Pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Haji 2024 yang dicurigai bernuansa politis bisa jadi benar bila melihat panasnya tensi politik baru-baru ini.
Setelah pembentukan Pansus, Ketua Umum DPP PKB, Muhaimin Iskandar, dalam harlah partai di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan pekan lalu terang-terangan 'membidik' Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut).
Yaqut oleh Muhaimin disebut terlalu menganggap enteng masalah-masalah haji tahun ini. Di depan para kadernya di JCC, politikus yang akrab disapa Cak Imin itu bahkan berseloroh menyodorkan nama kader PKB lainnya, Jazilul Fawaid, sebagai menteri agama jika Yaqut tak mampu menyelesaikan permasalahan haji tahun ini.
“Dari dulu tidak ada solusi (di Mina). Setelah satu abad baru ada solusi. Yang namanya lempar jumroh bertingkat, kenapa Arafah-Mina enggak dibikin bertingkat? Tentu menunggu Pak Jazilul menjadi menteri agama kira-kira,” seloroh Muhaimin mengkritik masalah di Mina.
Dalam konteks penyelenggaraan ibadah haji, Cak Imin merupakan Wakil Ketua DPR RI cum Ketua Tim Pengawas Haji. Ia memimpin rapat paripurna pembentukan Pansus Haji pada Selasa, 9 Juli 2024. Saat itu, didampingi Wakil Ketua DPR RI, Rahmat Gobel, minus kehadiran tiga pimpinan DPR lainnya, Muhaimin menggoyang Yaqut, rival satu partai menjelang berakhirnya masa kepengurusan keduanya di PKB (2019-2024).
Pada Pilpres 2024, Muhaimin dan Yaqut juga berseberangan. Cak Imin, bermodal posisinya sebagai orang paling kuat di PKB maju sebagai calon wakil presiden, berpasangan dengan Anies Baswedan. Sementara Yaqut yang sampai saat ini masih menjabat sebagai pengurus DPP PKB bidang pertahanan dan keamanan, justru berbeda haluan dengan mendukung pasangan Prabowo-Gibran.
Sampai akhirnya pemilu selesai. Prabowo-Gibran memperoleh suara terbanyak dan bakal dilantik pada Oktober tahun ini. Bagaimana dengan PKB? Parpol yang belum pernah sekalipun menjadi oposisi itu akhirnya merapat ke koalisi. Pada 24 April 2024, Jazilul Fawaid mengatakan PKB tidak memiliki pengalaman di luar pemerintahan. Ini disampaikan saat PKB menerima kunjungan Prabowo di kantor PKB yang beralamat di Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat.
Jazilul bahkan meminta partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) pengusung Prabowo-Gibran tidak risau PKB bakal merebut jatah kursi menteri. Dia memastikan, hal itu hanya tradisi pemberian selamat kepada presiden terpilih. Jazilul juga tidak menyinggung soal posisi Yaqut sebagai menteri agama, apakah diteruskan atau diganti oleh partai.
“PKB hanya ingin kalau pilpres harus berujung pada keakraban, pada silaturahmi, dan itu sudah dibuktikan oleh Pak Prabowo dan Gus Muhaimin,” kata Jazilul.
Namun, belakangan hubungan Muhaimin dan Yaqut justru meruncing, terutama setelah pembentukan Pansus Haji. Seloroh Cak Imin menyentil penyelenggaraan ibadah haji di JCC bisa jadi penegasan kalau hubungan dua penggede partai tersebut hakikatnya sedang tidak baik-baik saja.
Seorang anggota DPR yang menolak disebut namanya mengamini hal itu. Bisik-bisik aroma perseteruan tersebut menghangat sejak awal rencana pembentukan Pansus Angket Haji. “Itu (Pansus) memang sudah dirancang sejak mereka (Timwas Haji DPR) belum berangkat ke Makkah,” kata dia mengomentari kegaduhan politik gegara Pansus Haji akhir-akhir ini.
Ia melanjutkan, sebenarnya sejak awal beberapa kawan sudah paham kalau Pansus Haji tersebut bernuansa politis. Rasanya lebih ke pertarungan dua kelompok elite partai tertentu. Ibarat kata, Pansus Haji merupakan laga pembuka konflik yang terasa berisik betul dalam beberapa hari belakangan ini.
“Kita tahu lah, itu kan sebenarnya konflik antara PKB dan PBNU, kemudian Cak Imin dan Gus Yaqut,” kata anggota DPR itu kepada Tirto.
“Pansus sudah terbentuk, tapi sekarang mana? Mayoritas masih pada reses kan sekarang anggota-anggotanya. Saya saja masih reses. Enggak tahu ini nanti bisa selesai tepat waktu atau tidak,” kata dia menambahkan.
Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Mustolih Siradj, yang sebelumnya mengkritisi pembentukan Pansus Haji bahkan tidak menyangka kalau konflik bakal seserius itu. Ia semula berpikir kalau dinamika politik Pansus hanya sebatas di parlemen saja. Namun belakangan eskalasi isunya malah kian meluas.
“Saya tidak mengira bakal seserius itu eskalasinya. Kalau soal Pansus pendapat saya masih sama (politis). Tapi saya tidak mengira bakal seserius ini, melibatkan banyak pihak,” kata dia.
Pengasuh Pesantren Al Inayah Buntet Cirebon, Kiai Adib Rofiuddin Izza, sebelumnya juga sempat memperingatkan dan menyarankan agar para pihak menahan diri. Kepada politikus PKB di Senayan, ia meminta lebih obyektif ketika melihat persoalan haji. Jangan sampai, kata dia, gara-gara Pansus Haji hubungan persaudaraan sesama kader partai menjadi terpecah belah, mengingat Yaqut masih kader dan pengurus PKB.
“Untuk saudara-saudara kami yang di PKB, kira-kira harus bisa menjaga diri lah, untuk menjaga kebersamaan, keutuhan bangsa. Kalau ini kan (Pansus) jadi terpecah belah, itu kan enggak bagus. Enggak bagus lah," kata dia mengomentari soal Pansus Haji, Jumat, 19 Juli 2024.
Direktur Center for Economic and Democracy Studies (Cedes), Zaenul Ula, juga sempat mencurigai Pansus Haji bakal membonceng kepentingan-kepentingan politik tertentu. Ia menilai prosedur pembentukan pansus itu terkesan buru-buru, dibahas ketika proses penyelenggaraan ibadah haji dan evaluasi pelaksanaannya belum tuntas.
“Saya dengar proses pengusulan tidak memenuhi persyaratan perundang-undangan terkait jumlah pengusul dan tidak melalui Bamus (Badan Perumus), serta pandangan fraksi-fraksi," ungkap dia.
Indikasi ada udang di balik batu, menurut dia, semakin terlihat karena adanya indikasi rivalitas kelompok yang mencoba memanfaatkan institusi DPR untuk melakukan pressure atau tekanan secara politik. Dia berharap, kekuatan politik di parlemen tidak terpancing tarik-menarik kepentingan politik antar-kelompok tersebut.
Tentunya, ia menegaskan, hal itu tidak baik untuk pembelajaran politik bagi publik. “Karena pembentukan Pansus Angket harusnya didasarkan kepada urgensi, bukan kepentingan politik sesaat," kata dia menegaskan.
Jauh hari sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PAN, Yandri Susanto, juga memperingatkan hal serupa. Meskipun tidak menyebut detail faktor-faktor penyebab politisasi pembentukan Pansus tersebut, ia mendesak agar evaluasi penyelenggaraan haji cukup dibahas di Rapat Kerja (Raker) Komisi VIII atau cukup dibawa ke Panitia Kerja (Panja) Haji di DPR RI saja.
“Kalau kita ribut masalah politis, ini apa? Terus apa yang mau di-pansuskan?" kata dia dalam kunjungannya ke Makkah sebagai anggota Tim Pengawas Haji pada medio Juni 2024.
Yandri cenderung mengapresiasi kerja Kemenag meskipun tidak sempurna. Terkait kondisi di Mina yang menjadi sorotan Timwas DPR misalnya, ia memiliki sikap berbeda dengan Muhaimin. Yandri justru mempertanyakan kritikan soal ukuran tenda 10 x 12 meter di Mina. Tenda tersebut disiapkan Pemerintah Arab Saudi bagi 160 orang jemaah. Artinya, kata dia, jatah per orang di dalam tenda tersebut hanya 0,8 meter.
“Ya memang kasur itu semua tenda 0,8 ukurannya. Mau tenda haji khusus, mau Mesir, mau Sudan, mau Suria, mau Afghanistan, mau Afrika, mau Indonesia, ukuran kasurnya sama, ya 0,8 meter. Masak mau dipansuskan? Ngerti enggak itu yang ngomong masalah haji," kata Yandri.
Begitu juga dengan Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti. Ia meminta agar pembentukan Pansus Haji bukan untuk kepentingan rivalitas politik semata. Sebab, menurut dia, pelaksanaan haji yang sudah dilakukan pemerintah berjalan baik dengan sejumlah pencapaiannya.
“Pelaksanaan hak angket hendaknya diletakkan dalam kepentingan untuk memperbaiki pelaksanaan dan pelayanan haji. Bukan untuk kepentingan atau rivalitas politik perseorangan. Saya mengikuti pemberitaan media, pelaksanaan haji tahun ini lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya,” kata dia, sambil memberi catatan kalau Pansus merupakan hak konstitusi dari DPR.
Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas, juga seirama. Ia bahkan menjelaskan inti masalah kepadatan jemaah saat di Mina. Menurut dia, solusinya memang dengan memperluas wilayahnya, carannya membangun pemondokan bertingkat ke atas. Karena sejak zaman Nabi dulu, luasan wilayah Mina tidak berubah. Hanya saja kebijakan tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi sebagai yang punya wilayah.
Pemerintah Indonesia, ia melanjutkan, dalam konteks pembangunan Mina hanya bisa memberi masukan saja kepada Arab Saudi. “Saya curiga Arab Saudi menangkap (gagasan) itu. Untuk kepentingan bisnis, kan mereka punya target 4 juta jemaah haji beberapa tahun ke depan. Di tengah kawasan Mina itu ada yang sudah dibangun. Saya tidak tahu kita bisa apa tidak masuk ke sana (peluasan Mina)," ujarnya.
Anggota Pansus Angket Haji dari Fraksi Partai Golkar, Nusron Wahid, membantah anggapan ada upaya politik atau masalah pribadi di balik pembentukan Pansus Haji. Menurut dia, semuanya sudah dilandasi dengan indikasi, data, dan dalil hukum kuat. Data-data tersebut nantinya akan diverifikasi dan dibuktikan dalam proses angket yang saat ini sedang berjalan.
“Ini proses biasa, proses dialektika data dan fakta antara DPR dan menteri agama. Kita ikuti saja prosesnya dengan transparan dan akuntabel supaya tidak menimbulkan fitnah dan rumor antara DPR dan Kementerian Agama,” kata dia.
Kritik Layanan dan Distribusi Kuota Haji
Beberapa waktu lalu, Juru Bicara Komisi VIII DPR dari Fraksi PDIP, Selly Andriany Gantina, mengungkap, setidaknya ada tiga poin yang menjadi catatan Hasil Pengawasan Penyelenggaraan Ibadah Haji 2024. Pertama, manajemen kuota haji: mulai dari isu pergeseran kuota reguler, kesempatan/momentum mengurangi masa tunggu, kemudian soal kuota tambahan haji.
Kedua, masalah manajemen pembiayaan haji: mulai dari isu pengaruh pergeseran kuota terhadap nilai manfaat, peningkatan biaya yang tidak sejalan dengan pelayanan, lalu soal komunikasi antara Kementerian Agama dengan DPR RI.
Ketiga, tentang penyelenggaraan perjalanan ibadah haji, salah satu isunya terkait ketegasan pemerintah terhadap layanan haji dari Pemerintah Arab Saudi, kemudian keterlibatan lembaga dan instansi dalam proses rekrutmen SDM petugas haji.
Dari beberapa poin tersebut, isu yang paling membetot publik lantaran terus didengung-dengungkan ialah soal pergeseran atau pembagian kuota haji 2024 sebanyak 241.000 orang (setelah ada tambahan kuota 20.000) untuk haji reguler dan khusus.
Berdasar risalah hasil Rapat Panitia Kerja (Panja) dengan Kemenag terkait penetapan BPIH 1445 H/2024 M pada 27 November 2023, saat itu disepakati kuota haji reguler sebanyak 221.720 orang dan jemaah haji khusus 19.280 orang. Namun pada realisasinya hanya 213.320 jemaah haji reguler, dan sisanya 27.680 untuk jemaah haji khusus.
Pergeseran ini menurut Pengawas Haji DPR tidak memperhatikan undang-undang yang berlaku, yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh (PHU) serta Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2024 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji 1445 H/2024 M.
“Kementerian Agama, harus terbuka mengenai pembagian kuota, baik menyangkut tambahan maupun peralihan kuota reguler. Pasalnya, ada selisih 8.400 jemaah yang seharusnya masuk dalam kouta haji reguler. Kini dimasukan dalam haji khusus," kata Selly lewat pesan WhatsApp.
Ia melanjutkan, “Jika memang memperhatikan regulasi yang ada, kemudian ada komunikasi dengan DPR, persoalan kuota haji tidak terjadi. Sebab itu, dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji, regulasi dan hasil rapat seharusnya menjadi pedoman oleh Kementerian Agama RI. Baik kebijakan anggaran, pelayanan, hingga kuota haji.”
Namun, menurut Mustolih Siradj yang juga ahli hukum UIN Jakarta, bila mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, terutama pada Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 64, sebenarnya apa yang dilakukan oleh Kementerian Agama tidaklah salah. Dalam pasal tersebut, pembagian kuota haji normal atau pokok sebenarnya sudah dijalankan oleh kementerian. Termasuk pembagian tambahan kuota haji.
Kuota haji pokok awalnya sebanyak 221.000 jemaah. Sesuai Pasal 64, kuota itu dibagi menjadi dua, yakni untuk jemaah haji reguler sebanyak 203.320 orang setara 92%, sementara jemaah haji khusus sebanyak 17.680 atau setara 8%. Kemudian ada tambahan kuota sebanyak 20.000 jemaah dari Pemerintah Arab Saudi, hasil lobi-lobi Presiden Joko Widodo, sehingga totalnya menjadi 241.000 jemaah.
Lalu, Pasal 9 menjelaskan, untuk kuota haji tambahan selanjutnya diatur atau ditetapkan oleh menteri agama lewat Peraturan Menteri (Permen). Sehingga, ketika kuota haji tambahan sebesar 20.000 dibagi rata, sebanyak 10.000 untuk haji reguler (menjadi 213.320) dan 10.000 untuk haji khusus (menjadi 27.680), menurut Mustolih, tidak apa-apa. Kemenag tidak menyalahi aturan. “Ngunci di situ. Dari aspek regulasi aman," kata dia.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Hilman Latief, lantas menjelaskan duduk perkara soal pembagian kuota tambahan 20.000 jemaah kenapa prosentasenya dibelah 50 : 50. Kementerian Agama, kata dia, saat menerima kabar penambahan kuota sebenarnya segera berkomunikasi dan membahasnya dengan anggota DPR pada 27 November 2023.
Namun saat itu baru sebatas informasi penambahan saja dari Pemerintah Arab Saudi, kata dia. Lalu tiba-tiba saja keesokan harinya, 28 atau 29 November 2024, Arab Saudi sudah terlanjur memasukkan kuota tambahan tersebut dalam sistem e-Hajj.
“Menerima kuota tambahan ya senang, tapi sekaligus membuat kami harus berpikir bagaimana pembagiannya, termasuk bagaimana layanannya nanti di sana dan di tanah air. Kami (Kemenag) lalu ke Tanah Suci untuk membicarakan penambahan kuota ini, menemui Menteri Haji Arab Saudi, membuat peta, mensimulasikan dan lain-lain," kata Hilman.
Ia melanjutkan, hal itu penting dibicarakan lebih dahulu dengan otoritas Kementerian Arab Saudi sebab menyangkut teknis penanganan dan pelayanan jemaah. Ia mencontohkan, dengan kuota normal atau pokok sebelumnya yang sebanyak 221.000 (sebelum penambahan 20.000), sudah ada pembagian zona-zona wilayah yang bakal ditempati jemaah Indonesia baik reguler maupun khusus.
Setelah ada penambahan kuota, kata dia, maka perlu ada perubahan-perubahan pengaturan zonasi, mana yang masih kosong atau sudah penuh. Lalu, perlu juga ada penyesuaian pengaturan akomodasi, transportasi penerbangan. Hal-hal teknis terkait pelayanan jemaah haji tersebut, ia melanjutkan, harus disesuaikan. Lalu pada 8 Januari 2024, Kementerian Haji Arab Saudi memberikan persetujuan melalui naskah pemberitahuannya.
“Sudah kami komunikasikan dengan temen-teman di DPR. Namun ada situasi tertentu yang berat, saat itu menghadapi pemilu. Setelah pemilu, kami komunikasikan lagi namun tidak tercapai penyesuaian itu," ujar dia.
“Betul memang ada perubahan, kajian teknis, jadi bukan dijual. Kemenag tidak menjual. Kami ini hajj mission, misi haji Indonesia. Yang mengurusi semuanya mereka (Kementerian Haji Arab Saudi). Haji khusus pun tidak bisa, dari dulu mereka langsung urusannya sama Kementerian Haji Arab Saudi sendiri, bukan sama Kemenag," kata Hilman.
Meskipun begitu, di tengah panas persoalan Pansus Haji ini, apresiasi terhadap penyelenggaraan ibadah haji ini tetap mengemuka. Misalnya dari Anwar Abbas yang juga Naib Amirul Hajj. Ia mengakui penyelenggaraan ibadah haji tahun ini lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dia mengeklaim para jemaah juga merasakan hal yang sama.
“Saya melihat dan juga setelah saya bertanya ke berbagai-bagai pihak, juga kepada para jemaah mereka berkesimpulan ya, secara umum penyelenggaraan ibadah haji tahun ini kata mereka jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya,” kata Anwar Abbas, Rabu (19/06/2024).
Tokoh yang akrab dipanggil Buya Anwar itu pun mengapresiasi penyelenggaraan ibadah haji yang melibatkan banyak pihak. Tidak hanya Kementerian Agama, tapi juga Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan dan TNI hingga Polri.
“Kalau saya yang jadi menteri agama enggak sanggup saya, maaf saja ya. Memang enggak sanggup saya mengikuti, jadi dirjen haji pun juga enggak sanggup saya, terus terang ya. Kenapa? Karena mereka itu gak tahu saya kapan tidurnya gitu ya. Saya makan, mencari makanan subuh-subuh, menjelang subuh ini. Mereka rapat, coba bayangin," ujarnya Anwar Abbas.
Pujian juga datang dari Menteri Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy. “Banyak perbaikan dilakukan pada operasional haji tahun ini. Ada beberapa terobosan, termasuk menekan jumlah yang tidak bisa berangkat, hanya 45 orang. Ini sangat drastis dan prestasi luar biasa. Sebab, pada tahun lalu jumlah lebih dari 800 jemaah," ujarnya saat rapat bareng PPIH di Jeddah, Kamis, 4 Juli lalu.
Dalam enam tahun terakhir, sisa kuota tahun ini juga paling kecil, meski jumlah kuotanya sangat besar. Pada 2017, misalnya, dengan 204.000, sisa 935 kuota. Sementara pada 2018, dengan kuota 204.000, ada sisa 649 kuota. Dengan 214.000 kuota pada 2019, tersisa hingga 1.268 kuota. Pasca Covid19, Indonesia hanya mendapat 92.825 kuota, dan tersisa 157 kuota. Tahun lalu, dengan 210.680 kuota, sampai akhir pemberangkatan masih tersisa 898. Tahun ini, dengan 213.320, hanya tersisa 45 kuota.
Muhadjir juga mengapresiasi terobosan murur yang dilakukan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH). Dia bersyukur kejadian kepadatan dan keterlambatan mobilisasi jemaah dari Muzdalifah ke Mina pada musim haji 2023 tidak terulang. Saat itu, proses pergerakan jemaah dari Muzdalifah ke Mina berlangsung hingga 13.30 waktu Arab Saudi. Sementara pada tahun ini, pergerakan jemaah dari Muzdalifah ke Mina sudah selesai pada 07.37 WAS.
“Tahun lalu isunya Muzdalifah. Tahun ini ada kebijakan murur saya kira bagus. Saya paling risau kasus Muzdalifah, jangan sampai terulang. Alhamdulillah ada jalan keluar," terang Menko PMK.
Soal Mina, Menko PMK mengaku sudah memperkirakan akan terjadi kepadatan. Sebab, areanya memang terbatas. Apalagi ada penambahan toilet, hal itu juga memakan ruangan yang ada. “Semoga tahun depan ada jalan keluar. Kita perlu bahas khusus soal Mina,” kata dia menambahkan.
Muhadjir juga mengapresiasi pendistribusian dan penggunaan produk Indonesia dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Ia mengaku senang mengetahui sudah ada 72 ton bumbu Indonesia yang digunakan, jauh naik berkalilipat dari tahun sebelumnya. Menko bahkan terus mendorong agar penggunaan produk Indonesia dalam penyelenggaraan haji semakin besar di masa yang akan datang.
Pengakuan juga datang dari jemaah haji. Salah satunya dari Syifa dan suaminya, Naim, pasangan jemaah pasutri asal Surabaya Jawa Timur. Keduanya tidak menyangka dapat menikmati berbagai kemudahan dan layanan selama menjalankan ibadah haji. Pengalaman itu kontras dengan cerita-cerita para pendahulunya yang mengatakan ibadah haji itu berat.
“Saya merasakan banget, udah dienakkan sama pemerintah. Apa lagi untuk ke Haram, bus salawat 24 jam dan gratis. Makan gak kurang-kurang, intinya meski ikut reguler fasilitas VIP lah," katanya saat ditemui di Makkah pertengahan Juni lalu.
Sebelum berangkat, ia menerima banyak cerita dari para pendahulu yang sudah pernah berangkat haji. Kata mereka, Syifa melanjutkan, ibadah haji itu berat sebab semua dilakukan sendiri, dari mulai memasak sendiri, makan sendiri, jalan kaki sendiri, semua serba sendiri. Tapi sekarang, setelah sampai di Makkah ternyata berbeda ceritanya. Semua fasilitas tersedia.
“Benar-benar kita di sini dimanjakan. Makan tiga kali, minum tumpah ruah, disediakan mesin cuci gratis. Tinggal ibadahnya dikencengin, karena semua sudah terfasilitasi,” kata dia.
Syifa memiliki kesan khusus pada layanan yang tersedia di hotel tempatnya menginap di daerah Misfalah. Menurutnya, petugas sangat sigap melayani jemaah apalagi bagi jemaah lansia. “Setiap hari ada kunjungan petugas kesehatan di kamar untuk memastikan bahwa jemaah sehat, ini sungguh luar biasa,” kata dia.
Sumber Berita / Artikel Asli : tirto