Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

SK Perpanjangan Kepengurusan PDIP Digugat ke PTUN, Pengamat Politik Cium Gelagat Kekuatan Besar

Belakangan ini PDIP digempur habis-habisan. Pasalnya, PDIP digugat soal surat rekomendasi pencalonan kepala daerah yang ditandatangani Ketua Umum Megawati Soekarnoputri ke PN Jakarta Pusat.

Bahkan baru-baru ini, Surat keputusan (SK) yang dikeluarkan Kemenkumham terkait pengesahan kepengurusan DPP PDIP periode 2019-2024 yang diperpanjang hingga 2025 digugat ke PTUN Jakarta.

Gugatan itu disampaikan 4 orang yang mengaku sebagai kader PDIP.

Empat orang yang mengajukan gugatan itu ialah Pepen Noor, Ungut, Ahmad dan Endang Indra Saputra.

Tim advokasi dari 4 orang tersebut, Victor W Nadapdap, mengatakan gugatan itu diajukan lantaran bertentangan dengan AD/ART PDIP.

"Berdasarkan keputusan kongres PDI Perjuangan pada 9 Agustus 2019 telah ditetapkan keputusan No 10/KPTS/Kongres-V/PDI-Perjuangan/VIII/2019 tentang AD/ART PDI Perjuangan, sekaligus mengesahkan program dan menugaskan DPP PDI-P masa bakti 2019-2024," ujar Victor dalam keterangannya, dikutip, Senin (9/9/2024).

Lanjutnya menjelaskan, bahwa SK No M.HH-05.11.02 tahun 2024 yang dibacakan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pada 5 Juli 2024 untuk memperpanjang masa bakti hingga 2025, telah bertentangan dengan pasal 17 mengenai struktur dan komposisi DPP yang mengatur masa bakti 5 tahun.

Kemudian, Victor mengatakan seharusnya masa bakti kepengurusan DPP PDIP jika sesuai dengan AD/ART ialah sampai 9 Agustus 2024.

Di sisi lain, ia menilai pasal 70 AD/ART menetapkan jika kongres partai dilakukan 5 tahun sekali. Maka, menurutnya, perubahan AD/ART yang memuat masa bakti kepengurusan harus dilakukan melalui kongres.

"Hal ini tentunya sejalan dengan pasal 5 UU No 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 mengenai partai politik. Perubahan AD/ART sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan berdasarkan hasil forum tertinggi pengambilan keputusan partai politik yakni kongres," beber Victor.

Padahal, dalam AD/ART PDI Perjuangan, tidak disebutkan adanya hak prerogatif ketua umum untuk mengubah AD/ART. Menurutnya, hak prerogatif ketua umum PDI Perjuangan hanya sebatas mempertahankan empat pilar kebangsaan dan eksistensi partai.

"Kami percaya dan meyakini putusan PTUN Jakarta untuk memerintahkan Kementerian hukum dan HAM RI untuk mencabut dan membatalkan Surat Keputusan (SK) No M.HH-05.AH.11.02 tahun 2024 tentang pengesahan struktur, komposisi dan personalia PDIP masa bakti 2019-2024 yang diperpanjang hingga tahun 2025," kata Victor.

Sementara, Pejabat humas PTUN Jakarta Yoyo membenarkan gugatan itu sudah didaftarkan. "Sudah, bisa dicek di SIPP PTUN Jakarta nomor perkaranya 311," kata Yoyo ketika dihubungi terpisah.

Ketua DPP Bidang Reformasi Hukum Nasional PDI Perjuangan Ronny Talapessy merespons soal gugatan tersebut. Dia menduga ada pihak yang sedang mengganggu PDIP.

"Kami lihat ini upaya coba-coba untuk mengganggu PDI Perjuangan. Kalau kader yang benar pasti sudah paham bahwa terkait personalia DPP Partai itu adalah hak prerogatif Ketua Umum. Dan hak prerogratif Ketua Umum diatur dalam konstitusi partai, antara lain yakni di Pasal 15 ART Partai. Bunyinya antara lain, Dalam melaksanakan kepemimpinannya, Ketua Umum bertugas, bertanggung jawab dan berwenang serta mempunyai Hak Prerogatif untuk: (b) mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjaga keutuhan organisasi dan ideologi Partai," ujar Ronny.

Dia menduga ada upaya pembegalan lewat gugatan di PTUN itu. Ronny menegaskan PDIP tidak akan terprovokasi.

"Kedua, kalau yang menggugat ini adalah kader yang benar, dia juga pasti tahu bahwa kita pernah melakukan percepatan Kongres yang harusnya di tahun 2020 tetapi dipercepat pada tahun 2019 lalu dan semuanya berjalan baik. Percepatan kongres di 2019 itu juga karena hak prerogatif Ketum ketika mencermati situasi politik dan berdasarkan pertimbangan ideologis-strategis partai ketika itu. Baik percepatan dan juga perpanjangan kepengurusan, semua hak prerogatif Ketua Umum yang dijamin dan diatur dalam konstitusi partai," bebernya.

"Nampaknya bau bau jurus membegal konstitusi ala paman usman sedang mau coba diterapkan ulang di sini. PDI Perjuangan tidak akan terprovokasi dengan upaya-upaya membegal konstitusi partai kami," sambung Ronny.

Ronny mengimbau para kader maupun simpatisan untuk fokus pada agenda perjuangan partai. Dia menekankan PDIP solid untuk memenangkan Pilkada.

"Mari kita semakin merapatkan barisan, menyatu dengan denyut nadi perjuangan rakyat, kita menangkan calon-calon terbaik yang kita usung, calon-calon pemimpin yang setia dengan konstitusi, yang punya komitmen kuat mengawal demokrasi dan terutama memperjuangkan kesejahteraan rakyat," ujarnya.

Di samping itu, Pengamat Politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno mencium gelagat kekuatan besar.

Di mana seperti yang dikutip dari RMOL, pada hari Senin (9/9/2024), katad dia bahwa PDIP alami serangan bertubi-tubi. Setelah dikerdilkan Joko 'Mulyono' Widodo di Pilpres lalu, upaya serupa kini dilakukan Djufri dkk menjelang perhelatan Pilkada serentak.

Kemudian, dia jelaskan, Djufri dkk, mengatasnamakan kader PDIP, menggugat keabsahan surat rekomendasi pencalonan kepala daerah yang ditandatangani Ketua Umum Megawati Soekarnoputri ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Wajar publik melihat nuansa politik dalam gugatan (Djufri dkk) ini untuk mengganggu soliditas PDIP yang saat ini sedang menghadapi Pilkada," ujar dia, seperti yang dikutip dari RMOL, pada hari Senin (9/9/2024).

Kemudian, dia jelaskan, gugatan bernuansa politis dan ditengarai ada campur tangan kekuasaan lantaran baru dilayangkan setelah Presiden Joko Mulyono Widodo mendepak Yasonna Laoly sebagai Menteri Hukum dan HAM minggu ketiga Agustus kemarin.

Padahal, keputusan memperpanjang masa bakti kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP hingga 2025 dilakukan Megawati awal Juli lalu.

"Tentu gugatan ini telat. Kenapa? Gugatan tidak dilakukan saat misalnya kepengurusan yang baru disahkan melalui SK Menkumham," bebernya.

"Kenapa juga menunggu Menkumham yang baru dilantik dan menunggu rekomendasi calon kepala daerah diserahkan partai," pungkas Adi Prayitno seperti dikutip dari tv one

 PDIP Sebut Gugatan Kader ke Megawati Orderan, Jaringan Sama dengan Penggugat Demokrat

Politisi PDIP, Muhammad Guntur Romli buka suara terkait gugatan terhadap Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri oleh kadernya sendiri di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Terkait hal ini, Guntur Romli menilai gugatan yang dilayangkan terhadap Megawati adalah orderan.

Hal tersebut, katanya, diketahui dari investigasi yang dilakukan oleh internal partai.

Dia juga meragukan bahwa penggugat adalah kader PDIP lantaran dinilai olehnya tidak memahami AD/ART partai.

"(Gugatan ke Megawati) Upaya untuk mengganggu PDI Perjuangan. Kami telah melakukan investigasi, ada yang mengorder. Ada saatnya kami ungkap."

"Kalau benar itu kader tapi bisa diragukan karena tidak mengerti AD/ART partai," katanya kepada Tribunnews.com, Selasa (10/9/2024).

Kepada Tribunnews.com, Guntur Romli lantas mengirimkan file AD/ART partai via pesan singkat WhatsApp terkait hak prerogatif Ketua Umum PDIP.

Dalam AD/ART itu, Guntur berfokus kepada Pasal 15 poin b, d, dan g yang berbunyi:

Pasal 15

b. mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjaga keutuhan organisasi dan ideologi Partai;

d. menentukan pelaksanaan Kongres Partai;

g. mengganti personalia DPP Partai.

Lalu ketika ditanya apakah gugatan semacam ini memiliki modus yang sama dengan yang dialami Partai Demokrat sebelumnya, Guntur Romli mengamini.

Dia mengatakan penggugat Megawati memiliki kesamaan jaringan dengan penggugat Partai Demokrat.

"Jaringannya sama," ujarnya singkat.

Guntur Romli pun meyakini gugatan yang dilayangkan kader PDIP ke Megawati akan ditolak oleh PTUN.

"Kalau pertimbangannya adalah AD/ART pastinya ditolak. Kecuali penguasa ingin mengacak-acak PDI Perjuangan," pungkasnya.

Isi Gugatan Kader

Sebagai informasi, gugatan terhadap Megawati berkaitan dengan perpanjangan struktur kepengurusan DPP PDIP yang diperpanjang hingga 2025.

Dinukil dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, Senin (9/9/2024), laporan didaftarkan pada hari ini dengan nomor perkara 311/G/2024/PTUN.JKT.

Para penggugat terdiri dari lima orang, yaitu Djupri, Jairi, Manto, Suwari, dan Sujoko.

Ada empat poin gugatan yang dimohonkan lima orang tersebut untuk Kemenkumham.

Berikut objek gugatan yang dimaksud:

  1. Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya;
  2. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-05.AH,11.02.Tahun 2024 Tentang Pengesahan Struktur, Komposisi, dan Personalia Dewan Pimpinan Pusat PDIP Masa Bakti 2024–2025;
  3. Mewajibkan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia untuk mencabut Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-05.AH.11.02.Tahun 2024 Tentang Pengesahan Struktur, Komposisi, dan Personalia Dewan Pusat PDIP Masa Bakti 2024–2025;
  4. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara.

Tim advokasi dari para penggugat, Victor W. Nadapdap, menjelaskan bahwa gugatan diajukan lantaran hal tersebut diduga bertentangan dengan AD/ART PDIP.

"Berdasarkan keputusan kongres PDI Perjuangan pada 9 Agustus 2019 telah ditetapkan keputusan No. 10/KPTS/Kongres-V/PDI-Perjuangan/VIII/2019 tentang AD/ART PDI Perjuangan, sekaligus mengesahkan program dan menugaskan DPP PDI-P masa bakti 2019–2024," kata Victor dalam keterangannya.

Jika Kemenkumham RI mengesahkan SK No. M.HH-05.11.02 tahun 2024 yang dibacakan oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, pada acara pembacaan sumpah kader PDIP pada Jumat 5 Juli 2024 membolehkan susunan pengurus DPP PDIP masa baktinya diperpanjang hingga tahun 2025, lanjut Victor, hal tersebut sama saja bertentangan dengan Pasal 17 terkait dengan struktur dan komposisi DPP dimana hal tersebut mengatur masa bakti DPP selama lima tahun.

"Berdasarkan Pasal 17 tentang struktur dan komposisi DPP yang mengatur masa bakti anggota DPP selama lima tahun, maka seharusnya masa bakti kepengurusan yang sesuai dengan AD/ART adalah hingga 9 Agustus 2024," kata Victor.

Victor juga menambahkan bahwa seharusnya berdasarkan Pasal 70 AD/ART yang dimiliki oleh PDIP menetapkan bahwa kongres partai dilaksanakan setiap lima tahun sekali dan memiliki wewenang untuk mengubah dan menyempurnakan serta menetapkan AD/ART partai.

Dengan mengikuti aturan tersebut, papar Victor, perubahan AD/ART yang memuat masa bakti kepengurusan harus dilakukan melalui kongres.

"Hal ini tentunya sejalan dengan Pasal 5 UU No. 2 tahun 2011 tentang perubahan atas UU No. 2 tahun 2008 mengenai partai politik. Perubahan AD/ART sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan berdasarkan hasil forum tertinggi pengambilan keputusan partai politik yakni kongres," katanya.

Seperti diketahui sebelumnya, Puan Maharani dalam sambutannya pada penutupan Rakernas PDI Perjuangan ke-V di Jakarta menyatakan bahwa Megawati telah memperpanjang masa bakti DPP PDIP menjadi hingga tahun 2025 tanpa melalui kongres sebagai hak prerogatif ketua umum partai.

Sementara dalam AD/ART PDIPtidak disebutkan adanya hak prerogatif ketua umum untuk mengubah AD/ART, dimana masa bakti 2019–2024 telah diatur selama lima tahun dalam AD/ART partai.

Sejauh pengetahuan Victor, hak prerogatif ketua umum PDI Perjuangan hanya sebatas mempertahankan empat pilar kebangsaan dan eksistensi partai jika terjadi sesuatu pada partai dalam hal kegentingan yang memaksa.***

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved