Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi sistem Hukum Nasional, Ronny Talapessy mengungkap pihaknya mendapat informasi bahwa Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bakal gelar rapat membahas Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada.
Hal itu ia sampaikan usai pihaknya menggelar rapat internal pasca-adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat ambang batas (threshold) perolehan suara partai politik untuk pengusungan calon kepala daerah pada Pilkada 2024.
"Saya mendapat informasi bahwa ada rapat Baleg tentang revisi UU Pilkada itu tanggal 21 Agustus dam rapat panja RUU Pilkada di hari yang sama jam 1 siang dan jam 7 malam," kata Ronny di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024).
Menyikapi hal itu, Ronny pun mengaku heran kenapa DPR secara tiba-tiba membahas RUU tersebut setelah adanya putusan MK.
Ia pun menduga rencana pembahasan RUU Pilkada ini sebagai langkah untuk mengembalikan peraturan sebelum adanya putusan MK.
"Kami menduga seperti itu (upaya Pilkada dikembalikan ke aturan lama) kok tiba-tiba ada RUU Pilkada," ucapnya.
Padahal menurut Ronny, putusan terbaru MK soal gugatan nomor 60 dan 70 tentang Pilkada sudah bersifat final dan mengikat.
Alhasil, kata dia, seharusnya semua pihak bisa menghargai apa yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.
"Apa yang sudah diputuskan MK melalui putusan 60 dan 70 harus kita hargai dan hormati. Karena disinilah kedaulatan rakyat ditunjukkan oleh keputusan MK dalam hal ini kita menjaga demokrasi yang ada," tuturnya.
Terkait rencana ini Ronny pun menduga ada upaya dari pihak-pihak tertentu yang coba mempermainkan kedaulatan rakyat melalui pembahasan RUU tersebut.
"Disini perlu kita sampaikan bahwa jangan coba-coba ada yang mempermainkan kedaulatan rakyat," tegasnya.
Lantas ia pun meminta agar masyarakat terus mengawal proses pembahasan RUU Pilkada 2024 di Baleg DPR RI yang rencananya digelar besok.
Sebab, jika pembahasan tersebut mengarah ke arah yang negatif maka menurut dia rakyat mesti bergerak guna menyikapi dugaan tersebut.
"Dalam hal ini seandainya RUU Pilkada menyasar ke hal tersebut, saya kira rakyat harus bersikap. Teman-teman media tolong kawal semua dan kami mengajak seluruh rakyat untuk mengawal demokrasi yang kita cintai ini," pungkasnya.
Adapun sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK) memastikan partai non seat alias tidak memiliki kursi di DPRD dapat mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubenur.
Hal tersebut sebagaimana Putusan MK 60/PUU-XXII/2024, yang dimohonkan Partai Buruh dan Partai Gelora.
MK menolak permohonan provisi para pemohon. Namun, Mahkamah mengabulkan bagian pokok permohonan.
"Dalam pokok permohonan: Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Suhartoyo menyatakan, Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:
"Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftatkan pasangan calon jika telah memenuhi syarat sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2. 000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di provinsi tersebut;
b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik perserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.
c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemih tetap lebih dari 6.000.000(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut
d. provinsi dengan jumah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedkt 6,5 persen (enam setengah persen) di provins itersebut;
Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota:
a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihn tetap sampai dengan 250.00 (dua ratus ima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.
b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus ima puluh ribu) sampai dengan 500.00 (ima ratus ribu) jiwa, partai politij atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 8,5% (delapan setengah persen) di kabupaten kota tersebut;
c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihan tetap lebih dari 500.000 (ima ratus ribu) sampai dengan 1.000.00 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 7,5% (tujuh setengah persen) di kabupaten kota tersebut;
d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.0000 (satu juta) jiwa, parai politik atau gabungan partai poitik peseria pemiu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% (enam selengah persen) di kabupaten/kota tersebut;" seperti dikutip dari tribunnews
Jokowi Dikhawatirkan Torpedo Putusan MK Lewat Perppu
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah melalui putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 dikomentari aktivis senior, Muhammad Said Didu.
Said Didu mengungkapkan kekhawatirannya bahwa putusan MK ini bisa saja dibatalkan melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) oleh Menteri Hukum dan HAM yang baru, atas permintaan Presiden.
"Dengan putusan MK hari ini tidak menutup kemungkinan Menkumham yang baru sudah diminta Presiden siapkan Perppu Pilkada yang membatalkan putusan MK tersebut," kata Said Didu lewat akun X miliknya, Selasa (20/8).
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN itu juga menyebut kemungkinan Perppu tersebut akan disahkan oleh DPR sebelum pendaftaran Pilkada dibuka atau tanggal 27 Agustus 2024.
"Jika ini terjadi, apakah kita semua masih diam?" tanya Said Didu.
Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, salah satu isinya parpol di provinsi dengan penduduk 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, bisa mengusung calon jika memperoleh suara 7,5 persen.
Dengan putusan ini, kekhawatiran terhadap kotak kosong dapat dihindari. Putusan ini pun disebut menguntungkan PDIP yang ditinggal sendirian oleh parpol lain karena bergabung dengan koalisi besar, kini bisa mengusung kandidat sendiri pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024.
Partai berlambang banteng moncong putih itu meraih 15 kursi dari total 106 kursi di DPRD DKI Jakarta periode 2024-2029. PDIP memang berniat mengusung pasangan Anies Rasyid Baswedan-Hendrar Prihadi .***