Kepemimpinan Presiden Joko Widodo dalam bidang ekonomi telah berhasil membawa perubahan signifikan dalam penanganan kemiskinan ekstrem di Indonesia.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan, di tengah tantangan ekonomi global, Indonesia berhasil menjaga stabilitas ekonomi dan menekan angka kemiskinan ekstrem hingga mendekati nol pada tahun 2024.
Pertumbuhan ekonomi yang stabil ini tidak terlepas dari kebijakan pembangunan infrastruktur yang terus digencarkan oleh Jokowi serta program perlindungan sosial yang komprehensif.
Sri Mulyani, dalam Rapat Kerja dengan Komite IV DPD RI pada September 2024, menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 mencapai 5,05 persen, di tengah gejolak ekonomi global.
“Kita tetap bisa menjaga momentum pertumbuhan dalam pergolakan ekonomi global,” ujar Sri Mulyani.
Ia menambahkan bahwa angka kemiskinan ekstrem yang sempat naik akibat pandemi COVID-19 telah kembali turun bahkan di bawah tingkat sebelum pandemi.
Pada tahun 2019, angka kemiskinan ekstrem berada di 9,4 persen, kemudian naik menjadi 10,14 persen pada puncak pandemi, tetapi saat ini berhasil ditekan hingga 9,03 persen.
Pencapaian ini tidak terlepas dari kebijakan ekonomi Jokowi yang fokus pada pemerataan pembangunan dan perlindungan sosial.
Bank Dunia juga mengakui keberhasilan Indonesia dalam mengurangi kemiskinan ekstrem, di mana konsumsi masyarakat lapisan bawah meningkat hingga 5,5 persen di era kepemimpinan Jokowi.
Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah telah memberikan dampak nyata terhadap kesejahteraan masyarakat miskin dan rentan.
Pembangunan infrastruktur yang masif selama pemerintahan Jokowi menjadi salah satu faktor utama yang mendorong penurunan kemiskinan ekstrem.
Dengan membangun jalan, jembatan, pelabuhan, dan bandara di berbagai wilayah Indonesia, terutama di daerah-daerah terpencil, pemerintah berhasil membuka akses masyarakat terhadap pasar, pendidikan, dan layanan kesehatan.
Hal ini tidak hanya meningkatkan mobilitas ekonomi, tetapi juga membuka peluang kerja baru bagi masyarakat setempat.
Selain itu, program perlindungan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) terus diperluas cakupannya.
Sri Mulyani menekankan bahwa program-program ini menjadi tulang punggung dalam upaya pengurangan kemiskinan ekstrem di Indonesia.
“Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan perbaikan dari indeks pembangunan kita,” ujarnya.
Bantu Tingkatkan Daya Beli Masyarakat Miskin
Program-program tersebut membantu meningkatkan daya beli masyarakat miskin, menjaga stabilitas ekonomi di tingkat rumah tangga, dan melindungi mereka dari dampak negatif perubahan ekonomi global.
Meski pun dunia dihadapkan pada inflasi yang tinggi, kenaikan suku bunga global, dan ketidakpastian pasar akibat proteksionisme, Indonesia mampu menjaga pertumbuhan ekonominya.
Sri Mulyani mencatat bahwa lonjakan suku bunga sebesar 500 basis poin di Amerika Serikat dan penguatan Dolar AS tidak mampu menggoyahkan ekonomi Indonesia yang tetap tumbuh di atas 5 persen.
Pada saat yang sama, pertumbuhan ekonomi global hanya berada di kisaran 3 persen, menunjukkan kekuatan ekonomi Indonesia dalam menghadapi krisis global.
Kebijakan fiskal dan moneter yang diambil oleh pemerintah Indonesia terbukti efektif dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Di bawah kepemimpinan Jokowi, pemerintah menerapkan pendekatan yang fleksibel dan responsif terhadap perubahan ekonomi global, yang memungkinkan Indonesia untuk tetap bertahan dan bahkan tumbuh di tengah tekanan ekonomi dunia.
Keberhasilan ini juga tidak lepas dari sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Jokowi selalu menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor dalam mengatasi masalah kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Program pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah pusat seringkali melibatkan pemerintah daerah untuk memastikan bahwa pembangunan tersebut benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat.
SETARA Sebut Pidato Jokowi Hambar: Ngaku Ekonomi Tumbuh, Nyatanya Daya Beli Melorot, PHK di Mana-Mana
Ketua SETARA Institute Ismail Hasani mengkritik pidato terakhir di masa jabatan Presiden Jokowi di Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) telah diselenggarakan pada hari Jumat, 16 Agustus 2024.
SETARA menilai seharusnya Presiden Jokowi dapat menyampaikan milestone dan lompatan-lompatan pencapaian bangsa dan negara Indonesia dalam 10 tahun terakhir.
"Paparan sederhana tidak cukup meyakinkan publik bahwa 10 tahun kepemimpinannya membawa perubahan signifikan," kata Ismail dalam keterangannya, Jumat.
Ismail menyebut Jokowi hanya fokus pada aspek pembangunan ekonomi yang pada kenyataan di lapangannya sangat berbanding terbalik dengan klaimnya.
"Hambar dan tidak meyakinkan karena kondisi faktual daya beli masyarakat semakin menurun dan ancaman PHK di berbagai bidang, capaian kinerja ekonomi Jokowi juga tidak diimbangi dengan pengakuan hak-hak warga yang menjadi korban pembangunan,"
"Sementara, Jokowi sama sekali tidak menyampaikan capaian di bidang pembangunan hukum, HAM dan demokrasi secara holistik, hanya menyebut keberhasilan membentuk KUHP. Gegap gempita gagasan di awal masa jabatan Jokowi terkait pembangunan manusia melalui kebijakan revolusi mental, sama sekali tidak diceritakan, sampai di titik mana lompatan itu dicapai. Pidato itu seperti gambaran kemunduran-kemunduran yang sebagiannya ditutupi dengan keberhasilan ekonomi," pungkasnya.***