Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Catatan Untuk Presiden Prabowo: 'Jangan Terulang Lagi Menteri Pertahanan Mengurusi Food Estate!'

 Penulis: Ali Syarief - Fusilatnews

Dalam beberapa tahuan terakhir, proyek food estate menjadi topik hangat, terutama setelah keterlibatan Kementerian Pertahanan di bawah Prabowo Subianto dalam pelaksanaannya. Tujuannya memang tampak mulia, yaitu memperkuat ketahanan pangan nasional dengan menciptakan lahan pertanian skala besar. Namun proyek ini justru menimbulkan berbagai masalah, mulai dari kerusakan hutan hingga kegagalan mencapai target produksi pangan yang diharapkan. Ketika Prabowo diperkirakan akan menjadi Presiden, perlu ada catatan serius untuk tidak mengulangi kesalahan ini—terutama yang melibatkan kementerian yang salah untuk menangani urusan pangan.

Keterlibatan yang Keliru: Menteri Pertahanan dan Food Estate

Ketahanan pangan memang memiliki aspek strategi yang berkaitan dengan keamanan nasional. Namun, ketika Menteri Pertahanan secara langsung terlibat dalam pengelolaan proyek pertanian, pertanyaan pun muncul. Apakah langkah ini tepat? Apakah tidak ada kementerian lain yang lebih berkompeten? Keterlibatan Kementerian Pertahanan dalam proyek food estate tampak sebagai langkah yang keluar dari tupoksi (tugas, pokok, dan fungsi) lembaga tersebut. Idealnya, isu pangan berada di bawah kendali Kementerian Pertanian, yang memang memiliki keahlian dalam urusan agraria dan produksi pangan.

Hasilnya, proyek food estate tidak hanya gagal memenuhi target produksi, tetapi juga mengorbankan aspek lingkungan. Di beberapa wilayah seperti Kalimantan Tengah dan Papua, pembukaan lahan untuk food estate telah mengakibatkan kerusakan hutan yang signifikan. Hutan-hutan yang sebelumnya menjadi penyangga ekosistem dan sumber kehidupan bagi masyarakat adat kini hilang, digantikan oleh lahan yang tentu saja belum produktif.

Hutan Hilang, Proyek Gagal

Salah satu masalah terbesar dari proyek food estate adalah dampak ekologis yang parah. Di Kalimantan Tengah, misalnya, lahan gambut yang dilindungi sebagian besar dibuka untuk proyek ini. Pembukaan lahan gambut tidak hanya merusak ekosistem setempat, tetapi juga meningkatkan risiko kebakaran hutan dan mempercepat perubahan iklim. Ironisnya, setelah semua kerusakan ini terjadi, tujuan proyek utama—yakni meningkatkan ketahanan pangan—hanya gagal tercapai.

Menurut laporan berbagai lembaga lingkungan, lahan-lahan yang dibuka untuk food estate di beberapa daerah belum mampu memberikan hasil yang signifikan. Tantangan teknis, seperti ketersediaan lahan dan kurangnya infrastruktur pertanian yang memadai, membuat proyek ini terhambat. Alih-alih menjadi solusi, food estate justru menjadi beban baru, baik bagi negara maupun masyarakat lokal.

Jeritan Masyarakat Papua

Dampak buruk dari proyek food estate juga terasa di Papua, salah satu daerah yang paling rentan terhadap eksploitasi lahan. Masyarakat Papua, yang memiliki hubungan erat dengan alam dan hutan, kini merasakan dampak langsung dari kebijakan ini. Mereka kehilangan lahan, sumber pangan alami, dan bahkan identitas budaya yang selama ini melekat di alam. Jeritan keluhan masyarakat Papua bukan hanya soal kehilangan hutan, tetapi juga tentang bagaimana proyek ini mengabaikan hak-hak mereka sebagai pemilik lahan dan sumber daya.

Di Papua, food estate seolah menjadi ancaman baru bagi kesejahteraan masyarakat adat. Mereka sering kali tidak bersuara dalam proses pengambilan keputusan, dan pembukaan lahan secara besar-besaran yang merusak ekosistem yang selama ini menopang kehidupan mereka. Pengabaian terhadap hak-hak masyarakat lokal mencerminkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap dampak sosial proyek-proyek semacam ini.

Menghindari Pengulangan Kesalahan

Ketika Prabowo Subianto diperkirakan akan mengambil alih kepemimpinan nasional, ada pelajaran penting yang harus diambil dari kegagalan food estate. Salah satunya adalah penempatan lembaga yang tepat untuk menangani masalah yang tepat. Kementerian Pertahanan seharusnya tidak lagi terlibat dalam proyek-proyek seperti food estate yang secara alami berada dalam domain Kementerian Pertanian. Pemisahan peran dan tanggung jawab yang jelas akan membantu menciptakan kebijakan yang lebih terfokus dan efektif.

Lebih dari itu, perlindungan lingkungan dan hak masyarakat adat harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan pembangunan. Hutan dan lahan adat bukan sekadar sumber daya ekonomi, namun juga merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakat lokal. Tanpa menjaga keseimbangan ekosistem dan menghormati hak masyarakat, proyek sebesar apa pun hanya akan berakhir dengan kegagalan.

Kesimpulan: Membutuhkan Kepemimpinan yang Bijak

Jika Prabowo menjadi Presiden, ia harus memastikan bahwa pelajaran dari proyek food estate tidak dilupakan. Ketahanan pangan memang penting, namun cara mencapainya harus mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan hak-hak masyarakat adat. Kementerian yang tepat harus diberdayakan untuk menangani isu-isu yang berada dalam cakupan kompetensinya, dan keputusan yang mencakup masa depan hutan dan masyarakat adat harus melibatkan mereka sebagai pemangku kepentingan utama.

Hutan yang habis dan tujuan proyek yang gagal hanya akan menguntungkan keadaan negara. Sebagai pemimpin yang akan memimpin Indonesia ke depan, Prabowo harus lebih bijak dan adil dalam mengambil keputusan, agar kesalahan serupa tidak terulang kembali.

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved