Mahkamah Konstitusi Memerintahkan DPR dan Pemerintah untuk Menyusun Undang-Undang Ketenagakerjaan Baru Terpisah dari Undang-Undang Cipta Kerja
Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah selaku pembentuk undang-undang (UU) untuk membuat UU Ketenagakerjaan.
Perintah ini disampaikan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam pertimbangan putusan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang diajukan oleh Partai Buruh dan pihak-pihak lainnya.
"Pembentuk undang-undang segera membentuk undang-undang ketenagakerjaan yang baru dan memisahkan atau mengeluarkan dari yang diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2023," kata Enny dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2024).
Enny menjelaskan bahwa perintah untuk membentuk UU dilakukan lantaran secara faktual, materi atau substansi UU Ketenagakerjaan telah berulang kali dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya ke MK.
Berdasarkan data pengujian UU di MK, sebagian materi atau substansi dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 telah diuji konstitusionalitasnya sebanyak 37 kali.
Dari jumlah tersebut, 36 telah diputus oleh Mahkamah, di mana 12 di antaranya dikabulkan, baik seluruhnya maupun sebagian.
"Artinya, sebelum sebagian materi atau substansi UU Nomor 13 Tahun 2003 diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023, sejumlah materi atau substansi dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 telah dinyatakan oleh Mahkamah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Enny.
Terkait fakta tersebut, Enny melanjutkan, sebagian materi atau substansinya telah dinyatakan inkonstitusional.
Oleh karena itu, dalam batas penalaran yang wajar, UU Nomor 13 Tahun 2003 tidak utuh lagi.
Selain itu, secara faktual, sebagian materi atau substansi UU Nomor 13 Tahun 2003 juga telah diubah dengan UU Cipta Kerja.
"Berkenaan dengan fakta tersebut, dalam batas penalaran yang wajar, terbuka kemungkinan adanya materi atau substansi di antara kedua undang-undang tersebut tidak sinkron atau tidak harmonis antara yang satu dengan yang lainnya," kata Enny.
"Bahkan, ancaman tidak konsisten, tidak sinkron, dan tidak harmonis demikian akan semakin sulit dihindarkan atau dicegah dengan telah dinyatakan sejumlah norma dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 (inkonstitusional) oleh Mahkamah," ucapnya.
Dengan fakta demikian, kata Enny, terbuka kemungkinan terjadi perhimpitan antara norma yang dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 dengan norma yang dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dalam UU Nomor 6 Tahun 2023.
"Dalam batas penalaran yang wajar, perhimpitan demikian terjadi karena sejumlah norma dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 berkelindan dengan perubahan materi atau substansi dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 yang diubah dalam UU Nomor 6 Tahun 2023," imbuhnya.(*)