Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan rekayasa wawancara cegat atau doorstop interview dalam menanggapi isu krusial beberapa bulan terakhir.
Tindakan ini dinilai sebagai cara Jokowi menghindari kritik dari wartawan di akhir masa jabatannya.
Publik mulai tersadar wawancara cegat Jokowi tak dilakukan wartawan dua pekan terakhir.
Pada 21 Agustus, kanal YouTube Sekretariat Presiden mengunggah video wawancara Jokowi menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan rencana revisi UU Pilkada.
Video itu menampilkan Jokowi seolah-olah dicegat untuk wawancara. Namun, hanya ada tiga tangan yang terlihat menjulur ke arah Jokowi.
Hanya ada satu mikrofon dan tiga ponsel yang ditodongkan ke Jokowi. Tak ada cube atau kotak bergambar logo media massa di mikrofon tersebut.
Suara penanya juga mirip salah satu pegawai Sekretariat Presiden yang biasa mendokumentasikan kegiatan kepresidenan.
Hal yang sama juga dilakukan Youtube Sekretariat Presiden pada 27 Agustus. Kali ini, Jokowi diminta menanggapi pembatalan revisi UU Pilkada hingga penangkapan mahasiswa.
Lagi-lagi, pewawancara bukan wartawan asli. Kali ini ada dua mikrofon dan empat ponsel yang ditodongkan ke Jokowi. Namun, tetap tidak ada cube stasiun televisi mana pun.
Jokowi terlihat seperti sedang berjalan, lalu dicegat oleh beberapa orang untuk wawancara. Jokowi banyak tersenyum, sambil beberapa kali terlihat seperti membaca teks di arah kamera.
Penanya juga masih sama, seorang pria pegawai Sekretariat Presiden. Terdengar pula suara Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden R. Erlin Suastini ikut bertanya di video itu.
Padahal, wartawan-wartawan yang memiliki lisensi liputan kepresidenan ada di ruang pers yang hanya berjarak 300-500 meter dari lokasi wawancara itu.
Fenomena Jokowi merekayasa wawancara ini terjadi setidaknya sejak awal tahun. Dia pernah membuat dua kali video seakan-akan diwawancara wartawan setelah dikritik publik soal pernyataan presiden boleh memihak di pemilu.
Video pertama diunggah 26 Januari. Jokowi tampak menerangkan dasar hukum pernyataan tentang presiden boleh memihak.
Wawancara seolah-olah Jokowi sedang berinteraksi secara luwes dengan wartawan. Padahal, ia bicara di depan sejumlah PNS.
Dari latar yang terlihat di video, wawancara rekayasa itu terlihat seperti Ruang Teratai Istana Bogor. Di hari itu, Jokowi habis menjamu Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao.
Wartawan-wartawan istana pun masih ada di Istana Bogor, tetapi tak diajak wawancara saat Jokowi menerangkan alasan presiden boleh memihak dalam pemilu.
Jokowi kembali membuat klarifikasi tentang "presiden boleh memihak" setelah peresmian Tol Indrapura-Lima Puluh di Sumatera Utara.
Namun, hanya PNS Sekretariat Presiden yang mewawancarai. Wartawan hanya diikutsertakan dalam peresmian tol.
Tampak empat ponsel yang ditodongkan ke Jokowi. Tangan-tangan yang menyodorkan ponsel terlihat mengenakan kemeja biru dongker, khas kemeja pegawai Sekretariat Presiden.
Pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi menilai ada kekhawatiran dari Jokowi menghadapi pertanyaan-pertanyaan kritis wartawan di akhir masa kepemimpinannya.
Asrinaldi mengatakan Jokowi ingin mencegah polemik yang bisa timbul dari pertanyaan spontan wartawan. Oleh karena itu, Jokowi memilih diwawancara oleh anak buahnya sendiri.
"Ketika di akhir-akhir kepemimpinan ini karena memang banyak isu yang strategis, kemudian wartawan juga menanyakan hal-hal yang kritis, ya beliau mungkin menyadari bahwa ini akan bisa menjadi persoalan kalau ini dibiarkan terus ya," kata Asrinaldi saat dihubungi, Senin (2/9).
Menurut Asrinaldi, gaya wawancara cegat dipilih agar Jokowi terkesan bisa menjawab dengan cerdas meski ditanya spontan. Padahal, gaya komunikasi yang dilakukan tetap satu arah dan jawaban sudah dipersiapkan sebelumnya.
Asrinaldi mengatakan tindakan Jokowi ini sebenarnya justru merugikan dirinya sendiri. Cepat atau lambat, publik akan tahu bahwa sosok Jokowi yang komunikatif dan menguasai persoalan hanya rekayasa pencitraan.
"Kalau selama ini persepsi yang kita sebut dari dua hal tadi itu dominan, ya akhirnya di akhir-akhir ini, meruntuhkan persepsi orang ini loh sebenarnya Presiden Jokowi itu," ujar Asrinaldi.
Alarm bahaya kebebasan pers
Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Mustafa menilai tindakan Jokowi ini berbahaya bagi kebebasan pers. Jokowi seolah memberi ruang untuk pers padahal sedang melakukan komunikasi satu arah.
Mustafa mengingatkan pers punya hak untuk meliput dan bertanya langsung ke narasumber. Hak itu dijamin undang-undang demi keterbukaan informasi publik dan kontrol sosial.
"Ini jurnalis kemudian tidak diberi ruang untuk melakukan wawancara, justru hanya diberikan template (seperti dikatakan oleh pemerintah), 'Ini nih hasil wawancara, sudah ada ambil aja,'," kata Mustafa saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin.
"Kan tidak sehat untuk kemudian kemerdekaan pers kita," ujar Mustafa.
Belum lagi jika menyoal kemampuan PNS dalam bertanya ke Presiden. Mustafa menilai wawancara itu hanya kemasan. Menurutnya, Jokowi hanya ingin menyampaikan pesan satu arah ke publik.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu juga menyoroti fenomena wawancara cegat Jokowi. Dia mengingatkan agar semua lembaga pemerintahan membuka akses seluas-luasnya kepada wartawan.
Dia berkata publik punya hak untuk tahu. Hak itu, ucapnya, tidak bisa diwakili oleh pegawai negara melalui wawancara presiden.
"Hak publik untuk tahu itu tidak bisa digantikan, non derogable rights, tidak bisa diganti oleh siapa-siapa, dan tidak diambil oleh negara sekalipun," ujar Ninik kepada wartawan, Jumat (30/8).
Ninik berkata hanya wartawan yang bisa menjadi delegasi publik untuk memenuhi hak untuk tahu. Dengan demikian, ia berharap wartawan tak dibatasi hanya lewat siaran pers.
"Saya hanya minta kepada setiap penyelenggara negara dan penyelenggara kepemiluan agar buka akses pada teman-teman jurnalis untuk tahu, untuk mendalami, jangan dibatasi rilis, jangan dibatasi dengan bahan informasi yang di-upload di PPID," ujarnya.
Wartawan sempat bertanya ke Jokowi kenapa sekarang lebih sering wawancara dengan PNS istana. Alih-alih menjawab, Jokowi justru membalikkan badannya.
Deputi Protokol dan Pers Media Sekretariat Presiden Yusuf Permana membantah rekayasa wawancara Jokowi. Dia menilai siaran Sekretariat Presiden itu bagian dari keterangan pers.
"Tidak ada gimmick apalagi settingan. Bukan kah itu dalam rangka memberikan keterangan pers," ucap Yusuf seperti dikutip dari CNN Indonesia
Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam satu pekan ini memberikan dua pernyataan pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Keterangan tersebut dikemas dalam bentuk doorstop atau wawancara cegat seakan-akan dilakukan bersama wartawan.
Padahal jurnalis Istana Kepresidenan sama sekali tidak dilibatkan saat Jokowi memberikan keterangan tersebut.
Dua keterangan yang dibagikan oleh Jokowi, pertama, pada 21 Agustus 2024.
Saat itu Kepala Negara memberikan komentarnya atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal ambang batas hingga syarat usia pencalonan kepala daerah.
Tujuh hari kemudian, pada 27 Agustus 2024, Jokowi memberikan keterangan soal aksi demonstrasi atas pengesahan revisi Undang-Undang Pilkada oleh DPR.
Dalam keterangannya juga Jokowi menagih langkah cepat DPR dalam Rancangan Undang Undang Perampasan Aset.
Jika diperhatikan dengan baik, dalam dua video yang dibagikan di Youtube Sekretariat Presiden pada 21 Agustus, hanya terdapat tiga tangan yang menyodorkan alat rekam.
Tak ada mik stasiun televisi, juga tak ada pertanyaan lanjutan dari jurnalis untuk menggali informasi yang lebih dalam.
Dalam video terpisah pada 27 Agustus 2024, terlihat tiga telepon seluler dengan mode perekam suara dan dua mikrofon.
Sebelum wawancara kemudian, terdengar suara seolah wartawan yang menyapa Presiden dengan ucapan ”selamat sore”.
Presiden berjalan menuju layar dengan membalas sapaan “selamat sore” kepada Staf Biro Pers Istana.
Ketika dua wawancara itu dibuat, sebetulnya wartawan Istana Kepresidenan masih di pressroom.
Tidak ada kabar sama sekali dari Biro Pers Sekretariat Presiden untuk melakukan wawancara.
Tetapi tiba-tiba, misalnya seperti pada tanggal 27 Agustus, tayangan keterangan Jokowi dibagikan, tepat pada 18.55 WIB sebelum jurnalis hendak pulang.
Keterangan Jokowi seolah wawancara doorstop ini menjadi sorotan warganet hingga aktivis. Penulis Puthut Eko Arianto misalnya, melalui media sosial X.***