Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

**Keterlibatan Militer dalam Proyek Food Estate di Merauke Memicu Kekhawatiran Masyarakat Adat**

Keterlibatan Militer di Proyek Food Estate Berpotensi Mengancam Hak Hidup  OAP | Cenderawasih Pos

Keterlibatan Militer dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) Food Estate di Merauke Memicu Kekhawatiran Masyarakat Adat

Pengembangan Proyek Strategis Nasional (PSN) Food Estate seluas dua juta hektare di Merauke, Papua Selatan, telah menimbulkan kekhawatiran yang mendalam di kalangan masyarakat adat. Mereka merasa terancam oleh kemungkinan perampasan ruang hidup mereka dan merasakan ketakutan yang disebabkan oleh kehadiran pasukan TNI di wilayah tersebut.

Menurut Romo Pius Cornelius Manu, seorang tokoh agama dan pemilik tanah adat di Merauke, kehadiran tentara dengan senjata lengkap dan pakaian hijau menimbulkan rasa teror bagi masyarakat. "Kehadiran mereka [tentara] sudah menjadi teror [bagi] masyarakat," ungkapnya kepada wartawan Nurika Manan dari BBC News Indonesia pada 19 Oktober 2024.

Namun, Komandan Kodim Merauke, Letkol Inf Johny Afriady, membantah pernyataan tersebut. Ia menyatakan bahwa keberadaan pasukannya di Merauke semata-mata untuk membantu pembukaan lahan pertanian.

Sejak Juli 2024, alat berat telah mulai didatangkan ke Merauke untuk kepentingan proyek cetak sawah dan pengembangan perkebunan tebu serta bioetanol. Kehadiran alat berat ini juga disertai dengan penambahan pasukan TNI di kawasan tersebut, di luar satgas pengamanan yang sebelumnya sudah ada.

Akademisi dan pegiat HAM mengingatkan bahwa pengerahan tentara dengan dalih ketahanan pangan dapat memicu kekerasan baru dan bertentangan dengan tugas pokok TNI sesuai Pasal 7 UU TNI tahun 2004.

Proyek PSN Merauke terbagi menjadi tiga bagian: pengembangan perkebunan tebu dan bioetanol seluas 500.000 hektare, optimalisasi lahan dari 40.000 hektare menjadi 100.000 hektare, dan proyek cetak sawah baru seluas satu juta hektare yang dikelola oleh Kementerian Pertahanan dan Kementerian Pertanian. Proyek ini telah menuai kritik karena dianggap mirip dengan Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) yang gagal pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, yang bergerak di bidang lingkungan dan perlindungan masyarakat adat, mengingatkan bahwa penggunaan lahan dalam skala besar dapat menimbulkan permasalahan, termasuk perampasan lahan, eksploitasi buruh, deforestasi, dan pelanggaran hak asasi manusia.

Penambahan alat berat dan pasukan militer di kawasan Merauke membuat masyarakat adat merasa semakin terancam. Romo Pius Cornelius Manu menyatakan, "Kehadiran tentara yang begitu besar menciptakan ketakutan di antara kami. Seolah-olah kami berada di zona perang."

Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Cahyo Pamungkas, menekankan bahwa keterlibatan militer dalam proyek ini dapat memperburuk situasi dan memunculkan perampasan lahan masyarakat adat.

Sementara itu, pemerintah berpendapat bahwa keterlibatan TNI dalam proyek ini adalah untuk membantu pembukaan lahan yang luas. Menurut Komandan Kodim Merauke, masyarakat sebenarnya tidak masalah dengan kehadiran TNI, melainkan lebih pada pelaksanaan proyek PSN itu sendiri.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman juga menegaskan bahwa pengiriman tentara merupakan upaya untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja di lokasi proyek. Ia meminta publik untuk melihat upaya ini secara utuh dan tidak pesimis.

Namun, laporan berbagai lembaga menunjukkan bahwa PSN telah menjadi sumber konflik agraria, dengan banyak kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terkait. Masyarakat adat Merauke, seperti yang disampaikan oleh Yasinta Moiwend dari Suku Marind Kondo Digul, telah berulang kali menolak proyek ini dan merasa tidak didengar oleh pemerintah.

Mereka berusaha menyampaikan penolakan mereka kepada pemerintah pusat, tetapi tetap merasa tidak ada respon yang memadai. "Kami merasa kehilangan dusun, makan-minum, hewan-hewan di hutan kami," ungkap Mama Sinta, anggota masyarakat adat lainnya.

Romo Pius dan Vincent Kwipalo, tokoh masyarakat adat lainnya, menekankan komitmen mereka untuk mempertahankan hak ulayat dan menolak proyek-proyek yang merugikan mereka. Mereka menegaskan bahwa kehadiran perusahaan-perusahaan tersebut tanpa izin dari masyarakat adat dianggap sebagai tindakan pencurian.

Dengan situasi yang semakin memanas, masyarakat adat Merauke akan terus berjuang untuk hak-hak mereka dan menolak proyek yang dianggap merugikan, meskipun PSN tetap berjalan. "Apakah itu adil?" tanyanya, mempertanyakan keadilan dalam menghadapi situasi ini.

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved