Pegiat media sosial, Vincent Ricardo, mengungkapkan kejanggalan dalam penetapan Tom Lembong sebagai tersangka kasus korupsi impor gula pada 2015.
Melalui akun media sosial X dengan username @vincentrcrd, Vincent menjelaskan bahwa Indonesia telah menandatangani Perjanjian Umum tentang Tarif dan Perdagangan (GATT) serta Perjanjian WTO.
Perjanjian tersebut, menurut Vincent, melarang Indonesia untuk menerapkan pembatasan kuantitatif pada perdagangan impor tertentu.
Ia menyebut bahwa kasus impor gula ini justru menunjukkan upaya kriminalisasi terhadap Tom Lembong.
“INDONESIA SUDAH tandatangani GATT & WTO Agreement dan EMANG GAK BOLEH ada quantitative restrictions on tariffs and trade,” tulis Vincent.
"This is plain stupid and obviously criminalization of Tom Lembong," lanjutnya dalam unggahan tersebut.
Vincent bahkan mengungkapkan bahwa ia ingin membantu Tom Lembong dalam menghadapi kasus ini dan meminta bantuan siapa pun yang mengenal keluarga Lembong untuk menghubungkannya.
“Kalau ada yg kenal sama keluarga Tom Lembong, please do let me know,” ujarnya. “I'd love to connect and help in any way.”
Vincent menjelaskan bahwa konsep kuota impor bertentangan dengan Pasal XI GATT yang telah diratifikasi oleh Indonesia.
Ia menegaskan bahwa dengan adanya ketentuan ini, konsep kuota impor tidak diperbolehkan, dan yang diperbolehkan hanyalah pembatasan non-kuantitatif seperti tarif.
"Singkatnya konsep 'kuota impor' itu bertentangan dengan Pasal XI GATT (General Agreements on Tariffs & Trade) yang diratifikasi Indonesia (sudah jd hukum nasional kita),” ungkapnya.
“Yang diperbolehkan itu cuman non-quantitative restriction seperti tariff. Singkatnya Tom Lembong GAK SALAH,” tegas Vincent.
Tom Lembong saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Kejaksaan dalam kasus dugaan korupsi impor gula.
Kasus tersebut disebut-sebut merugikan negara hingga Rp400 miliar.(*)