat kasasi, MA menghukum anak dari mantan anggota DPR RI Fraksi PKB Edward Tannur itu dengan pidana penjara selama lima tahun.
"Amar putusan: kabul kasasi penuntut umum- batal judex facti," demikian amar putusan dilansir dari laman Kepaniteraan MA, Rabu (23/10).
Perkara nomor: 1466/K/Pid/2024 diperiksa dan diadili oleh ketua majelis kasasi Soesilo dengan hakim anggota Ainal Mardhiah dan Sutarjo. Panitera Pengganti Yustisiana. Putusan tersebut dibacakan pada Selasa, 22 Oktober 2024.
"Terbukti dakwaan alternatif kedua melanggar Pasal 351 Ayat (3) KUHP - Pidana Penjara selama 5 (lima) tahun - Barang bukti = Conform Putusan PN - P3 : DO," demikian bunyi amar putusan kasasi dimaksud.
Sebelumnya, Majelis Hakim PN Surabaya menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur atas kasus dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian seseorang.
Menurut hakim, kematian Dini Sera Afriyanti (29) disebabkan oleh penyakit lain akibat meminum minuman beralkohol, bukan karena luka dalam atas dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh Ronald Tannur.
Komisi Yudisial (KY) telah merekomendasikan sanksi berat berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun terhadap Erintuah Damanik dkk. KY meminta MA segera menggelar sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) untuk menindaklanjuti rekomendasi dimaksud.
KY menyebut dalam temuan mereka ketiga hakim PN Surabaya pada kasus tersebut juga membacakan fakta hukum yang berbeda di persidangan dengan salinan putusan.
Atas dasar itu, KY menyatakan ketiga hakim dalam kasus itu terbukti secara meyakinkan melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim dengan klasifikasi tingkat pelanggaran berat.***