Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

BPJPH Kemenag Soal Heboh Produk 'Tuyul', 'Wine', 'Beer': Kandungannya Halal


 Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama angkat suara soal nama produk pangan dengan merek 'tuyul', 'tuak', 'beer', dan 'wine' yang mendapat sertifikat halal.

Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Kemenag Mamat Salamet Burhanudin menjelaskan persoalan tersebut hanya masalah penamaan produk. Ia memastikan kandungan produk-produk itu halal.

"Artinya masyarakat tidak perlu ragu bahwa produk yang telah bersertifikat halal terjamin kehalalannya. Karena telah melalui proses sertifikasi halal dan mendapatkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI atau Komite Fatwa Produk Halal sesuai mekanisme yang berlaku." kata Mamat dalam keterangannya, Selasa (1/9).

Mamat mengatakan penamaan produk halal sebetulnya sudah diatur oleh regulasi melalui SNI 99004:2021 tentang persyaratan umum pangan halal dan Fatwa MUI Nomor 44 tahun 2020 tentang Penggunaan Nama, Bentuk dan Kemasan Produk yang Tidak Dapat Disertifikasi Halal.

Peraturan tersebut, lanjutnya, menegaskan bahwa pelaku usaha tidak dapat mengajukan pendaftaran sertifikasi halal terhadap produk dengan nama produk yang bertentangan dengan syariat Islam atau bertentangan dengan etika yang berlaku di masyarakat.

Meski begitu, Mamat mengatakan pada kenyataannya masih ada nama-nama produk tersebut mendapatkan sertifikat halal, baik yang ketetapan halalnya dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI maupun Komite Fatwa Produk Halal.

"Hal ini terjadi karena masing-masing memiliki pendapat yang berbeda-beda terkait penamaan produk. Hal ini dibuktikan dengan data kami di Sihalal," ujarnya.

Mamat kemudian mencontohkan produk dengan nama menggunakan kata "wine" yang sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI berjumlah 61 produk.

Sementara Komite Fatwa menetapkan 53 produk sertifikat halalnya dengan nama tersebut.

"Produk dengan nama menggunakan kata "beer" yang sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI berjumlah 8 produk. Dan 14 produk sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan penetapan halal dari Komite Fatwa," katanya.

Mamat menjelaskan data tersebut mencerminkan fakta adanya perbedaan pendapat di antara ulama mengenai penamaan produk dalam proses sertifikasi halal.

Perbedaan itu pun sebatas soal diperbolehkan atau tidaknya penggunaan nama-nama yang dinilai tidak patut tersebut.

"Tidak terkait dengan aspek kehalalan zat dan prosesnya yang memang telah dipastikan halal," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan JPH Dzikro mengajak semua pihak untuk duduk bersama, berdiskusi, dan menyamakan persepsi agar tidak timbul kegaduhan di tengah masyarakat terkait nama-nama produk.

"Sehingga masyarakat tidak ragu untuk mengonsumsi produk-produk bersertifikat halal karena telah terjamin kehalalannya," kata Dzikro.

Sebelumnya pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) menemukan produk pangan dengan nama tuyul, tuak, beer, serta wine mendapat sertifikat halal BPJPH Kementerian Agama.

Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh mengatakan temuan ini merespon laporan masyarakat sehingga MUI melakukan konfirmasi, klarifikasi, dan pengecekan.

Asrorun menjelaskan nama-nama produk tersebut tak dibenarkan sesuai standar fatwa MUI. Karenanya MUI tidak bertanggung jawab atas klaim kehalalan terhadap produk-produk tersebut.

"Dari hasil investigasi dan pendalaman, terkonfirmasi bahwa informasi tersebut valid, produk-produk tersebut memperoleh Sertifikat Halal dari BPJPH melalui jalur self declare, tanpa melalui audit Lembaga Pemeriksa Halal, dan tanpa penetapan kehalalan melalui Komisi Fatwa MUI," kata Asrorun dalam keterangannya, Senin seperti dikutip dari CNN Indonesia

Menag Yaqut: Saya Tidak Tahu

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas akan mengkaji kembali produk yang dinilai tidak layak mendapatkan sertifikasi halal, tetapi mendapatkan nomor sertifikasi halal.

“Saya belum tahu, kalau begitu kita cek dulu ya, benar tidak seperti itu,” kata Menag Yaqut di Tokyo, Minggu (30/9/2024).

Pernyataan itu menyusul seiring keluhan masyarakat yang menemukan sejumlah nama produk yang tidak memenuhi unsur halal, tetapi muncul dalam aplikasi Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), seperti bir, rum, dan wine.

Menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor.44 Tahun 2020 tentang Penggunaan Nama, Bentuk, dan Kemasan Produk yang Tidak Dapat Disertifikasi Halal, suatu produk bisa diberi label halal apabila tidak memenuhi unsur yang diharamkan baik dari segi kandungan maupun penamaan.

Pada saat berita ini dibuat, nama-nama produk tersebut tidak muncul lagi di aplikasi BPJPH.

Menag juga mengimbau Lembaga Halal Luar Negeri (LHLN) yang sudah diakui oleh BPJPH untuk lebih menyeleksi produk-produk luar negeri yang akan disertifikasi halal.

“Tugas LHLN yang menilai, kalau tidak halal ya tidak bisa,” kata Menag.

Pasalnya, Menag menargetkan peningkatan 200 persen sertifikasi produk halal, terutama dari Jepang pada Oktober mendatang.

Target itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

UU Ciptaker tersebut telah mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang mengatur produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal dan berlaku mulai 17 Oktober 2024.

Saat ini terdapat 150 lembaga halal di luar negeri yang sudah mendapat pengakuan BPJPH Kemenag.

Sejak dibentuk pada 2017 BPJPH Kemenag telah menerbitkan dua juta sertifikasi halal atau lima juta produk bersertifikat halal hingga saat ini.

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved