Demo ojek online (ojol) yang merebak di berbagai kota di Indonesia, pada Kamis (29/8) menuntut upah layak hingga kesejahteraan bagi para pengemudi ojol, kurir hingga taksi online.
Lokasi unjuk rasa antara lain menggeruduk Kementrian Perhubungan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di Jakarta Pusat.
"Mobilitas ojol ini cukup tinggi. Di satu sisi ojol dan kurir dipaksa untuk tetap bekerja memenuhi syarat waktu dan jumlah orderan tertentu," kata Sekretaris Jenderal (Sekjend) Dewan Pimpinan Nasional Repdem, Abraham Leo Tanditasik alias Abe dalam keterangannya, Selasa (3/8).
Menurut Abe, dalam aktivitas sehari-hari, ojol melakukan pekerjaan yang memenuhi semua unsur terkait hubungan kerja, yaitu pekerjaan, upah, dan perintah. Sehingga pengemudi wajib menjalankan pekerjaan melalui perintah yang ada dalam aplikasi ojol.
“Bila tidak dijalankan ojol, maka akan dikenakan sanksi berupa suspend atau putus mitra. Bahkan, saldo di aplikasi pengemudi bisa hangus sebagai gantinya denda," kata Abe.
Karena pemasukan tidak menentu, Abe berharap aplikator bisa membuat kebijakan yang lebih adil untuk para pengemudi.
"Kami berharap pemerintah dan perusahaan untuk lebih memperhatikan kesejahteraan mereka,” kata Abe.
Abe menilai saat ini pengemudi ojol makin tertekan oleh perusahaan aplikasi, sedangkan pihak pemerintah belum dapat berbuat banyak.
“Saat ini status hukum para ojol ini masih ilegal tanpa adanya legal standing berupa undang-undang (UU). Jadi perusahaan aplikasi bisa berbuat sewenang-wenang tanpa ada solusi dari platform serta tidak bisa diberi sanksi oleh pemerintah," kata Abe yang merupakan aktivis 1998 ini.