Ahli Hukum Pidana Universitas Indonesia Chudry Sitompul ikut angkat suara soal langkah KPK yang membatalkan pemanggilan terhadap Kaesang Pangarep.
Putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu awalnya akan dipanggil untuk melakukan klarifikasi soal penggunaan pesawat jet pribadi saat dia dan istrinya, Erina Gudono, melancong ke Amerika Serikat, pada Agustus lalu.
Menurut Chudry, KPK memiliki kewenangan meminta keterangan suami dari Erina Gudono terebut.
“Sangat bisa (panggil Kaesang),” kata Chudry saat dihubungi, Sabtu, 7 September 2024.
Chudry mengatakan, posisi Kaesang sebagai seorang anak presiden membuat KPK bisa memanggilnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 soal Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, menurut dia, presiden, istri dan anaknya masuk dalam kategori pihak yang tidak boleh menerima gratifikasi.
“Jangan hanya pakai UU KPK dong, pakai juga UU 28 tahun 1999 tentang KKN,” kata Chudry.
Dalam penjelasan UU Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, tindak pidana KKN tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara negara, antar-penyelenggara negara, melainkan juga penyelenggara negara dengan pihak lain seperti keluarga, kroni dan para pengusaha.
“Jadi sangat bisa KPK minta klarifikasi dari Kaesang, bisa tidak dia membuktikan kalau fasilitas itu diupayakannya sendiri, tidak dari pemberian,” kata Chudry.
Sebelumnya, KPK menyatakan telah membatalkan permintaan klarifikasi terhadap Kaesang Pangarep terkait dugaan gratifikasi penggunaan jet pribadi. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron
Ghufron mengatakan, Kaesang tidak memiliki kewajiban hukum untuk melaporkan atau mengklarifikasi terkait dugaan penerimaan gratifikasi.
Alasannya, pertimbangan penerimaan gratifikasi sifatnya adalah pelaporan dari penyelenggara negara, seperti bupati dan gubernur.
Jika seorang penyelenggara negara menerima gratifikasi, katanya, yang bersangkutan wajib melaporkannya ke KPK untuk diperiksa dan ditentukan apakah gratifikasi tersebut dirampas atau diserahkan kembali pada penerima.
“Yang bersangkutan (Kaesang) bukan penyelenggara negara sehingga tidak ada kewajiban hukum untuk melaporkan," ujar Ghufron di Serang, Kamis, 5 September 2024.
Kaesang Pangarep diduga menerima gratifikasi setelah menggunakan pesawat jet pribadi milik Garena Private Limited untuk melancong ke Amerika Serikat bersama istrinya, Erina Gudono, pada Agustus lalu.
Tak hanya sekali, Kaesang ketahuan beberapa kali menggunakan pesawat jet pribadi dengan nomor registrasi N5883SE itu seperti dikutip dari tempo
Mahfud MD Bandingkan Dugaan 'Gratifikasi' Kaesang dengan Kasus Rafael Alun
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membandingkan kasus dugaan gratifikasi anak Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep, dengan kasus korupsi eks pejabat Kementerian Keuangan Rafael Alun.
Mahfud mempertanyakan alasan KPK tak mengusut dugaan gratifikasi Kaesang karena tak berstatus pejabat.
Dia menyebut kasus korupsi Rafael Alun juga dimulai dari kasus gaya hidup hedonisme anaknya.
"Banyak koruptor yang terlacak setelah anak atau isterinya yang bukan pejabat diperiksa. Contoh: RA, seorang pejabat Eselon III Kemenkeu sekarang mendekam di penjara justru ketahuan korupsi setelah anaknya yang hedon dan flexing ditangkap. Anak RA dengan mobil mewah menganiaya seseorang. KPK melacak kaitan harta dan jabatan ayah si anak: Ternyata hasil korupsi. KPK memproses, RA dipenjarakan," tulis Mahfud dalam akun X @mohmahfudmd, Kamis (5/9).
Mahfud sadar tak bisa memaksa KPK memanggil Kaesang dalam kasus ini. Dia berkata hal itu kembali pada iktikad baik KPK.
Meski demikian, dia mengingatkan alasan KPK tak melanjutkan kasus Kaesang ahistoris. Selain itu, pendapat itu justru akan menimbulkan celah hukum.
"Kalau alasan hanya karena bukan pejabat (padahal patut diduga) lalu dianggap tak bisa diproses maka nanti bisa setiap pejabat meminta pemberi gratifikasi untuk menyerahkan ke anak atau keluarganya," ujar Mahfud.
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman dan Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidilah Badrun melaporkan dugaan gratifikasi Kaesang Pangarep ke KPK.