Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Ukhuwah dan Dakwah, Muhammad Cholil Nafis, menanggapi dugaan pelanggaran hijab di Rumah Sakit (RS) Medistra dengan tegas.
Ia menyatakan bahwa hal semacam ini tidak boleh terjadi di Indonesia, sebuah negara yang sudah merdeka dan menjamin kebebasan warganya untuk menjalankan ajaran agamanya.
"Tidak boleh terjadi di negeri kita yang sudah merdeka dan dijamin untuk kebebasan menjalankan ajaran agamanya," ujar Cholil dalam keterangannya di aplikasi X @cholilnafis (1/9/2024).
Cholil Nafis menekankan pentingnya mengusut tuntas kejadian ini, karena sudah dianggap melanggar kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi.
Menurutnya, tindakan tersebut harus ditindaklanjuti agar tidak mengancam kebebasan beragama yang menjadi hak dasar setiap warga negara.
"Yang begini harus diusut karena sudah melanggar kebebasan beragama," tandasnya.
Sebelumnya, sebuah surat yang ditulis oleh Dr. dr. Diani Kartini, seorang dokter spesialis bedah onkologi, kepada RS Medistra Jakarta Selatan, viral di media sosial.
Dalam surat tersebut, Dr. Diani memprotes dugaan larangan bagi pegawai untuk berhijab di rumah sakit tersebut.
Sebagai bentuk protes dan kekecewaannya terhadap kebijakan manajemen RS Medistra, Dr. Diani memutuskan untuk berhenti bekerja di rumah sakit tersebut.
Menanggapi hal ini, Ketua DPRD DKI Jakarta, Achmad Yani, dengan tegas menyatakan bahwa RS Medistra tidak boleh mencoba-coba melanggar hak asasi manusia (HAM) dengan memberlakukan kebijakan larangan
Achmad Yani meminta agar Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta segera melakukan investigasi terkait dugaan pelanggaran ini, yang menurutnya sudah jelas merupakan pelanggaran HAM dan etika.
Achmad Yani juga meminta manajemen RS Medistra untuk segera memberikan klarifikasi dan penjelasan terkait kasus ini, karena masalah tersebut telah menimbulkan keresahan di masyarakat.
Selain itu, ia menekankan pentingnya membuka kanal-kanal aspirasi masyarakat untuk mengatasi masalah serupa di masa depan, guna memastikan kebebasan menjalankan keyakinan tidak dibatasi di tempat kerja seperti dikutip dari fajar
Kebetulan keduanya menggunakan hijab. Ada pertanyaan terakhir di sesi wawancara, menanyakan terkait performance dan RS Medistra merupakan RS internasional, sehingga timbul pertanyaan, apakah bersedia membuka hijab jika diterima.
Saya sangat menyayangkan jika di zaman sekarang masih ada pertanyaan rasis. Dikatakan RS Medistra berstandar internasional tetapi mengapa masih rasis seperti itu?
Salah satu RS di Jakarta selatan, jauh lebih ramai dari RS Medistra, memperbolehkan semua pegawai baik perawat, dokter umum, spesialis, dan subspesialias menggunakan hijab.