Kasus putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep berbeda dengan yang dialami Mario Dandy yang merupakan anak dari mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Rafael Alun Trisambodo yang terjerat perkara hukum di KPK.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, terdapat perbedaan persoalan hukum yang dialami Kaesang dengan Mario Dandy.
"Kalau Mario Dandy, ini dia masih sekolah waktu itu, dan masih dalam tanggungan orang tua. Jadi segala sesuatu yang ada padanya, pada anak itu, ya pasti itu hubungannya dengan orang tuanya," kata Asep kepada wartawan, Kamis (19/9).
Sementara Kaesang yang juga merupakan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), kata Asep, sudah berkeluarga dan sudah memiliki penghasilan sendiri dan pisah Kartu Keluarga.
"Ya jadi ada perbedaan, karena kalau Mario Dandy itu memang benar-benar anak yang masih ada dalam pengampuan orang tuanya gitu. Jadi segala macam, termasuk juga barang yang digunakan, dan yang lain-lainnya itu memang dimilik orang tuanya, dari orang tuanya," kata Asep.
Untuk itu, kata Asep, Direktorat Gratifikasi KPK akan benar-benar teliti ketika menelaah laporan gratifikasi penggunaan pesawat jet pribadi untuk bepergian ke Amerika Serikat (AS) yang sudah dilayangkan Kaesang ke KPK pada Selasa (17/9).
"Ini juga tidak menutup kemungkinan ya, tadi ada dikaitkan dengan orang tuanya saudara K ini, tapi kan memang harus dipisah. Nanti makanya itu nanti dari Direktorat Gratifikasi itu yang menganalisis seperti apa gitu," pungkas Asep seperti dikutip dari rmol
Pukat UGM Kritik Hitung-hitungan Tiket Jet Pribadi Kaesang Rp 90 Juta/Orang
Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM menyoroti klarifikasi Ketum PSI yang juga putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep ke KPK terkait penggunaan jet pribadi ke Amerika Serikat bersama istrinya, Erina Gudono. Pukat UGM ragu KPK akan mengusut dugaan gratifikasi terkait hal tersebut.
Mulanya, peneliti PUKAT UGM Zaenur mengatakan klarifikasi Kaesang ke KPK merupakan haknya sebagai warga negara. Dengan klarifikasi tersebut, penggunaan jet pribadi oleh Kaesang bukan merupakan gratifikasi karena masih dalam rentan 30 hari.
"Kedatangan Kaesang ke KPK merupakan hak setiap warga negara untuk melaporkan dugaan penerimaan gratifikasi terhadap dirinya. Dan memang betul masih dalam waktu 30 hari kerja sejak penerimaan gratifikasi tersebut. Sehingga sesuai dengan Pasal 12 huruf C Undang-undang Tipikor UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo 2001 maka ini bukan merupakan tindak pidana, karena masih di dalam rentan waktu 30 hari," kata Zaenur saat dihubungi, Rabu (18/9/2024).
Zaenur menyampaikan KPK memiliki waktu 30 hari untuk menentukan status penerimaan jet pribadi tersebut. Jika hasilnya merupakan penerimaan gratifikasi, maka Kaesang harus membayar sejumlah uang senilai gratifikasi yang diterima kepada negara.
"Apa yang harus dilakukan KPK, ya setelah adanya pelaporan gratifikasi tersebut ya KPK perlu melakukan telaah dalam waktu 30 hari ya, jadi setelah menerima pelaporan, maka 30 hari kemudian harus ditetapkan statusnya, apakah penerimaan tersebut merupakan penerimaan gratifikasi, atau kah bukan merupakan penerimaan gratifikasi. Kalau merupakan penerimaan gratifikasi, maka itu harus dikembalikan ke negara, diambil untuk negara," ujarnya.
"Caranya bagaimana? Caranya adalah dengan membayar sejumlah uang dengan senilai gratifikasinya. Berapa nilai gratifikasinya? Kalau penjelasan kemarin dari Deputi Pencegahan kemarin katanya Rp 90 juta per tiket ya, itu konyol. Bukan Rp 90 juta, seharusnya senilai biaya sewa pesawat. Saat itu kalau tidak salah dihitung Rp 8 miliar satu kali perjalanan. Kalau PP itu berarti adalah Rp 16 miliar. Jadi itu bukan Rp 90 juta," lanjutnya.
Zaenur mengatakan Kaesang diduga kerap bepergian menggunakan jet pribadi tersebut beberapa kali. Dia mendorong KPK mengusut dugaan suap terkait itu.
"Saya perlu ingatkan bahwa Kaesang ini diduga melakukan perjalanan menggunakan pesawat jet tersebut bukan hanya ketika ke Amerika, tetapi sudah berkali-kali bahkan ada videonya Kaesang turun dari pesawat tersebut untuk waktu yang sudah lama dan itu sudah waktu melewati 30 hari. Artinya itu diduga merupakan bentuk gratifikasi. Ketika tidak dilaporkan dalam waktu 30 hari, itu menjadi suap. Harusnya KPK memproses laporan dari dua pelapor Ubaidilah Badrun, Boyamin Saiman terhadap dugaan gratifikasi Kaesang ini. Jadi untuk perjalanan ke Amerika oke ditelaah oleh Direktorat Gratifikasi di bawah Kedeputian Pencegahan, tetapi seharusnya KPK tetap memproses juga laporan para pelapor di Direktorat PLPM di bawah Direktorat Keinformasian dan Data," ucapnya.
Lebih lanjut, Zaenur ragu KPK akan mengusut dugaan gratifikasi Kaesang. Dia melihat KPK sudah tak independen lagi.
"Tapi saya ragu itu akan dilakukan oleh KPK, mengingat ya KPK tidak independen, sangat takut terlihat dengan jelas ya ketakutan KPK memproses ini. Saya khawatir ini akan dilokalisir di perjalanan ke Amerika itu saja. Kalau itu terjadi ya maka ya sekali lagi hukum tidak bisa ditegakkan sesuai dengan prinsip persamaan di hadapan hukum," imbuhnya.
Diketahui, Kaesang mendatangi gedung Dewas KPK, Selasa (17/9). Kaesang mengaku mendatangi gedung Dewas KPK atas inisiatif pribadi meski tidak diundang. Kaesang menyebutkan dia bukan pejabat penyelenggara negara.
"Kedatangan saya hari ini ke KPK adalah karena inisiatif pribadi sebagai warga negara yang baik, bukan karena panggilan/undangan tertulis dari KPK walaupun saya bukan pejabat/penyelenggara negara," katanya.
Kaesang Pangarep buka suara mengenai dugaan gratifikasi penggunaan fasilitas jet pribadi dalam perjalanan ke Amerika Serikat (AS) bersama istri, Erina Gudono. Kaesang mengatakan hanya menumpang ke temannya.
"Saya menyampaikan informasi mengenai perjalanan saya ke AS yang menumpang atau nebeng temen saya," kata Kaesang dalam keterangan pers tertulis yang dibagikan jubir PSI Sigit Widodo, Selasa (17/9),***