Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

[BREAKING NEWS] Lawan Putusan MK dan Revisi UU Pilkada, Baleg DPR Panen Kritik

Ketua Majelis Kehormatan MK (MKMK) I Dewa Gede Palguna mengkritik sikap baleg. ”Cara ini, buat saya pribadi, adalah pembangkangan secara telanjang terhadap putusan pengadilan,” tegasnya. Perilaku baleg, lanjut Palguna, akan dihadapkan dengan rakyat, civil society, serta kalangan kampus.

Forum Pembelajar Hukum Tata Negara atau Constitutional and Administrative Law Society (CALS) juga mengkritik langkah DPR yang mengabaikan putusan MK. Ketua Presidium CALS Bivitri Susanti menyatakan, upaya revisi UU Pilkada menunjukkan Presiden Joko Widodo beserta partai politik pendukungnya tengah mempertontonkan pembangkangan konstitusi.

Langkah itu juga bentuk pamer kekuasaan yang eksesif tanpa kontrol. ”Seolah ia merupakan hukum, bahkan melebihi hukum dan sendi-sendi konstitusionalisme,” ujarnya kemarin.

Upaya demikian dinilai telah mendelegitimasi Pilkada 2024. ”Sebab, aturan main pilkada diakali sedemikian rupa untuk meminimalkan kompetitor dengan menutup ruang-ruang kandidasi alternatif,” katanya.

Karena itu, pembangkangan konstitusi oleh presiden dan partai politik pendukungnya harus dilawan.

Pakar kepemiluan Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini mengingatkan bahwa putusan MK final dan mengikat. Jika putusan MK tidak dilaksanakan, akibatnya adalah kecacatan pelaksanaan pilkada. ”Bila terus dibiarkan berlanjut, Pilkada 2024 inkonstitusional dan tidak legitimate untuk diselenggarakan,” katanya.

Dalam sistem hukum Indonesia, MK adalah satu-satunya penafsir konstitusi yang memiliki kewenangan menguji UU. Pemerintah, DPR, dan semua elemen bangsa harus menghormati dan tunduk pada putusan MK dengan tanpa kecuali. ”Ketika MK sudah memberi tafsir, itulah yang harus diikuti semua pihak. Senang atau tidak senang,” tegasnya.

Pakar hukum tata negara Universitas Airlangga (Unair) Radian Salman meminta DPR menghentikan pembahasan revisi UU Pilkada. ”Jika pembahasan ini dilanjutkan, apalagi bertentangan dengan MK, mereka akan mewariskan keburukan demokrasi,” tegasnya kepada Jawa Pos kemarin.

Baca Juga: Tulis Surat terbuka untuk DPR terkait Putusan MK, Mahfud MD: Silakan Bagi-Bagi Kue Kekuasaan, tapi Tetaplah dalam Koridor Konstitusi  

Revisi UU Pilkada di masa akhir jabatan hanya akan membuat DPR makin ditinggalkan rakyat. Apalagi, revisi terkesan mendadak dengan pikiran yang sangat pragmatis jangka pendek. Bukan kepentingan jangka panjang sebagaimana niat peraturan perundangan dibuat.

Radian mengingatkan bahwa MK pernah mengeluarkan Putusan Nomor 98/PUU-XVI/2018. Bahwa segala UU yang dibuat dan bertentangan dengan putusan MK bisa disebut ilegal. Sebab, setiap putusan MK muncul akibat dispute atau sengketa dari UU yang dibuat. Sementara, UU dibuat atas dasar konsensus. ”Karena putusan tersebut tercipta akibat dispute, segala putusan MK harus diikuti,” katanya.

Di bagian lain, melalui siaran pers, Presiden Joko Widodo menegaskan pentingnya menghormati kewenangan dan keputusan setiap lembaga negara terkait dengan perubahan aturan pilkada. ”Iya, kita hormati kewenangan dan keputusan dari setiap lembaga negara. Itu proses konstitusional yang biasa terjadi di lembaga-lembaga negara yang kita miliki,” ujarnya seperti dikutip dari jawapos

Reza Rahadian: Negara Bukan Milik Keluarga Tertentu!

Aktor Reza Rahardian turut serta dalam aksi unjuk rasa menolak RUU Pilkada di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024). Reza menyuarakan keresahannya dengan menyebut Indonesia bukan milik keluarga tertentu.

"Ini bukan negara milik keluarga tertentu," kata Reza dalam orasinya dari atas mobil komando di depan gedung DPR, Kamis (22/8/2024).

Reza mengaku hadir secara pribadi dalam aksi ini. Dia menegaskan tidak terafiliasi dengan partai politik mana pun. Bintang film Pasutri Gaje ini pun berharap revisi UU Pilkada tak disahkan.

"Saya miris melihat ini semua (revisi UU Pilkada)," ucap dia.

Arie Kriting hingga Bintang Emon Orasi depan DPR: Kita Dianggap Tolol, Lawan!

Sejumlah komika ikut demo Kawal Putusan MK di depan gedung DPR, Jakarta Pusat, Kamis (22/8). Mereka di antaranya Arie Keriting, Abdur Arsyad, Bintang Emon, dan Mamat Alkatiri.

Mereka juga naik ke mobil komando untuk berorasi. Bintang Emon menyampaikan kehadirannya dan teman-temannya sebagai bentuk kemarahan atas keputusan DPR yang merevisi UU Pilkada. Revisi itu menganulir putusan MK terkait aturan Pilkada.

"Kita kumpul di sini tidak membela perseorangan, tidak membela partai apa pun. Kita di sini dikumpulkan karena kemarahan kita," kata Bintang dalam orasinya

"Banyak akrobat-akrobat keputusan yang tidak masuk akal dan kita dipaksa untuk menelan, kita dianggap tolol. Ketika kita dianggap tolol kita harus lawan," tambahnya.

Keputusan MK yang dianulir DPR dalam RUU Pilkada membuat partai politik atau gabungan partai politik harus memiliki 20% suara di DPRD untuk bisa mencalonkan kepala daerah. Ini membuat semakin sedikit calon kepala daerah yang bisa diajukan.

"Berikan kami kompetisi yang baik untuk kita. Tadi ada titipan dari teman-teman yang di bawah," kata Bintang.***

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Onlineindo.TV | All Right Reserved