Nama DN Aidit disangkutpautkan dengan salah satu marga keturunan Rasulullah. Aidit disebut sebagai salah satu marga yang merupakan dzuriyah Nabi Muhammad. Republika menelusuri kebenaran klaim jika Aidit adalah keturunan Rasulullah dengan mencari tahu melalui Rabithah Alawiyah, ormas Islam yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan dan dakwah dengan salah satu tugas utama mencatat silsilah keturunan Rasulullah.
Pada 20 September 2020, Republika mendapatkan keterangan dari Ketua Umum Rabithah Alawiyah, Habib Zen Umar Smith Rahimahullah. Saat itu Habib Zen menegaskan DN Aidit bukanlah anak cucu Alawiyyin.
Menurutnya, hal itu perlu ditegaskan, karena menyangkut marga Aidid dan salah satu dalang pemberontakan G30S PKI. Nama baik Marga Al-Aidid yang tersohor dan diabadikan dalam kamus-kamus ensiklopedia, kata dia, tercoreng oleh gembong PKI.
Menurutnya, nama DN Aidit itu, dianggap akan menjelekkan nama baik semua marga Alawiyyin pada umumnya. Bahkan, Habib Zen menyatakan bisa berdampak pada nama baik Sayyidina Husain RA sebagai anak cucu Nabi Muhammad SAW.
"DN Aidit bukanlah anak cucu Alawiyyin, karena silsilah nasabnya tidak ditemukan dalam kitab pegangan yang dijadikan pedoman lembaga nasab yang ada di Indonesia,’’ ujar Habib Zen yang meninggal dunia pada 10 Agustus 2022 itu.
Habib Zen menjelaskan, berdasarkan penuturan atau fatwa dari para sesepuh Alawiyyin, nasab itu dimulai saat hijrah pedagang Arab dari marga Al-Aidid ke Kota Pelembang. Hal itu, menurutnya juga dikuatkan sumber-sumber dari media cetak yang terbit dalam kurun waktu 1960.
‘’Pedagang itu menikah dengan seorang janda penduduk setempat yang telah mempunyai seorang anak bernama Nuh,’’ katanya.
Nuh, sambung dia, menjadi anak angkat dari saudagar Arab tersebut dan menganggap dirinya sebagai keturunan marga Al-Aidid. Namun, karena adanya cara penulisan Aidid dari waktu ke waktu, maka nama Aidid dia sebut berubah menjadi Aidit oleh bahasa setempat.
‘’Jelasnya huruf D pada akhir kata Aidid diganti dengan huruf T, sehingga namanya menjadi Nuh Aidit. Setelah Nuh Aidit dewasa dia menikah, dan dari pernikahannya lahirlah seorang anak laki-laki yang bernama ‘Jakfar’,’’ kata Habib Zen menjelasakan.
Setelah Nuh dan istrinya meninggal dunia, Jakfar bin Nuh dibawa ke Jakarta dan diasuh keluarga pamannya (adik ibu). Jauh setelah itu, tepatnya ketika Jakfar bin Nuh dewasa, dia terpengaruh ajaran-ajaran komunis, sehingga menjadikannya bagian dari anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
“Selanjutnya dia mengganti namanya dengan Dipa Nusantara Aidit yang kelak merupakan gembong Komunis di Indonesia.’’ tuturnya.