Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

20 Tahun Pembunuhan Munir, Amnesty: Tak Ada Niat Politik dari Pemerintah Ungkap Pelaku Utama

 Amnesty International Indonesia mempertanyakan komitmen politik pemerintah untuk mengungkap dalang di balik pembunuhan Munir Said Thalib. Pada 7 September 2024, menandai dua dekade pembunuhan seorang aktivis yang gigih memperjuangkan hak asasi manusia itu.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyesalkan hingga saat ini pelaku utama pembunuhan Munir, belum tersentuh oleh hukum. “Kemampuan aparat penegak hukum kita sebenarnya tidak perlu diragukan lagi. Tak ada yang bisa diungkapkan, sesulit apa pun kejahatannya," kata Usman dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 6 September 2024.

Sayangnya, kemampuan itu terhalang oleh keengganan politik untuk mengambil langkah-langkah hukum dalam menuntaskan kasus ini. Padahal masih ada peluang hukum, yaitu investigasi kepolisian serta peninjauan kembali oleh kejaksaan untuk menyeret dalang pembunuhan Munir.

Usman mengatakan pembunuhan Munir bukan kejahatan biasa, tetapi kejahatan luar biasa yang terjadi secara sistematis dengan indikasi kuat keterlibatan petinggi negara, khususnya unsur intelijen yang menyalahgunakan wewenang mereka. Bahkan, melibatkan orang-orang tertentu di penerbangan milik pemerintah, yakni Garuda Indonesia. 

Usman menghormati penjelasan komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan yang mengatakan bahwa saat ini proses penyelidikan pro justisia kasus Munir di Komnas HAM masih berjalan. Hari mengatakan saat ini Komnas HAM masih melakukan pengumpulan alat bukti dan permintaan keterangan saksi.

Komnas HAM dan sejumlah organisasi hak asasi manusia juga berkali-kali mengingatkan Jaksa Agung terkait hasil-hasil penyelidikan Komnas HAM, termasuk untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc oleh Presiden dan DPR. Namun, Usman menilai kemauan politik itu belum terlihat. 

“Seandainya pun Komnas HAM berhasil menuntaskan penyelidikan, hasilnya masih bergantung dari kemauan politik negara,” ujarnya. 

Munir tewas akibat dosis mematikan senyawa arsenik dalam penerbangan Garuda rute Jakarta - Singapura - Amsterdam, pada 7 September 2004, . Meski sempat ditangani lewat Tim Pencari Fakta, Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan, kasus ini masih menyisakan tanda tanya setelah tidak berlanjut sejak akhir 2008.

Pembentukan TPF kasus meninggalnya Munir pada 2004 lewat Keputusan Presiden Nomor 111 tahun 2004 menjadi langkah penting dalam mengungkap kasus pembunuhan itu. Selain pelaku lapangan, laporan TPF menyebutkan nama-nama lain yang perlu ditelusuri peran dan pertanggungjawaban hukumnya.

Kendati demikian, Pemerintah tidak pernah mengumumkan laporan TPF, meski Keppres 111/2004 memandatkannya. Komisi Informasi Publik (KIP) Pusat pada 10 Oktober 2016 sempat meminta Pemerintah segera mengumumkan laporan tersebut. Namun, dokumen penyelidikan TPF dinyatakan hilang.  

Kementerian Sekretariat Negara pada 12 Oktober 2016 mengaku tidak dapat mengumumkan laporan akhir TPF karena tidak memiliki dokumen tersebut. Setelah ada desakan publik, Presiden Joko Widodo memerintahkan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo untuk mencari dokumen TPF yang hilang, namun tidak membuahkan hasil. 

Pada 28 Januari 2021, Ombudsman dari hasil pemeriksaannya mengungkapkan bahwa dokumen asli hasil penyelidikan TPF kematian Munir masih belum ditemukan. 

“Peristiwa hilangnya dokumen TPF itu saja menandakan rendahnya kemauan politik negara untuk membuka kembali kasus Munir. Kejadian ini sungguh tidak dapat dipercaya dan sulit diterima oleh nalar,” kata Usman.  

Selain hasil TPF, pemerintah juga belum lebih jauh menuntaskan hasil-hasil penyelidikan kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Padahal saat itu telah ada titik terang tentang siapa dalang utama pembunuhan ini.

Usman menuturkan, motif pembunuhan juga tidak dapat dipisahkan dari perjuangan Munir untuk mereformasi sistem keamanan dan kontrol sipil dalam demokrasi di Indonesia. Sebelum dibunuh, Munir aktif mengkritik Rancangan Undang-Undang Badan Inteijen Negara, RUU TNI Tahun 2004 dan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Tahun 2004, serta kegiatan publik lainnya. 

“Sayangnya, ada sekelompok orang yang tidak menginginkan perubahan dengan cara membunuhnya,” tutur Usman. 

Pemerintahan Joko Widodo, yang pada awal masa jabatannya berjanji untuk menuntaskan kasus ini, hingga kini belum menunjukkan langkah nyata untuk memenuhi janji. Menurut Usman, hal ini semakin mempertegas keengganan negara untuk menegakkan keadilan bagi Munir dan keluarganya serta ribuan korban pelanggaran HAM lainnya. 

“Kami terus mendesak negara untuk segera mengambil langkah hukum yang tegas dan transparan dalam mengusut tuntas kasus pembunuhan Munir,” kata Usman seperti dikutip dari tempo

Hendropriyono Buka-Bukaan soal Kasus Munir


Dokumen TPF Pembunuhan Munir hilang, apa ada kaitannya dengan BIN?

Salah sendiri kenapa hilang. Saya tidak ngerti. Mbok jangan hilang, biar puas juga. Saya juga tidak dipanggil atau diperiksa. Itu kan sudah BIN era SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Kalau ini disebut pembunuhan politik, politiknya siapa? Atasan saya waktu itu Ibu Mega (Megawati Soekarnoputri).

TPF katanya pernah memanggil Anda, tapi tidak pernah hadir. Apa benar dan kenapa tidak hadir?

Itu tidak betul. Saya kan sudah masyarakat biasa. Kalau misal saya tidak datang, ya datangin saya. Mereka kan bukan polisi... mereka ada hak dari mana manggil-manggil orang? Memangnya Kopkamtib (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban)? Jadi Kopkamtib pun saya tidak pernah manggil orang jika saya tidak yakin betul dia salah. Datangin lah saya, bener.

Jika saya perlu informasi, saya panggil dia tidak mau datang, saya datangin. Saya tanya, kenapa tidak mau datang? Tidak ada orang dipanggil tidak mau datang. Kecuali dia tidak tahu. Terus terang saya tidak tahu. Tapi kalau sampai saya salah, kenapa kamu tidak mau datang? Kenapa? Kan kamu yang perlu informasi dari saya.

Lalu siapa yang membunuh Munir? Siapa yang menyuruh Pollycarpus jika bukan BIN?

Saya sudah keluar dari BIN. Saya langsung resign. Saya kecewa juga ada kejadian seperti ini. Saya keluar agar pemeriksaan fair. Rezim pun sudah berganti. Jadi ini kan hanya asumsi-asumsi. Jangan begitulah. Buktikan saja, kita punya hukum. Kalau tidak percaya hukum, percaya pada siapa? Tapi saya betul-betul tidak punya pikiran yang sebinatang itu untuk membunuh orang yang tidak bersalah.***

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved