Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

6 Buku Terlarang di Indonesia Yang Dianggap 'Berbahaya'

 Larangan buku di Indonesia dapat ditelusuri kembali ke masa penjajahan dan Orde Baru, di mana pemerintah memiliki kontrol ketat terhadap informasi dan publikasi. 

Proses pelarangan ini seringkali melibatkan penilaian subjektif terhadap konten, yang membuatnya menjadi alat kontrol yang bisa digunakan untuk meredam kritik dan membatasi kebebasan berekspresi.

Setelah era reformasi, kebijakan mengenai buku terlarang mengalami perubahan, tetapi beberapa buku masih menghadapi pembatasan.

Deretan Buku yang Dilarang Beredar di Indonesia

1. Di Bawah Lentera Merah

Di Bawah Lentera Merah ditulis oleh Soe Hok Gie, seorang aktivis dan penulis yang dikenal karena pandangannya yang kritis terhadap pemerintahan di Indonesia.

Buku ini merupakan karya yang mengisahkan pandangan Soe Hok Gie mengenai kehidupan di bawah pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto.

Buku ini mengungkapkan pandangan kritis terhadap kebijakan pemerintah, penyelewengan kekuasaan, dan kondisi sosial yang tidak adil.

Pada zaman ini, buku-buku yang dianggap menentang atau kritis terhadap pemerintah sering kali menjadi target pelarangan.

2. Tetralogi Buru

Tetralogi Buru adalah karya sastra monumental yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer, seorang penulis Indonesia terkemuka. 

Tetralogi ini terdiri dari empat buku: "Bumi Manusia", "Anak Semua Bangsa", "Jejak Langkah", dan "Rumah Kaca". 

Pramoedya menulis Tetralogi Buru selama masa penahanannya di Pulau Buru.

Dikenal karena menyajikan kritik tajam terhadap kolonialisme Belanda serta masalah sosial dan politik Indonesia pada awal abad ke-20, tetralogi ini menghadapi pelarangan dan pembatasan, terutama selama era Orde Baru.

3. Demokrasi Kita

Demokrasi Kita pertama kali diterbitkan pada tahun 1959 oleh Mohammad Hatta, salah satu pendiri Republik Indonesia dan wakil presiden pertama.

Buku ini berisi refleksi dan analisis Mohammad Hatta mengenai prinsip-prinsip demokrasi dan implementasinya di Indonesia. 

Dalam buku ini, Hatta mengeksplorasi berbagai aspek demokrasi, termasuk peran institusi, hak-hak individu, dan tanggung jawab pemerintah. 

Ia mengkritik kekurangan dalam sistem demokrasi yang ada dan menawarkan pandangan mengenai bagaimana demokrasi dapat diperkuat untuk melayani kepentingan rakyat secara lebih baik.

Meskipun penting secara akademis dan historis, buku ini menghadapi pelarangan dalam beberapa periode sejarah Indonesia.

4. Benturan NU PKI 1948-1965

Benturan NU-PKI 1948-1965 adalah buku karya Abdul Mun'im Dz yang mengupas hubungan dan konflik antara Nahdlatul Ulama (NU) dan Partai Komunis Indonesia (PKI) selama periode 1948 hingga 1965. 

Buku ini membahas dinamika politik, konflik ideologis, dan dampak sosial dari benturan antara dua kekuatan politik utama di Indonesia pada masa itu.

Pada masa Orde Baru dan pasca-Reformasi, isu-isu terkait PKI dan NU merupakan topik yang sangat sensitif.

5. Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978

Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978 menyajikan catatan dan laporan tentang aksi-aksi yang dilakukan oleh mahasiswa di berbagai universitas di Indonesia. 

Buku ini menguraikan tuntutan dan agenda mahasiswa, termasuk reformasi politik, perbaikan sistem pendidikan, dan penegakan hak asasi manusia. 

Isinya mencerminkan ketidakpuasan mahasiswa terhadap pemerintah Orde Baru dan sistem politik yang berlaku, serta mencatat berbagai protes dan demonstrasi yang terjadi.

6. Indonesia di Bawah Sepatu Lars

Indonesia di Bawah Sepatu Lars adalah sebuah buku yang ditulis oleh Sukamdani Indro Tjahjono, seorang penulis dan intelektual Indonesia. 

Buku ini terbit pada tahun 1967 dan berisi analisis kritis mengenai kondisi politik dan sosial Indonesia pada masa itu, khususnya mengenai pengaruh kekuasaan militer dan kolonialisme terhadap masyarakat Indonesia. 

Sepatu Lars sendiri adalah simbol dari kekuasaan militer Belanda yang menginjak-injak hak dan kebebasan rakyat Indonesia.

Karena isinya yang kontroversial dan kritik tajam terhadap terhadap praktik kekuasaan militer dan kolonialisme, buku ini mengalami pelarangan di Indonesia dengan alasan untuk menjaga stabilitas politik.

Sumber Berita / Artikel Asli : inilah

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved