Anggota Komisi III DPR RI Rudianto Lallo mengungkap kejanggalan dari langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengungkap kasus dugaan korupsi impor gula dengan tersangka mantan Menteri Perdagangan RI Thomas Trikasih Lembong, atau Tom Lembong.
Sebab, Rudi, sapaan Rudianto Lallo, mendengar Kejagung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka atas kasus korupsi impor gula periode 2015-2023 di Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Menurut legislator Fraksi NasDem itu, Tom Lembong di sisi lain menjabat Mendag RI hanya periode 2015-2016.
"Bagaimana mungkin Tom Lembong disangkakan dengan kasus yang waktu kejadiannya 2015 sampai 2023, sedangkan masa jabatannya hanya 2015-2016? Ini seolah sangat tidak logis," ungkap Rudi melalui layanan pesan, Rabu (30/10).
Dia pun meminta Kejagung tidak tebang pilih dalam mengusut dugaan korupsi impor gula periode 2015-2023 di Kemendag.
Misalnya, kata Rudi, Kejagung bisa memeriksa para Menteri Perdagangan RI setelah Tom Lembong tidak menjabat untuk posisi tersebut sampai 2023.
"Seharusnya semua menteri perdagangan yang menjabat selama tahun 2015 sampai dengan tahun 2023 harus diperiksa sebagai saksi dan diusut dugaan keterlibatannya," ujarnya.
Tom Lembong memang menjabat Mendag RI periode 2015-2016 sebelum digantikan Enggartiasto Lukita, yang menempati pos itu dari 2016-2019.
Posisi Mendag RI setelah Enggar, sapaan Enggartiasto Lukita, lantas diisi oleh Agus Suparmanto dari 2019-2020.
Setelah itu, posisi Mendag RI masing-masing diisi oleh Muhammad Lutfi periode 2020-2022 dan Zulkifli Hasan dari 2022-2024.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula periode 2015-2023 di Kemendag.
“Penahanan tersangka berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor 50 tanggal 29 Oktober 2024,” kata dia dikutip Rabu (30/10).
Dia menjelaskan keterlibatan Tom Lembong dalam kasus tersebut ketika sedang menjabat sebagai Menteri Perdagangan periode 2015–2016.
Kasus tersebut bermula ketika pada tahun 2015, dalam rapat koordinasi antarkementerian disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula, sehingga tidak perlu impor gula.
Namun, pada tahun yang sama, Tom Lembong, selaku Mendag saat itu, memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah kepada PT AP.
“Saudara TTL (Thomas Trikasih Lembong, red) memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih,” ucapnya.
Menurut Qohar, berdasarkan peraturan, disebutkan bahwa yang diperbolehkan mengimpor gula kristal putih ialah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Berdasarkan persetujuan impor yang telah dikeluarkan oleh tersangka TTL, impor gula tersebut dilakukan oleh PT AP dan impor gula kristal mentah tersebut tidak melalui rapat koordinasi atau rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan real gula di dalam negeri,” ujarnya.(*)