Pakar hukum tata negara Refly Harun mewawancarai dua petinggi Forum Tanah Air (FTA), pelaksana diskusi kebangsaan di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan yang dibubarkan kelompok yang dikomandoi tersangka FEK alias Si Rambut Kuncir.
Keduanya ialah Ketua Umum FTA Tata Kesantra dan Ketua Harian FTA Donny Handri Cahyono. Mereka berbincang dalam siniar yang dipandu Refly Harun, tayang di YouTube.
"Saya menghadirkan ketua umum dan ketua harian FTA yang kemarin digeruduk oleh para preman. Katakanlah demikian, dan akhirnya acaranya tidak jadi, padahal ketua umumnya capek-capek dari New York," kata Refly di awal siniar itu, dikutip Kamis (3/10/2024).
Pada kesempatan itu, Tata menceritakan kronologi kejadian dari persiapan hingga terjadi pembubaran diskusi menggunakan cara kekerasan.
"Jadi, acara ini persiapan sudah cukup lama, sebulan, dua bulan sebelumnya kami sudah siapkan, tetapi sebulan terakhir lebih intens," ungkap Tata.
Tata bahkan menyebut bahwa acara itu sudah diberitahukan oleh pihak hotel yang punya tempat dengan pihak keamanan, yakni kepolisian. Hal ini pun dikonfirmasi ulang oleh Refly.
"Ini kan, sangat krusial, sudah ada pemberitahuan ke aparat keamanan dari pihak hotel, itu menurut pihak hotel, ya. Karena apa? Polisi mengatakan tidak ada pemberitahuan," ujar Refly, memastikan keterangan Tata.
Tata melanjutkan bahwa sehari sebelum kejadian, manajemen hotel meminta jaminan kepada panitia bahwa dalam acara tidak akan terjadi kericuhan dan tidak mengganggu tamu hotel yang lain.
"Kami tidak tahu kenapa mereka menanyakan hal itu. Pada malam itu, pihak hotel. Kami menjawab tidak akan ada kericuhan, kami jamin 100 persen," ungkap Tata.
Dia menjamin tidak bakal ada kericuhan karena forum tersebut adalah acara diskusi yang dihadiri para intelektual.
Lantas, pada Sabtu (28/9/2024), saat pengecekan persiapan acara terakhir, panitia bertemu juga dengan pihak keamanan hotel, dan mereka menunjukkan bahwa ada surat dari kepolisian.
Menurut Tata, pihak keamanan hotel menunjukkan surat dari kepolisian tentang ada kelompok yang memberitahukan kepada polisi bahwa mereka akan melakukan aksi pada hari itu, 28 September 2024.
"Malamnya dia minta kami jaminan, tetapi kami tidak tahu mereka minta jaminan untuk apa, rupanya belakangan kami tahu bahwa pihak hotel sudah tahu malam sebelumnya ada surat dari kepolisian," ucapnya.
Syahdan, panitia tetap melanjutkan persiapan, karena pada dasarnya pihak hotel mengatakan tidak akan intervensi untuk menghentikan acara.
Kemudian, sekitar pukul 8.30, panitia mendapat informasi bahwa di luar hotel sudah ada aksi, tetapi pihak FTA tetap melakukan persiapan-persiapan, karena undangan datang mulai jam sembilan.
"Itu sesuai arahan pihak keamanan hotel, itu tetap melanjutkan persiapan, artinya tidak ada masalah," kata Tata.
Berikutnya, mendekati jam 09.00 WIB, pihak FTA selaku panitia dipertemukan oleh manajemen hotel dengan pihak kepolisian. Dalam pertemuan ketiga pihak itu, pihak hotel menginginkan acara dibatalkan, alasannya khawatir terjadi kericuhan.
"Namun pihak kepolisian tetap mempersilakan melanjutkan acara dan memberikan jaminan kepada panitia bahwa acara akan berlangsung aman, dan menjamin demonstran tidak akan masuk mengganggu acara. Itu pihak kepolisian yang menjamin, sekitar jam sembilan," ungkap Tata.
Wakakin, menurut Tata, pihak kepolisian juga meminta agar panitia dan peserta acara jangan keluar hotel dan menemui massa aksi, karena khawatir terjadi bentrokan.
"Kami bilang, kami hanya di dalam saja. Setelah itu tamu-tamu mulai datang, termasuk Bung Refly," ujarnya.
Bersamaan dengan itu, manajemen hotel, aparat kepolisian, dan panitia, beberapa kali berkoordinasi terkait keamanan sebelum acara dimulai.
"Oke, jalan terus, jalan terus. Nah, sekitar 10.30 menjelang acara dimulai, terjadi penyerangan secara brutal dan anarkistis di dalam ballroom hotel. Mereka masuk, mengintimidasi panitia, tamu undangan dan memaki, mengancam, melempar, dan memukul meja segala macam," ungkap Tata.
Sementara di luar ruangan, panitia mendapat laporan telah terjadi pemukulan dan pengeroyokan dari pihak preman.
"Nah, ini yang perlu saya sampaikan, tekankan di sini, kejadian tersebut terjadi tidak beberapa lama setelah pertemuan terakhir kami dengan pihak kepolisian," ucap Tata.
Tata kembali memastikan bahwa panitia intens berkomunikasi dengan pihak keamanan dari jam 9 sampai 10.30 WIB atau sesaat sebelum penyerangan dan pembubaran diskusi terjadi.
"Terakhir komunikasi itu kira-kira beberapa saat sebelum terjadi penyerangan. Mungkin sekitar pukul 10-an lebih kami bertemu mereka. Nah, di pertemuan terakhir itu pihak kepolisian menjamin bahwa para demonstran tidak akan masuk hotel mengacaukan acara. Itu jaminan dari kepolisian," tuturnya.
Akibat adanya peristiwa itu, acara tersebut diubah dari diskusi menjadi press conference untuk merespons tindakan premanisme yang dilakukan kelompok orang tak dikenal tersebut.
Sementara itu, Donny menambahkan bahwa malam sebelum acara tersebut, atau Jumat (27/9/2024) malam, dia ditelepon pihak hotel mengabarkan bahwa mereka telah berkoordinasi dengan keamanan, aparat dalam hal ini kepolisian.
"Dan meminta panitia untuk menjamin bahwa acara ini tidak akan ricuh dan acara tersebut tidak akan mengganggu pengunjung hotel lainnya. Saya langsung yakinkan, saya jamin, iya, tidak akan (ricuh), kami menjamin," ujar Donny.
Donny berani menjamin karena jelas itu forum diskusi akademis, ilmiah yang mengundang para doktor, profesor dan ahli yang mayoritas berusia sepuh.
"Sementara preman yang datang itu usianya muda-muda sekali dan (muka) ditutup masker. Saya tidak tahu kenapa ditutup masker. Mereka merusak dan membuat intimidasi kepada para undangan," kata Donny.
Selain itu, Donny juga menyampaikan apresiasi Polda Metro Jaya yang dinilai cepat mengusut kasus itu dan menangkap sejumlah pelaku.
"Bagaimanapun juga, saya mengapresiasi Polda, karena telah menangkap dan menetapkan tersangkanya. Saya pikir itu langkah cukup baik, tetapi kita juga perlu mengawasi dan mengawal," ucap Donny.
Diketahui, sejauh ini Polda Metro Jaya telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus pembubaran paksa diskusi di Kemang.
Ketiga tersangka itu ialah FEK (38) dan GW (22) yang ditangkap pada Minggu (29/9), serta tersangka baru berinisial MR (28) alias RD yang diringkus pada Selasa (1/10) seperti dikutip dari jpnn
Ini Identitas Koordinator Perusuh Acara Diskusi Tokoh, Sempat Pelukan Dengan Polisi
Sejumlah acara masyarakat sipil diadang oleh massa tak dikenal dalam dua hari terakhir, seperti diskusi Forum Tanah Air dan aksi mengarak 'Raja Jawa' di Jakarta.
Acara-acara ini memang digelar sebagai bentuk kritik terhadap berbagai peristiwa sosial politik yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir, terutama menyinggung rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam undangan yang diterima terkait aksi arak-arakan, massa aksi disebut akan mengarak 'Raja Jawa' dan membacakan '7 deadly sins' dari rezim yang dianggap telah memperburuk kondisi demokrasi dan kelestarian lingkungan.
Massa aksi awalnya berencana kumpul di Taman Menteng Jakarta Pusat sekitar pukul 14.00 WIB dan melakukan longmars ke Skate Park Dukuh Atas.
Namun, saat aksi hendak dimulai dari Taman Menteng, tiba-tiba segerombolan massa tak dikenal mengadang dan merampas alat peraga aksi yang mereka bawa.
"Mereka lihat poster yang kita bawa. Tiba-tiba alat peraga diambil, poster yang Raja Jawa. Semua diambil. Mereka banyak. Mereka lebih banyak. Toa diambil," kata salah satu peserta aksi bernama Arhan.
Namun, massa tetap melanjutkan aksi dengan melewati rute Jalan HOS Cokroaminoto, Jalan Imam Bonjol, hingga Jalan Jendral Sudirman.
Saat di jalan Jenderal Sudirman dan hendak belok menuju kawasan Skate Park Dukuh Atas, mereka tiba-tiba dihalau oleh sekelompok massa tak dikenal lagi. Sekelompok massa itu meminta aksi dibubarkan.
Terlihat massa tak dikenal ini mencoba merebut atribut aksi. Mereka juga terlibat cekcok hingga timbul kericuhan.
"Mereka incar di pinggir jalan. Nah pas pertigaan mereka cepat tiba-tiba lari ambil alat peraga. Mereka juga menendang," kata salah satu peserta aksi Arhan.
Usai ricuh, para peserta aksi pun perlahan-lahan membubarkan diri sekitar pukul 15.37 WIB
Penyerangan juga dirasakan oleh diskusi yang diselenggarakan oleh Forum Tanah Air di sebuah hotel di Kemang, Jakarta Selatan pada Sabtu (28/9).
Diskusi yang dihadiri oleh sejumlah tokoh seperti Refly Harun, Marwan Batubara, Said Didu, M. Din Syamsuddin, Rizal Fadhilah, dan Sunarko itu dibubarkan paksa oleh sekelompok orang tak dikenal.
Din Syamsuddin mengatakan awalnya sejak pagi sekelompok massa tak dikenal telah melakukan aksi orasi dari atas mobil komando di depan hotel sebelum acara dimulai.
"Tidak terlalu jelas pesan yang mereka sampaikan kecuali mengkritik para narasumber yang diundang dan membela rezim Presiden Jokowi," kata kata Din dalam keterangannya.
Kemudian, saat acara akan dimulai massa tersebut justru masuk ke dalam ruangan dan mulai melakukan aksi perusakan.
"Acara baru akan dimulai massa anarkis memasuki ruangan hotel dan mengobrak abrik ruangan. Polisi kelihatan diam membiarkan massa pengacau," ucap Din.
Akibatnya, acara diskusi batal dan menjadi konferensi pers. Dalam konferensi pers itu, para pembicara mengecam tindakan brutal kelompok massa dan menyayangkan aparat keamanan tidak menjaga keamanan dan melindungi masyarakat yang berkumpul di ruangan hotel.
Marwan Batubara yang juga turut hadir dalam acara itu membenarkan ihwal aksi penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok orang. Sekuriti hotel katanya juga bahkan juga turut menjadi korban dalam aksi penyerangan tersebut.
"Mereka masuk ke dalam ruangan dan mengobrak-abrik perangkat, misalnya ada tripod, screen untuk in focus atau display lah ya, lalu mic, ada tongkat mic dicabut dipukulkan ke meja pokoknya menyerang dengan cara yang brutal," tutur dia.
"Dan ini kita nyatakan, setelah itu kan konferensi pers, ini tidak beradab, ini primitif, ini biadab, ini represif, itu secara objektif memang seperti itu adanya," sambungnya.
INI DIA KOORDINATOR PERUSUH ACARA DISKUSI TOKOH
Nama : Yacobus
Pekerjaan : kordinator parkir discotik 2001 Cengkareng
Alamat : jln. Kapuk Raya Cengkareng Jakarta barat
Tunggu apa lagi @DivHumas_Polri?
Mohon jangan sampai kasus ini berkembang jadi konflik horisontal dan isue SARA!
NIH ORANGNYA... YANG BERPELUKAN DENGAN POLISI.***