Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menyoroti DPR yang tiba-tiba membahas revisi UU Pilkada Nomor 10/2016 pada Rabu (21/8) ini.
Pembahasan itu dilakukan usai Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan soal syarat Pilkada.
Menurut Ujang, upaya yang dilakukan DPR merupakan pembegalan konstitusi.
"Tidak boleh DPR memutuskan merevisi undang-undang yang bertentangan dengan putusan MK. Karena keputusan MK itu final dan mengikat, harus dipatuhi," kata Ujang melalui pesan suara.
"Kan sudah ada ketentuannya kalau tidak menjalankan putusan MK yang dianggap ilegal, dianggap inkonstitusional kebijakan DPR tersebut," imbuhnya.
Ujang berpendapat revisi UU Pilkada ini merupakan akal-akalan politik.
Dia menduga ada tujuan terselubung, salah satunya demi memuluskan jalan Kaesang Pangarep di Pilgub Jawa Tengah 2024.
"Saya melihat DPR ingin mengakomodasi Kaesang untuk bisa menjadi wakil gubernur di Jawa Tengah, maka menabrak keputusan Mahkamah Konstitusi. Mengabaikan putusan MK," ucapnya.
Ia mengatakan politik memang penuh dengan drama. Namun, kata Ujang, politisi yang berintegritas tak akan memainkan permainan ini.
"Memang akal-akalan, memang permainan. Politik itu drama-drama, permainan yang dimainkan oleh banyak faktor tetapi mestinya kalau politik yang berintegritas mestinya tidak seperti itu," ujar dia.
Pada Selasa (20/8), MK mengetok palu untuk dua gugatan terkait Pilkada 2024, yaitu gugatan dengan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 dan nomor 70/PUU-XXII/2024.
Melalui putusan 60, MK menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.
Partai yang tidak memperoleh kursi DPRD, tetap bisa mengusung paslon selama memenuhi syarat presentase yang dihitung dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT).
Syarat parpol dan gabungan parpol bisa mengusung paslon yaitu memperoleh suara sah dari 6,5 persen hingga 10 persen, tergantung pada jumlah pemilih tetap di provinsi itu.
Kemudian, lewat putusan 70, MK menegaskan penghitungan syarat usia minimal calon kepala daerah dilakukan sejak KPU menetapkan pasangan calon, bukan sejak calpn terpilih dilantik.
Namun, Panitia Kerja RUU Pilkada DPR RI menyepakati perubahan syarat ambang batas pencalonan pilkada dari jalur partai hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD. Hal itu diatur dalam daftar inventaris masalah (DIM) Pasal 40 UU Pilkada.
Syarat usia minimal calon kepala daerah juga dihitung saat pelantikan paslon mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA) seperti dikutip dari CNN Indonesia
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan Pemerintah membahas batas usia minimum calon kepala daerah maju pilkada, terutama gubernur.
Baleg DPR RI sementara ini menyetujui batas usia minimum calon kada merujuk putusan Mahkamah Agung (MA). Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pun jadi mental.
Jika RUU segera disahkan menjadi UU Pilkada, maka tentu ada asa baru bagi Kaesang Pangarep maju calon wakil gubernur Jateng.
Baleg DPR RI dari Koalisi KIM terlihat gigih memperjuangkan batas usia merujuk MA ini.
Baleg DPR RI menyepakati daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi RUU Pilkada terkait batas usia minimum calon kepala daerah untuk maju pilkada merujuk pada putusan MA yang dihitung sejak pelantikan.
Hal ini terjadi saat rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu siang (21/8).***