Profil Edward Tannur: Karier Bisnis dan Politik Serta Terlibat dalam Kasus Suap
Nama Edward Tannur, mantan anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), kini menjadi sorotan publik setelah anaknya, Gregorius Ronald Tannur, dinyatakan bebas dalam perkara pembunuhan dan penganiayaan Dini Sera Afriyanti. Edward Tannur kembali menjadi perhatian setelah Ronald terlibat dalam kasus suap terhadap hakim agung yang akan menangani kasasi kasusnya di Mahkamah Agung (MA).
Suap yang mencapai miliaran rupiah tersebut telah disiapkan oleh pengacara Ronald, Lisa Rahmat, dan rencananya akan diserahkan kepada hakim agung melalui mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA, Zarof Ricar.
Profil Pribadi dan Karier Edward Tannur
Edward Tannur lahir di Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 2 Desember 1961. Ia menyelesaikan pendidikan tinggi di program studi Hukum di Universitas PGRI Kupang, meraih gelar sarjana pada tahun 2009.
Kariernya dimulai sebagai Direktur Swalayan Tulip sejak tahun 1980, sebelum terjun ke sektor jasa konstruksi pada tahun 1983. Edward pernah menjabat sebagai Ketua Sasana Tulip (1997-2003) dan Ketua Tulip FC (2000-2004).
Ia aktif dalam berbagai organisasi, termasuk sebagai Ketua Gabungan Pengusaha Kontraktor Nasional Indonesia (Gapeknas) Kabupaten Timor Tengah Utara periode 2000-2004, Pembina Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) (2004-2005), serta Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Timor Tengah Utara pada periode yang sama.
Edward menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Timor Tengah Utara, di mana ia menjadi Ketua Komisi C dari tahun 2004 hingga 2007. Ia terpilih kembali sebagai anggota DPRD untuk periode 2005-2009 dan menjabat sebagai Ketua Fraksi PKB. Pada tahun 2006, Edward juga terpilih sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PKB Kabupaten Timor Tengah Utara.
Dalam Pemilu 2009, Edward mencalonkan diri sebagai calon legislatif untuk DPR RI tetapi gagal. Ia berhasil terpilih sebagai wakil rakyat pada Pemilu 2019 dari daerah pemilihan NTT II. Terkait dengan kasus penganiayaan anaknya, Edward pernah meminta maaf dan menyerahkan proses hukum kepada pihak berwenang. Dalam konferensi pers yang diadakan di Surabaya pada 10 Oktober 2023, ia menyatakan belasungkawa kepada keluarga korban.
Harta Kekayaan Edward Tannur
Menurut laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Edward pertama kali melaporkan harta kekayaannya saat menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Timor Tengah Utara pada 19 Desember 2003, dengan total sebesar Rp 2.169.000.000.
Selanjutnya, ia melaporkan harta kekayaan saat berencana maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015 sebesar Rp 5.486.064.337. Meskipun tidak mendaftar ke Kantor Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), Edward mencalonkan diri sebagai calon legislatif DPR RI pada Pemilu 2019 dengan total harta Rp 11.786.429.604 pada 13 Mei 2019.
Dalam LHKPN yang disampaikan pada 31 Desember 2020, total hartanya mencapai Rp 10.180.852.584. Sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024, ia kembali melaporkan jumlah harta kekayaannya sebesar Rp 10.930.852.584 pada 31 Desember 2021, dan Rp 11.143.172.793 pada 31 Desember 2022.
Berdasarkan LHKPN per 22 Maret 2024, total kekayaan Edward Tannur mencapai Rp 10.900.389.622, yang terdiri dari:
- Tanah dan bangunan: Rp 9.583.300.000
- Alat transportasi dan mesin: Rp 349.000.000
- Harta bergerak lainnya: Rp 27.000.000
- Kas dan setara kas: Rp 941.089.622
Edward mengaku memiliki enam bidang tanah dan bangunan yang tersebar di Timor Tengah Utara, Belu, dan Kupang, NTT; serta di Surabaya, dengan luas berkisar antara 200 hingga 7.500 meter persegi. Selain itu, ia memiliki delapan unit kendaraan bermotor, termasuk mobil Toyota Hilux Double Cabin (2010), mobil Toyota Hino Light Truck (2012), dan beberapa motor serta mobil lainnya.***